Welcome My Blog

Tampilkan postingan dengan label Islam. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Islam. Tampilkan semua postingan
Ronaldo Rozalino, S.Sn.,M.Pd

ULANG KAJI KEMBALI BAB PUASA RAMADHAN

*Syarat Wajib Puasa* :-

1. Islam 
2. Baligh
3. Berakal
4. Sihat
5. Bermukim (Tidak Musafir)
6. Suci (Dari Haid Dan Nifas)

*Syarat Sah Puasa* :-

1. Islam
2. Berakal & Mumayyiz
3. Suci (Dari Haid Dan Nifas)
4. Nyata masuknya bulan Ramadhan

*Rukun-Rukun Puasa*:-

1. Orang Yang Puasa
2. Berniat
3. Menahan Diri Daripada Perkara Yang Membatalkan Puasa

*Perkara Yang Membatalkan Puasa* :-

1. Makan Dan Minum Dengan Sengaja
2. Memasukkan Dengan Sengaja Benda Ke Dalam Rongga Yang Terbuka
3. Muntah Dengan Sengaja
4. Keluar Haid & Nifas
5. Gila
6. Murtad
7. Keluar Mani Dengan Sengaja
8. Bersetubuh Di Siang Hari

*Perkara Sunat Ketika Puasa* :-

1. Segera Berbuka Puasa
2. Berbuka Dengan Kurma/Juadah Manis
3. Baca Doa
4. Melambatkan Bersahur
5. Banyakkan Baca Al-Quran, Berzikir, Berselawat Dan Membuat Amal Kebajikan
6. Sentiasa Bersedekah
7. Jauhkan Diri Daripada Bercakap Perkara Yang Sia-Sia Dan Perbuatan Yang Tidak Membawa Manfaat
8. Mandi Junub Lebih awal Sebelum Masuk Waktu Subuh

*Makruh Ketika Puasa* :-

1. Bersuntik
2. Berbekam
3. Berkumur-Kumur
4. Memasukkan Air Ke Dalam Rongga Hidung Secara Berlebihan
5. Mandi Yang Berlebihan
6. Rasa Makanan Di Hujung Lidah

*Golongan Yang Wajib Qada' Puasa* :-

1. Orang Sakit Yang Ada Harapan Untuk Sembuh
2. Orang Yang Musafir (Bukan Kerana Maksiat)
3. Orang Yang Kedatangan Haid Dan Nifas
4. Orang Yang Meninggalkan Niat Puasa
5. Orang Yang Sengaja Melakukan Perkara2 Yang Membatalkan Puasa
6. Orang Yang Pitam/Mabuk 
7. Orang Yang Sangat Lapar Dan Dahaga

*Mereka Yang Di Kenakan Membayar Fidyah Puasa*:-

1. Mereka Yang Tidak Dapat Mngqada'kan Puasa Sehingga Masuk Ramadhan Kali Kedua - (Fidyahnya : 1 Cupak Beras Untuk Setiap Hari Yang Di Tinggalkan Di Samping Mengqada' Puasa) Bagi Setahun Tertinggal..
Kalau Tidak Di Qada' Sehingga Melampaui 2 Tahun Maka Di Kenakan 2 Cupak Tetapi Puasa Tetap Juga 1 Hari (Tiada Tambahan)

2. Orang Sakit Yang Tidak Ada Harapan Untuk Sembuh

3. Orang Yang Terlalu Tua Dan Tidak Berdaya Untuk Berpuasa

4. Orang Yang Ada Qada' Puasa Tetapi Meninggal Dunia Sebelum Sempat Berbuat Demikian (Fidyahnya : Di Buat Oleh Kerabat Si Mati/Di Ambil Daripada Harta Pusakanya)

5. Perempuan Yang Mengandung/Yang Menyusukan Anaknya Perlu Mengqada' Puasa Dan Membayar Fidyah 1 Cupak Beras Bagi Setiap Hari Yang Di Tinggalkan Sekiranya Dia Meninggalkan Puasa Kerana Bimbangkan Anaknya Tetapi Sekiranya Dia Takut Memudaratkan Pada Dirinya Dia Hanya Wajib Mengqada' Puasanya

*Kifarat Bersetubuh Di Bulan Ramadhan* :-

Orang Yang Bersetubuh Pada Siang Hari Bulan Ramadhan, Maka Kedua2 Suami Isteri Tersebut Perlu Mengqada' Puasa Berkenaan Dan Suami Wajib Membayar Kifarat (Denda) Seperti :-

1. Memerdekakan Seorang Hamba Mukmin L/P
(Sekiranya Tidak Mampu)

2. Berpuasa 2 Bulan Berturut-Turut Tanpa Terputus (Kalau Tidak Berdaya)

3. Memberi Makan Kepada 60 Orang Fakir Miskin
Walau Bagaimana Pun, Jika Persetubuhan Itu Di Lakukan Kerana Terlupa, Jahil Tentang Haramnya/Di Paksa Ke Atasnya Tidaklah Wajib Kifarat

*Tingkatan Puasa*:-

1. Puasa Umum - Sekadar Menahan Makan, Minum Dan Keinginan Berjimak

2. Puasa Khusus - Memelihara Mata, Telinga, Lidah, Tangan Dan Kaki Daripada Melakukan Dosa Selain Menahan Diri Daripada Perkara Di Atas

3. Puasa Khusus Al-Khusus - Merangkumi puasa Di Atas Dan Di Sempurnakan Pula Dengan Puasa Hati Daripada Semua Keinginan Zahir Dan Batin

*Mereka Yang Di Benarkan Meninggalkan Puasa* :-

1. Orang Yang Hilang Daya Upaya Seperti Sakit Yang Apabila Berpuasa Akan Menambahkan Keuzuran

2. Orang Musafir

3. Org Yang Terlalu Tua Dan Amat Lemah

4. Orang Yang Tersangat Lapar Dan Dahaga

5. Perempuan Hamil/Menyusukan Anaknya Yang Apabila Berpuasa Boleh Memudaratkan Diri/Anak Yang Di Susui Itu

# Selamat Menjalani Ibadah Puasa Kepada Umat Islam Mukminin Dan Mukminat..
Semoga Puasa Pada Tahun Ini Memberi Manfaat Kepada Kita..
Semoga Puasa Pada Tahun Ini Lebih Mudah Daripada Tahun Sebelumnya Dan Membanyakkan Kita Membuat Amal Ja'riah..
In Sya ALLAH..

https://t.me/+ScDi52cxuVKyNioO

🔖📕🔖📕🔖📕


KITAB FIQIH  
BAB PUASA
part 12

Hari-Hari Yang Diharamkan Berpuasa:

1. Hari raya Idul Fitri; yaitu hari yang pada waktu itu dilakukan shalat idul fitri.

2. Hari raya Idul Adha; yaitu hari yang pada waktu itu dilakukan shalat Idul Adha. Dari Abu Sa'id al-Khudri berkata:

نَهَى رَسُوْلُ اللّٰهِ عَنْ صَوْمَيْنِ يَوْمِ الْفِطْرِ وَيَوْمِ الأَضْحَى ( متفق عليه)
Maknanya: "Rasulullah melarang untuk berpuasa pada dua hari raya Idul Fitri dan Idul Adha" (HR. Bukhari dan Muslim).

3. Hari- hari tasyriq yaitu tiga hari setelah hari raya Idul Adha (hari ke11, 12, dan 13 Dzul Hijjah). Rasulullah ﷺ bersabda:

أَيَّامُ التَّشْرِيْقِ أَيَّامُ أَكْلٍ وَشُرْبٍ ( رواه مسلم)
Maknanya: "Hari-hari tasyriq adalah hari-hari untuk makan dan minum" (HR. Muslim)

4. Hari Syak, yaitu hari ke 30 bukan Sya' ban. Jika datang berita tentang awal Ramadlan dari orang-orang yang tidak dapat dijadikan pegangan untuk menentukan ketetapan awal puasa, yaitu orang fasiq, perempuan, anak kecil , atau yang semisal mereka; mengatakan bahwa mereka telah melihat hilal Ramadlan, maka ini hari disebut dengan hari syak (diragukan).
Rasulullah ﷺ bersabda:

لَا تُقَدِّمُوْا رَمَضَانَ بِيََوْمً أَوْ يَوْمَيْنِ، صُوْمُوْا لِرُؤْيَتِهِ وَأَفْطِرُوْا لِرُؤْيَتِهِ فَإِنْ غُمَّ عَلْكُمْ فَأَكْمِلُوْا عِدَّةِ شَعْبَانَ ثَلَثِيْنَ يَوْمًا (رواه البخري)
Maknanya: "Janganlah kalian mendahulukan Ramadlan satu atau dua hari, berpuasalah karena melihat hilal (Ramadlan) dan berhari rayalah kalian juga karena kalian melihat hilal (Syawwal) apabila terhalan mendung (tidak mendapati hilal) maka sempurnakanlah hitungan bulan Sya'ban 30 hari" (HR. al-Bukhari).

5. Setengah bulan terakhir bulan Sya'ban, tidak sah berpuasa pada hari-hari itu kecuali jika disambung dengan hari-hari sebelumnya atau karena untuk mengqadha puasa atau untuk melaksanakan puasa nadzar.

Belajar & Muroja'ah Ikhlas karena Allaah📖




📕🔖📕🔖📕🔖

KITAB FIQIH  
BAB PUASA
part 13

🍽️Sunnah Puasa Syawwal

🍽️Disunnahkan puasa enam hari dari bulan Syawwal, dan disunnahkan dilaksanakan secara berturut-turut setelah hari raya. Jika ia melaksanakan secara terpisah tidak bersambung ia tetap memperoleh kesunnahan. Diriwayatkan dari Abu Ayyub al-Anshari bahwa Rasulullah ﷺ bersabda: 

"مَنْ صَامَ رَمَصَانَ ثُمَّ أَتْبَعَهُ سِتًّ مِنْ شَوَّلٍ كَانَ كَصِيَامِ الدَّهْرِ" (رواه مسلم)

Maknanya:  "Barang siapa berpuasa Ramadlan kemudian diikuti dengan puasa enam hari bulan Syawwal maka pahalanya seperti puasa Dahr (puasa setahun penuh selain hari-hari yang diharamkan untuk berpuasa)" ( HR. Muslim).

🍽️Barangsiapa telah masuk dalam melaksanakan puasa fardhu, baik Ada'an (pelaksanaan tunai) atau Qadha'an atau Nadzar maka diharamkan baginya untuk membatalkannya. Adapun dalam puasa sunnah boleh baginya untuk membatalkannya.


Belajar & Muroja'ah ikhlas karena Allaah📖


H. Ronaldo Rozalino, S.Sn.,M.Pd
https://s.id/MediaSosialDigital_RonaldoRozalino
READ MORE - ULANG KAJI KEMBALI BAB PUASA RAMADHAN
Ronaldo Rozalino, S.Sn.,M.Pd
ISLAM TAPI TIDAK ISLAMI? 

SYAIKH Muhamad Abduh, Ulama besar dari Mesir pernah geram terhadap dunia Barat yang mengganggap Islam kuno dan terbelakang. 

Kepada Renan, filosof Prancis, Abduh dengan lantang menjelaskan bahwa agama Islam itu hebat, cinta ilmu, mendukung kemajuan dan lain sebagainya. 

Dengan ringan Renan, yang juga pengamat dunia Timur itu mengatakan :
“Saya tahu persis kehebatan semua nilai Islam dalam Al-Quran. Tapi tolong tunjukkan satu komunitas Muslim di dunia yang bisa menggambarkan kehebatan ajaran Islam”.

Dan Abduh pun terdiam. 

Satu abad kemudian beberapa peneliti dari George Washington University ingin membuktikan tantangan Renan. 

Mereka menyusun lebih dari seratus nilai-nilai luhur Islam, seperti kejujuran (shiddiq), amanah, keadilan, kebersihan, ketepatan waktu, empati, toleransi, dan sederet ajaran Al-Quran serta akhlaq Rasulullah SAW. 

Berbekal sederet indikator yang mereka sebut sebagai 'islamicity index' mereka datang ke lebih dari 200 negara untuk mengukur seberapa islami negara-negara tersebut. 

Hasilnya??????

Selandia Baru dinobatkan sebagai negara paling Islami. 

Indonesia? 
Harus puas di urutan ke 140. 

Nasibnya tak jauh dengan negara-negara Islam lainnya yang kebanyakan bertengger di 'ranking' 100-200.

Apa itu islam? 
Bagaimana sebuah negara atau seseorang dikategorikan islami? 

Kebanyakan ayat dan hadits menjelaskan Islam dengan menunjukkan indikasi-indikasinya (praktek), bukan definisi. 

Misalnya hadits yang menjelaskan bahwa : 
“Seorang Muslim adalah orang yang disekitarnya selamat dari tangan dan lisannya”.  Itu indikator. 

Atau hadits yang berbunyi :
“Keutamaan Islam seseorang adalah yang meninggalkan yang tak bermanfaat”.
“Barangsiapa yang beriman kepada Allah dan hari akhir, maka hormati tetangga ... hormati tamu."
"Bicara yang baik atau diam”. 

Jika kita koleksi sejumlah hadits yang menjelaskan tentang islam dan iman, maka kita akan menemukan ratusan indikator keislaman seseorang yang bisa juga diterapkan pada sebuah kota bahkan negara. 

Dengan indikator-indikator diatas tak heran ketika Muhamad Abduh melawat ke Perancis akhirnya dia berkomentar :

“Saya tidak melihat Muslim disini, tapi merasakan (nilai-nilai) Islam, sebaliknya di Mesir saya melihat begitu banyak Muslim, tapi hampir tak melihat Islam”. 

Pengalaman serupa dirasakan Professor Afif Muhammad ketika berkesempatan ke Kanada yang merupakan negara paling Islami no. 5. 

Beliau heran melihat penduduk disana yang tak pernah mengunci pintu rumahnya. Saat salah seorang penduduk ditanya tentang hal ini, mereka malah balik bertanya: “Mengapa harus dikunci?” 

Di kesempatan lain, masih di Kanada, seorang pimpinan ormas Islam besar pernah ketinggalan kamera di halte bis. Setelah beberapa jam kembali ke tempat itu, kamera masih tersimpan dengan posisi yang tak berubah. 

Sungguh ironis jika kita bandingkan dengan keadaan di negeri muslim yang sendal jepit saja bisa hilang di rumah Allah yang Maha Melihat. 

Padahal jelas-jelas kata “iman” sama akar katanya dengan aman. Artinya, jika semua penduduk beriman, seharusnya bisa memberi rasa aman. 

Penduduk Kanada menemukan rasa aman padahal (mungkin) tanpa iman. Tetapi kita merasa tidak aman ditengah orang-orang yang (mengaku) beriman. 

Seorang teman bercerita, di Jerman, seorang ibu marah kepada seorang Indonesia yang menyebrang saat lampu penyebrangan masih merah :

“Saya mendidik anak saya bertahun-tahun untuk taat aturan, hari ini Anda menghancurkannya. 
Anak saya ini melihat Anda melanggar aturan, dan saya khawatir dia akan meniru Anda”. 

Sangat kontras dengan sebuah video di Youtube yang menayangkan seorang bapak di Jakarta dengan pakaian jubah dan sorban naik motor tanpa helm. Ketika ditangkap polisi karena melanggar, si bapak tersebut malah marah dengan menyebut-nyebut bahwa dirinya habib.

Mengapa kontradiksi ini terjadi? 

Syaikh Basuni, ulama Kalimantan, pernah berkirim surat kepada Muhamad Rashid Ridha, ulama terkemuka dari Mesir.  

Suratnya berisi pertanyaan :
“Limadza taakhara muslimuuna wataqaddamaghairuhum?”.
 ("Mengapa muslim terbelakang dan umat yang lain maju?") 

Surat itu dijawab panjang lebar dan dijadikan satu buku dengan judul yang dikutip dari pertanyaan itu. 

Inti dari jawaban Rasyid Ridha, Islam mundur karena meninggalkan ajarannya, sementara Barat maju karena meninggalkan ajarannya. 

Umat Islam terbelakang karena meninggalkan ajaran 'iqro' (membaca) dan cinta ilmu. 

Tidak aneh dengan situasi seperti itu, Indonesia saat ini menempati urutan ke-111 dalam hal tradisi membaca. 

Muslim juga meninggalkan budaya disiplin dan amanah, sehingga tak heran negara-begara Muslim terpuruk di kategori 'low trust society' yang masyarakatnya sulit dipercaya dan sulit mempercayai orang lain alias selalu penuh curiga. 

Muslim meninggalkan budaya bersih yang menjadi ajaran Islam, karena itu jangan heran jika kita melihat mobil-mobil mewah di kota-kota besar tiba-tiba melempar sampah ke jalan melalui jendela mobilnya. 

Siapa yang salah?Mungkin yang salah yang membuat 'survey'.

Seandainya keislaman sebuah negara itu diukur dari jumlah jama’ah hajinya pastilah Indonesia ada di ranking pertama. Wallahu a'lam.

Saudara-riku tercinta, Mudah- mudahan seiring waktu, sejalan dgn bertambah luas nya wawasan & pemahaman terjadi pula perubahan cara pandang keber'Islaman  kita dan orang sekitar kita. Mari kita terus berbenah.
Mulai dari diri, keluarga,masyarakat dan seterusnya. Sehingga harapannya suatu saat akan tercipta  Baldatun Thoyyibatun Wa Robbun Ghofuur, negeri-negeri Islam yg Islami di lingkungan sekitar kita.
#copas
READ MORE - ISLAM TAPI TIDAK ISLAMI?
Ronaldo Rozalino, S.Sn.,M.Pd
*Riba dalam Pegadaian*

http://rumaysho.com
Muhammad Abduh Tuasikal, MSc

Gadai adalah suatu hal yang biasa di tengah-tengah kita di saat kita membutuhkan pinjaman. Gadai di sini sebagai jaminan agar si pemberi utang percaya pada kita sebagai peminjam. Namun beberapa transaksi gadai melanggar ketentuan Islam. Terutama dalam hal  memanfaatkan barang gadai, semisal sawah yang digadai digunakan untuk bercocok tanam oleh si pemberi utang. Pemanfaatan ini termasuk riba, karena setiap utang piutang yang diambil manfaat (keuntungan) adalah riba. Lihat bahasan selengkapnya dalam tulisan sederhana berikut ini.


*Pengertian Gadai*

Gadai dalam bahasa Arab disebut dengan ar rahn, arti secara bahasa adalah ats tsubut wad dawaam, yang bermakna tetap dan langgeng. Rahn juga secara bahasa bisa bermakna al habs (tertahan). Sedangkan menurut istilah syar’i yang akan kita uraikan saat ini, ar rahn bermakna menjadi harta sebagai jaminan utang (pinjaman) agar bisa dibayar dengan sebagian atau seharga harta tersebut ketika gagal melunasi utang tadi.

Dalil yang Menunjukkan Bolehnya Gadai

Firman Allah Ta’ala,

وَإِنْ كُنْتُمْ عَلَى سَفَرٍ وَلَمْ تَجِدُوا كَاتِبًا فَرِهَانٌ مَقْبُوضَةٌ فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ وَلْيَتَّقِ اللَّهَ رَبَّهُ وَلَا تَكْتُمُوا الشَّهَادَةَ وَمَنْ يَكْتُمْهَا فَإِنَّهُ آَثِمٌ قَلْبُهُ وَاللَّهُ بِمَا تَعْمَلُونَ عَلِيمٌ

“Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang). Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya) dan hendaklah ia bertakwa kepada Allah Tuhannya; dan janganlah kamu (para saksi) menyembunyikan persaksian” (QS. Al Baqarah: 283).

Dari ‘Aisyah radhiyallahu ‘anha, ia berkata,

أَنَّ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – اشْتَرَى طَعَامًا مِنْ يَهُودِىٍّ إِلَى أَجَلٍ ، وَرَهَنَهُ دِرْعًا مِنْ حَدِيدٍ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah membeli makanan dari orang Yahudi secara tidak tunai (utang), lalu beliau shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan gadaian berupa baju besi” (HR. Bukhari no. 2068 dan Muslim no. 1603).

Para ulama sepakat bahwa rahn dibolehkan dan hal ini telah dilakukan sejak zaman Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam hingga saat ini, dan tidak ada yang mengingkarinya.

Gadai Tidak Wajib

Penulis Al Mughni berkata, “Tidak diketahui adanya khilaf dalam masalah ini bahwa gadai sebagai jaminan dari utang tidaklah wajib”.

Sedangkan perintah yang disebutkan dalam ayat, bukanlah perintah wajib, namun hanya perintah irsyad (petunjuk). Dan dikuatkan dengan lanjutan ayat,

فَإِنْ أَمِنَ بَعْضُكُمْ بَعْضًا فَلْيُؤَدِّ الَّذِي اؤْتُمِنَ أَمَانَتَهُ

“Akan tetapi jika sebagian kamu mempercayai sebagian yang lain, maka hendaklah yang dipercayai itu menunaikan amanatnya (hutangnya)”. Gadai sendiri adalah perintah ketika ada uzur menulis utang. Penulisan sendiri tidaklah wajib, maka sama halnya dengan gadai sebagai gantinya.

Gadai Dibolehkan dalam Keadaan Tidak Bersafar

Jika kita melihat dalam ayat yang disebutkan di atas, gadai ada ketika safar. Namun hal itu bukan menunjukkan selain safar tidak boleh. Dalil yang menyatakan bahwa boleh ketika seseorang itu mukim dan melakukan gadai adalah hadits,

تُوُفِّىَ رَسُولُ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – وَدِرْعُهُ مَرْهُونَةٌ عِنْدَ يَهُودِىٍّ بِثَلاَثِينَ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ

“Ketika Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam wafat, baju besi beliau tergadaikan pada orang Yahudi sebagai jaminan untuk 30 sho’ gandum (yang beliau beli secara tidak tunai)” (HR. Bukhari no. 2916).

Ketentuan Umum dalam Pegadan Syari’ah

Ada beberapa ketentuan umum dalam muamalah gadai setelah terjadinya serah terima barang gadai. Di antaranya:

1. Barang yang Dapat Digadaikan

Barang yang dapat digadaikan adalah barang yang memiliki nilai ekonomi, agar dapat menjadi jaminan bagi pemilik uang. Dengan demikian, barang yang tidak dapat diperjual-belikan, dikarenakan tidak ada harganya, atau haram untuk diperjual-belikan, adalah tergolong barang yang tidak dapat digadaikan. Yang demikian itu dikarenakan, tujuan utama disyariatkannya pegadaian tidak dapat dicapai dengan barang yang haram atau tidak dapat diperjual-belikan.

Barang yang digadaikan dapat berupa tanah, sawah, rumah, perhiasan, kendaraan, alat-alat elektronik, surat saham, dan lain-lain. Sehingga dengan demikian, bila ada orang yang hendak menggadaikan seekor anjing, maka pegadaian ini tidak sah, karena anjing tidak halal untuk diperjual-belikan.

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنْ ثَمَنِ الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِىِّ وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam melarang hasil penjualan anjing, penghasilan pelacur dan upah perdukunan” (HR. Bukhari no. 2237 dan Muslim no. 1567).

2. Barang Gadai Adalah Amanah

Status barang gadai selama berada di tangan pemberi utang adalah sebagai amanah yang harus ia jaga sebaik-baiknya. Sebagai salah satu konsekuensi amanah adalah, bila terjadi kerusakan yang tidak disengaja dan tanpa ada kesalahan prosedur dalam perawatan, maka pemilik uang tidak berkewajiban untuk mengganti kerugian. Bahkan, seandainya orang yang menggadaikan barang itu mensyaratkan agar pemberi utang memberi ganti rugi bila terjadi kerusakan walau tanpa disengaja, maka persyaratan ini tidak sah dan tidak wajib dipenuhi.

3. Barang Gadai Dipegang Pemberi utang

Barang gadai tersebut berada di tangan pemberi utang selama masa perjanjian gadai tersebut, sebagaimana firman Allah (yang artinya), “Jika kamu dalam perjalanan (dan bermu’amalah tidak secara tunai) sedang kamu tidak memperoleh seorang penulis, maka hendaklah ada barang tanggungan yang dipegang (oleh yang berpiutang).” (QS. Al-Baqarah: 283).

4. Pemanfaatan Barang Gadai

Pihak pemberi utang tidak dibenarkan untuk memanfaatkan barang gadaian. Sebab, sebelum dan setelah digadaikan, barang gadai adalah milik orang yang berutang, sehingga pemanfaatannya menjadi milik pihak orang yang berutang, sepenuhnya. Adapun pemberi utang, maka ia hanya berhak untuk menahan barang tersebut, sebagai jaminan atas uangnya yang dipinjam sebagai utang oleh pemilik barang.

Dengan demikian, pemberi utang tidak dibenarkan untuk memanfaatkan barang gadaian, baik dengan izin pemilik barang atau tanpa seizin darinya. Bila ia memanfaatkan tanpa izin, maka itu nyata-nyata haram, dan bila ia memanfaatkan dengan izin pemilik barang, maka itu adalah riba. Karena setiap pinjaman yang mendatangkan manfaat maka itu adalah riba. Demikianlah hukum asal pegadaian yang menganut kaedah sama dengan utang piutang.

Namun ada gadaian yang boleh dimanfaatkan jika dikhawatirkan begitu saja ia akan rusak atau binasa. Seperti hewan yang memiliki susu dan hewan tunggangan bisa dimanfaatkan sesuai pengeluaran yang diberikan si pemberi utang dan tidak boleh lebih dari itu. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

لرَّهْنُ يُرْكَبُ بِنَفَقَتِهِ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا ، وَلَبَنُ الدَّرِّ يُشْرَبُ بِنَفَقَتِهِ إِذَا كَانَ مَرْهُونًا ، وَعَلَى الَّذِى يَرْكَبُ وَيَشْرَبُ النَّفَقَةُ

“Barang gadaian berupa hewan tunggangan boleh ditunggangi sesuai nafkah yang diberikan. Susu yang diperas dari barang gadaian berupa hewan susuan boleh diminum sesuai nafkah yang diberikan. Namun, orang yang menunggangi dan meminum susu berkewajiban untuk memberikan makanan” (HR. Bukhari no. 2512).

5. Pelunasan Hutang Dengan Barang Gadai.

Apabila pelunasan utang telah jatuh tempo, maka orang yang berutang berkewajiban melunasi utangnya sesuai dengan  waktu yang telah disepakati dengan pemberi utang. Bila telah lunas maka barang gadaian dikembalikan kepada pemiliknya. Namun, bila orang yang berutang tidak mampu melunasi utangnya, maka pemberi utang berhak menjual barang gadaian itu untuk membayar pelunasan utang tersebut. Apabila  ternyata ada sisanya maka sisa tersebut menjadi hak pemilik barang gadai tersebut. Sebaliknya, bila harga barang tersebut belum dapat melunasi utangnya, maka orang yang menggadaikannya tersebut masih menanggung sisa utangnya.



Referensi:

Al Mawsu’ah Al Fiqhiyyah, terbitan Kementrian Agama Kuwait.
Al Wajiz fi Fiqhis Sunnah wal Kitabil ‘Aziz, Syaikh Dr. ‘Abdul ‘Azhim Badawi, terbitan Dar Ibnu Rajab, cetakan ketiga, 1421 H.
Tulisan Ustadz Muhammad Wasitho, MA tentang Pegadaian di Majalah Pengusaha Muslim


@ Dammam, KSA, 23 Rabi’uts Tsani 1433 H
READ MORE - Riba dalam Pegadaian
Ronaldo Rozalino, S.Sn.,M.Pd
*Panduan Shalat Tahajud*

Muhammad Abduh Tuasikal, MSc
http://rumaysho.com


Alhamdulillah, wa shalaatu wa salaamu ‘ala Rosulillah wa ‘ala alihi wa shohbihi wa man tabi’ahum bi ihsanin ilaa yaumid diin.

Suatu kenikmatan yang sangat indah adalah bila seorang hamba bisa merasakan bagaimana bermunajat dengan Allah di tengah malam terutama ketika 1/3 malam terakhir. Berikut sedikit panduan dari kami mengenai shalat tahajud.


Maksud Shalat Tahajud

Shalat malam (qiyamul lail) biasa disebut juga dengan shalat tahajud. Mayoritas pakar fiqih mengatakan bahwa shalat tahajud adalah shalat sunnah yang dilakukan di malam hari secara umum setelah bangun tidur.1

Keutamaan Shalat Tahajud

Pertama: Shalat tahajud adalah sifat orang bertakwa dan calon penghuni surga.

Allah Ta’ala berfirman,

إِنَّ الْمُتَّقِينَ فِي جَنَّاتٍ وَعُيُونٍ (15) آَخِذِينَ مَا آَتَاهُمْ رَبُّهُمْ إِنَّهُمْ كَانُوا قَبْلَ ذَلِكَ مُحْسِنِينَ (16) كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ (17) وَبِالْأَسْحَارِ هُمْ يَسْتَغْفِرُونَ (18)

“Sesungguhnya orang-orang yang bertaqwa itu berada dalam taman-taman (syurga) dan mata air-mata air, sambil menerima segala pemberian Rabb mereka. Sesungguhnya mereka sebelum itu di dunia adalah orang-orang yang berbuat kebaikan. Di dunia mereka sedikit sekali tidur di waktu malam. Dan selalu memohonkan ampunan diwaktu pagi sebelum fajar.” (QS. Adz Dzariyat: 15-18).

Al Hasan Al Bashri mengatakan mengenai ayat ini, “Mereka bersengaja melaksanakan qiyamul lail (shalat tahajud). Di malam hari, mereka hanya tidur sedikit saja. Mereka menghidupkan malam hingga sahur (menjelang shubuh). Dan mereka pun banyak beristighfar di waktu sahur.”2

Kedua: Tidak sama antara orang yang shalat malam dan yang tidak.

Allah Ta’ala berfirman,

أَمْ مَنْ هُوَ قَانِتٌ آَنَاءَ اللَّيْلِ سَاجِدًا وَقَائِمًا يَحْذَرُ الْآَخِرَةَ وَيَرْجُو رَحْمَةَ رَبِّهِ قُلْ هَلْ يَسْتَوِي الَّذِينَ يَعْلَمُونَ وَالَّذِينَ لَا يَعْلَمُونَ إِنَّمَا يَتَذَكَّرُ أُولُو الْأَلْبَابِ

“(Apakah kamu hai orang musyrik yang lebih beruntung) ataukah orang yang beribadat di waktu-waktu malam dengan sujud dan berdiri, sedang ia takut kepada (azab) akhirat dan mengharapkan rahmat Tuhannya? Katakanlah: “Adakah sama orang-orang yang mengetahui dengan orang-orang yang tidak mengetahui?” Sesungguhnya orang yang berakallah yang dapat menerima pelajaran. ” (QS. Az Zumar: 9). Yang dimaksud qunut dalam ayat ini bukan hanya berdiri, namun juga disertai dengan khusu’.3
Salah satu maksud ayat ini, “Apakah sama antara orang yang berdiri untuk beribadah (di waktu malam) dengan orang yang tidak demikian?!”4 Jawabannya, tentu saja tidak sama.

Ketiga: Shalat tahajud adalah sebaik-baik shalat sunnah.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

أَفْضَلُ الصِّيَامِ بَعْدَ شَهْرِ رَمَضَانَ شَهْرُ اللَّهِ الْمُحَرَّمُ وَأَفْضَلُ الصَّلَاةِ بَعْدَ الْفَرِيضَةِ صَلَاةُ اللَّيْلِ

“Sebaik-baik puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa pada bulan Allah –Muharram-. Sebaik-baik shalat setelah shalat wajib adalah shalat malam.”5

An Nawawi -rahimahullah- mengatakan, “Ini adalah dalil dari kesepakatan ulama bahwa shalat sunnah di malam hari lebih baik dari shalat sunnah di siang hari. Ini juga adalah dalil bagi ulama Syafi’iyah (yang satu madzhab dengan kami) di antaranya Abu Ishaq Al Maruzi dan yang sepaham dengannya, bahwa shalat malam lebih baik dari shalat sunnah rawatib. Sebagian ulama Syafi’iyah yang lain berpendapat bahwa shalat sunnah rawatib lebih afdhol (lebih utama) dari shalat malam karena kemiripannya dengan shalat wajib. Namun pendapat pertama tetap lebih kuat dan sesuai dengan hadits. Wallahu a’lam.6

Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Waktu tahajud di malam hari adalah sebaik-baik waktu pelaksanaan shalat sunnah. Ketika itu hamba semakin dekat dengan Rabbnya. Waktu tersebut adalah saat dibukakannya pintu langit dan terijabahinya (terkabulnya) do’a. Saat itu adalah waktu untuk mengemukakan berbagai macam hajat kepada Allah.”7

‘Amr bin Al ‘Ash mengatakan, “Satu raka’at shalat sunnah di malam hari lebih baik dari 10 raka’at shalat sunnah di siang hari.” Dikeluarkan oleh Ibnu Abi Dunya.8

Ibnu Rajab mengatakan, “Di sini ‘Amr bin Al ‘Ash membedakan antara shalat malam dan shalat di siang hari. Shalat malam lebih mudah dilakukan sembunyi-sembunyi dan lebih mudah mengantarkan pada keikhlasan.”9 Inilah sebabnya para ulama lebih menyukai shalat malam karena amalannya yang jarang diketahui orang lain.

Keempat: Shalat tahajud adalah kebiasaan orang sholih.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

عَلَيْكُمْ بِقِيَامِ اللَّيْلِ فَإِنَّهُ دَأْبُ الصَّالِحِيْنَ قَبْلَكُمْ وَهُوَ قُرْبَةٌ إِلَى رَبِّكُمْ وَمُكَفِّرَةٌ لِلسَّيِّئَاتِ وَمَنْهَاةٌ عَنِ الإِثْمِ

“Hendaklah kalian melaksanakan qiyamul lail (shalat malam) karena shalat malam adalah kebiasaan orang sholih sebelum kalian dan membuat kalian lebih dekat pada Allah. Shalat malam dapat menghapuskan kesalahan dan dosa. ”10

Kelima: Sebaik-baik orang adalah yang melaksanakan shalat tahajud.

Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan mengenai ‘Abdullah bin ‘Umar,

« نِعْمَ الرَّجُلُ عَبْدُ اللَّهِ ، لَوْ كَانَ يُصَلِّى بِاللَّيْلِ » . قَالَ سَالِمٌ فَكَانَ عَبْدُ اللَّهِ لاَ يَنَامُ مِنَ اللَّيْلِ إِلاَّ قَلِيلاً .

“Sebaik-baik orang adalah ‘Abdullah (maksudnya Ibnu ‘Umar) seandainya ia mau melaksanakan shalat malam.” Salim mengatakan, “Setelah dikatakan seperti ini, Abdullah bin ‘Umar tidak pernah lagi tidur di waktu malam kecuali sedikit.”11

Waktu Shalat Tahajud

Shalat tahajud boleh dikerjakan di awal, pertengahan atau akhir malam. Ini semua pernah dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Sebagaimana Anas bin Malik -pembantu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam- mengatakan,

مَا كُنَّا نَشَاءُ أَنْ نَرَى رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي اللَّيْلِ مُصَلِّيًا إِلَّا رَأَيْنَاهُ وَلَا نَشَاءُ أَنْ نَرَاهُ نَائِمًا إِلَّا رَأَيْنَاهُ
“Tidaklah kami bangun agar ingin melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam di malam hari mengerjakan shalat kecuali pasti kami melihatnya. Dan tidaklah kami bangun melihat beliau dalam keadaan tidur kecuali pasti kami melihatnya pula.”12

Ibnu Hajar menjelaskan,

إِنَّ صَلَاته وَنَوْمه كَانَ يَخْتَلِف بِاللَّيْلِ وَلَا يُرَتِّب وَقْتًا مُعَيَّنًا بَلْ بِحَسَبِ مَا تَيَسَّرَ لَهُ الْقِيَام

“Sesungguhnya waktu shalat malam dan tidur yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam berbeda-beda setiap malamnya. Beliau tidak menetapkan waktu tertentu untuk shalat. Namun beliau mengerjakannya sesuai keadaan yang mudah bagi beliau.”13

Waktu Utama untuk Shalat Tahajud

Waktu utama untuk shalat malam adalah di akhir malam. Dari Abu Hurairah, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

يَنْزِلُ رَبُّنَا تَبَارَكَ وَتَعَالَى كُلَّ لَيْلَةٍ إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِينَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ الآخِرُ فَيَقُولُ مَنْ يَدْعُونِى فَأَسْتَجِيبَ لَهُ وَمَنْ يَسْأَلُنِى فَأُعْطِيَهُ وَمَنْ يَسْتَغْفِرُنِى فَأَغْفِرَ لَهُ

“Rabb kami -Tabaroka wa Ta’ala- akan turun setiap malamnya ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir. Lalu Allah berfirman, “Siapa yang memanjatkan do’a pada-Ku, maka Aku akan mengabulkannya. Siapa yang memohon kepada-Ku, maka Aku akan memberinya. Siapa yang meminta ampun pada-Ku, Aku akan memberikan ampunan untuknya”.”14

Dari ‘Abdullah bin ‘Amr, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

إِنَّ أَحَبَّ الصِّيَامِ إِلَى اللَّهِ صِيَامُ دَاوُدَ وَأَحَبَّ الصَّلاَةِ إِلَى اللَّهِ صَلاَةُ دَاوُدَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ كَانَ يَنَامُ نِصْفَ اللَّيْلِ وَيَقُومُ ثُلُثَهُ وَيَنَامُ سُدُسَهُ وَكَانَ يَصُومُ يَوْمًا وَيُفْطِرُ يَوْمًا

“Sesungguhnya puasa yang paling dicintai di sisi Allah adalah puasa Daud15 dan shalat yang dicintai Allah adalah shalatnya Nabi Daud ‘alaihis salam. Beliau biasa tidur di separuh malam dan bangun tidur pada sepertiga malam terakhir. Lalu beliau tidur kembali pada seperenam malam terakhir. Nabi Daud biasa sehari berpuasa dan keesokan harinya tidak berpuasa.”16

‘Aisyah pernah ditanyakan mengenai shalat malam yang dilakukan oleh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. ‘Aisyah menjawab,

كَانَ يَنَامُ أَوَّلَهُ وَيَقُومُ آخِرَهُ ، فَيُصَلِّى ثُمَّ يَرْجِعُ إِلَى فِرَاشِهِ ، فَإِذَا أَذَّنَ الْمُؤَذِّنُ وَثَبَ ، فَإِنْ كَانَ بِهِ حَاجَةٌ اغْتَسَلَ ، وَإِلاَّ تَوَضَّأَ وَخَرَجَ

“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa tidur di awal malam, lalu beliau bangun di akhir malam. Kemudian beliau melaksanakan shalat, lalu beliau kembali lagi ke tempat tidurnya. Jika terdengar suara muadzin, barulah beliau bangun kembali. Jika memiliki hajat, beliau mandi. Dan jika tidak, beliau berwudhu lalu segera keluar (ke masjid).”17

Shalat Tahajud Ketika Kondisi Sulit

Bermunajatlah pada Allah di akhir malam ketika kondisi begitu sulit.

‘Ali bin Abi Tholib pernah menceritakan,

رَأَيْتُنَا لَيْلَةَ بَدْرٍ وَمَا مِنَّا إِنْسَانٌ إِلاَّ نَائِمٌ إِلاَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- فَإِنَّهُ كَانَ يُصَلِّى إِلَى شَجَرَةٍ وَيَدْعُو حَتَّى أَصْبَحَ وَمَا كَانَ مِنَّا فَارِسٌ يَوْمَ بَدْرٍ غَيْرَ الْمِقْدَادِ بْنِ الأَسْوَدِ

“Kami pernah memperhatikan pada malam Badar dan ketika itu semua orang pada terlelap tidur kecuali Rasulullah shallalahu ‘alaihi wa sallam. Beliau melaksanakan shalat di bawah pohon. Beliau memanjatkan do’a pada Allah hingga waktu Shubuh. Dan tidak ada di antara kami tidak ada yang mahir menunggang kuda selain Al Miqdad bin Al Aswad.”18 Dalam riwayat lain disebutkan,

يُصَلِّى وَيَبْكِى حَتَّى أَصْبَحَ

“Beliau melaksanakan shalat sambil menangis hingga waktu shubuh.”19

Jumlah Raka’at Shalat Tahajud yang Dianjurkan (Disunnahkan)

Jumlah raka’at shalat tahajud yang dianjurkan adalah tidak lebih dari 11 atau 13 raka’at. Dan inilah yang menjadi pilihan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam.

‘Aisyah mengatakan,

مَا كَانَ يَزِيدُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً ، يُصَلِّى أَرْبَعَ رَكَعَاتٍ فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ، ثُمَّ يُصَلِّى أَرْبَعًا فَلاَ تَسْأَلْ عَنْ حُسْنِهِنَّ وَطُولِهِنَّ ، ثُمَّ يُصَلِّى ثَلاَثًا

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah shalat malam di bulan Ramadhan dan bulan lainnya lebih dari 11 raka’at. Beliau melakukan shalat empat raka’at, maka jangan tanyakan mengenai bagus dan panjangnya. Kemudian beliau melakukan shalat empat raka’at lagi dan jangan tanyakan mengenai bagus dan panjangnya. Kemudian beliau melakukan shalat tiga raka’at.”20

Ibnu ‘Abbas mengatakan,

كَانَ صَلاَةُ النَّبِىِّ – صلى الله عليه وسلم – ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً . يَعْنِى بِاللَّيْلِ
“Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa melaksanakan shalat malam 13 raka’at. ”21

Zaid bin Kholid Al Juhani mengatakan,

لأَرْمُقَنَّ صَلاَةَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- اللَّيْلَةَ فَصَلَّى. رَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ طَوِيلَتَيْنِ طَوِيلَتَيْنِ طَوِيلَتَيْنِ ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَهُمَا دُونَ اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَهُمَا دُونَ اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَهُمَا دُونَ اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا ثُمَّ صَلَّى رَكْعَتَيْنِ وَهُمَا دُونَ اللَّتَيْنِ قَبْلَهُمَا ثُمَّ أَوْتَرَ فَذَلِكَ ثَلاَثَ عَشْرَةَ رَكْعَةً.

“Aku pernah memperhatikan shalat malam yang dilakukan oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Beliau pun melaksanakan 2 raka’at ringan. Kemudian setelah itu beliau laksanakan 2 raka’at yang panjang-panjang. Kemudian beliau lakukan shalat 2 raka’at yang lebih ringan dari sebelumnya. Kemudian beliau lakukan shalat 2 raka’at lagi yang lebih ringan dari sebelumnya. Beliau pun lakukan shalat 2 raka’at yang lebih ringan dari sebelumnya. Kemudian beliau lakukan shalat 2 raka’at lagi yang lebih ringan dari sebelumnya. Lalu terakhir beliau berwitir sehingga jadilah beliau laksanakan shalat malam ketika itu 13 raka’at.”22 Ini berarti Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam melaksanakan witir dengan 1 raka’at.23

Dari sini menunjukkan bahwa disunnahkan sebelum shalat malam, dibuka dengan 2 raka’at ringan terlebih dahulu. ‘Aisyah mengatakan,

كَانَ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- إِذَا قَامَ مِنَ اللَّيْلِ لِيُصَلِّىَ افْتَتَحَ صَلاَتَهُ بِرَكْعَتَيْنِ خَفِيفَتَيْنِ.

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam jika hendak melaksanakan shalat malam, beliau buka terlebih dahulu dengan melaksanakan shalat dua rak’at yang ringan.”24

Bolehkah Menambahkan Raka’at Shalat Malam Lebih Dari 11 Raka’at?

Al Qodhi ‘Iyadh mengatakan,

وَلَا خِلَاف أَنَّهُ لَيْسَ فِي ذَلِكَ حَدّ لَا يُزَاد عَلَيْهِ وَلَا يَنْقُص مِنْهُ ، وَأَنَّ صَلَاة اللَّيْل مِنْ الطَّاعَات الَّتِي كُلَّمَا زَادَ فِيهَا زَادَ الْأَجْر ، وَإِنَّمَا الْخِلَاف فِي فِعْل النَّبِيّ صَلَّى اللَّه عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَمَا اِخْتَارَهُ لِنَفْسِهِ

“Tidak ada khilaf bahwa tidak ada batasan jumlah raka’at dalam shalat malam, tidak mengapa ditambah atau dikurang. Alasannya, shalat malam adalah bagian dari ketaatan yang apabila seseorang menambah jumlah raka’atnya maka bertambah pula pahalanya. Jika dilakukan seperti ini, maka itu hanya menyelisihi perbuatan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dan menyelisihi pilihan yang beliau pilih untuk dirinya sendiri.”25

Ibnu ‘Abdil Barr mengatakan,

فلا خلاف بين المسلمين أن صلاة الليل ليس فيها حد محدود وأنها نافلة وفعل خير وعمل بر فمن شاء استقل ومن شاء استكثر

“Tidak ada khilaf di antara kaum muslimin bahwa shalat malam tidak ada batasan raka’atnya. Shalat malam adalah shalat nafilah (shalat sunnah) dan termasuk amalan kebaikan. Seseorang boleh semaunya mengerjakan dengan jumlah raka’at yang sedikit atau pun banyak.”26

Adapun dalil yang menunjukkan bolehnya menambah lebih dari 11 raka’at, di antaranya:
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya mengenai shalat malam, beliau menjawab,

صَلاَةُ اللَّيْلِ مَثْنَى مَثْنَى ، فَإِذَا خَشِىَ أَحَدُكُمُ الصُّبْحَ صَلَّى رَكْعَةً وَاحِدَةً ، تُوتِرُ لَهُ مَا قَدْ صَلَّى

“Shalat malam itu dua raka’at-dua raka’at. Jika salah seorang di antara kalian takut masuk waktu shubuh, maka kerjakanlah satu raka’at. Dengan itu berarti kalian menutup shalat tadi dengan witir.”27 Padahal ini dalam konteks pertanyaan. Seandainya shalat malam itu ada batasannya, tentu Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam akan menjelaskannya.

Lalu bagaimana dengan hadits ‘Aisyah,

مَا كَانَ يَزِيدُ فِى رَمَضَانَ وَلاَ غَيْرِهِ عَلَى إِحْدَى عَشْرَةَ رَكْعَةً

“Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak pernah menambah shalat malam di bulan Ramadhan dan bulan lainnya lebih dari 11 raka’at. ”28

Jawabannya adalah sebagai berikut:

Jika ingin mengikuti sunnah (ajaran) Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, maka mestinya mencocoki beliau dalam jumlah raka’at shalat juga dengan tata cara shalatnya.

Sedangkan shalat yang paling bagus, kata Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam adalah,

أَفْضَلُ الصَّلاَةِ طُولُ الْقُنُوت

“Shalat yang paling baik adalah yang paling lama berdirinya.”29

Namun sekarang yang melakukan 11 raka’at demi mencontoh Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukan lama seperti beliau. Padahal jika kita ingin mencontoh jumlah raka’at yang dilakukan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam seharusnya juga lama shalatnya pun sama.

Sekarang pertanyaannya, manakah yang lebih utama melakukan shalat malam 11 raka’at dalam waktu 1 jam ataukah shalat malam 23 raka’at yang dilakukan dalam waktu dua jam atau tiga jam?

Yang satu mendekati perbuatan Nabi shallalahu ‘alaihi wa sallam dari segi jumlah raka’at. Namun yang satu mendekati ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam dari segi lamanya. Manakah di antara kedua cara ini yang lebih baik?

Jawabannya, tentu yang kedua yaitu yang shalatnya lebih lama dengan raka’at yang lebih banyak. Alasannya, karena pujian Allah terhadap orang yang waktu malamnya digunakan untuk shalat malam dan sedikit tidurnya. Allah Ta’ala berfirman,

كَانُوا قَلِيلًا مِنَ اللَّيْلِ مَا يَهْجَعُونَ

“Di dunia mereka sedikit sekali tidur diwaktu malam.” (QS. Adz Dzariyat: 17)

وَمِنَ اللَّيْلِ فَاسْجُدْ لَهُ وَسَبِّحْهُ لَيْلًا طَوِيلًا

“Dan pada sebagian dari malam, maka sujudlah kepada-Nya dan bertasbihlah kepada-Nya pada bagian yang panjang dimalam hari.” (QS. Al Insan: 26)

Oleh karena itu, para ulama ada yang melakukan shalat malam hanya dengan 11 raka’at namun dengan raka’at yang panjang. Ada pula yang melakukannya dengan 20 raka’at atau 36 raka’at. Ada pula yang kurang atau lebih dari itu. Mereka di sini bukan bermaksud menyelisihi ajaran Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam. Namun yang mereka inginkan adalah mengikuti maksud Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam yaitu dengan mengerjakan shalat malam dengan thulul qunut (berdiri yang lama).

Sampai-sampai sebagian ulama memiliki perkataan yang bagus, “Barangsiapa yang ingin memperlama berdiri dan membaca surat dalam shalat malam, maka ia boleh mengerjakannya dengan raka’at yang sedikit. Namun jika ia ingin tidak terlalu berdiri dan membaca surat, hendaklah ia menambah raka’atnya.”

Mengapa ulama ini bisa mengatakan demikian? Karena yang jadi patokan adalah lama berdiri di hadapan Allah ketika shalat malam. -Demikianlah faedah yang kami dapatkan dari penjelasan Syaikh Musthofa Al ‘Adawi dalam At Tarsyid-30

Qodho’ bagi yang Luput dari Shalat Tahajud karena Udzur

Bagi yang luput dari shalat tahajud karena udzur seperti ketiduran atau sakit, maka ia boleh mengqodho’nya di siang hari sebelum Zhuhur.

‘Aisyah mengatakan,

أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- كَانَ إِذَا فَاتَتْهُ الصَّلاَةُ مِنَ اللَّيْلِ مِنْ وَجَعٍ أَوْ غَيْرِهِ صَلَّى مِنَ النَّهَارِ ثِنْتَىْ عَشْرَةَ رَكْعَةً.

“Sesungguhnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam, jika beliau luput dari shalat malam karena tidur atau udzur lainnya, beliau mengqodho’nya di siang hari dengan mengerjakan 12 raka’at.”31
‘Umar bin Khottob mengatakan bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,

مَنْ نَامَ عَنْ حِزْبِهِ أَوْ عَنْ شَىْءٍ مِنْهُ فَقَرَأَهُ فِيمَا بَيْنَ صَلاَةِ الْفَجْرِ وَصَلاَةِ الظُّهْرِ كُتِبَ لَهُ كَأَنَّمَا قَرَأَهُ مِنَ اللَّيْلِ

“Barangsiapa yang tertidur dari penjagaannya atau dari yang lainnya, lalu ia membaca apa yang biasa ia baca di shalat malam antara shalat shubuh dan shalat zhuhur, maka ia dicatat seperti membacanya di malam hari.”32

Demikian pembahasan ringkas kami mengenai shalat tahajud. Kami masih akan membahas kiat-kiat bangun shalat tahajud dan panduan shalat witir -insya Allah-. Semoga Allah mudahkan.
Semoga kita semakin terbimbing dengan sajian ringkas ini. Semoga Allah memudahkan kita untuk mengamalkan sekaligus merutinkannya.

Segala puji bagi Allah yang dengan nikmat-Nya segala kebaikan menjadi sempurna.


Footnote:
1 Lihat Shahih Fiqh Sunnah, Syaikh Abu Malik, 1/397, Al Maktabah At Taufiqiyah.
2 Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, Ibnu Katsir, 13/212, Maktabah Al Qurthubah.
3 Lihat Tafsir Al Qur’an Al ‘Azhim, 12/115.
4 Lihat Zaadul Masiir, Ibnul Jauzi, 7/166, Al Maktab Al Islami.
5 HR. Muslim no. 1163, dari Abu Hurairah.
6 Al Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al Hajjaj, 8/55, Dar Ihya’ At Turots Al ‘Arobi, Beirut, 1392
7 Lathoif Al Ma’arif, Ibnu Rajab Al Hambali, hal. 77, Al Maktab Al Islami, cetakan pertama, tahun 1428 H.
8 Lathoif Al Ma’arif, hal. 76.
9 Idem.
10 Lihat Al Irwa’ no. 452. Syaikh Al Albani mengatakan bahwa hadits ini hasan.
11 HR. Bukhari no. 3739, dari Hafshoh.
12 Shahih. HR. Bukhari no. 1141, An Nasai no. 1627 (ini lafazh An Nasai), At Tirmidzi no. 769. Lihat Shahih wa Dho’if Sunan An Nasai, Syaikh Al Albani, 4/271, Asy Syamilah.
13 Fathul Bari, Ibnu Hajar Al ‘Asqolani Asy Syafi’i, 3/23, Darul Ma’rifah Beirut, 1379.
14 HR. Bukhari no. 1145 dan Muslim no. 758, dari Abu Hurairah.
15 Sebagaimana dijelaskan oleh penulis Shahih Fiqh Sunnah -Syaikh Abu Malik- bahwa puasa Daud ini boleh dilakukan dengan syarat tidak sampai melalaikan yang wajib-wajib dan tidak sampai melalaikan memberi nafkah kepada keluarga yang menjadi tanggungannya. Lihat Shahih Fiqh Sunnah, Syaikh Abu Malik, 2/138, Al Maktabah At Taufiqiyah.
16 HR. Bukhari no. 1131 dan Muslim no. 1159, dari ‘Abdullah bin ‘Amr.
17 HR. Bukhari no. 1146, dari ‘Aisyah.
18 HR. Ahmad 1/138. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.
19 HR. Ahmad 1/125. Syaikh Syu’aib Al Arnauth mengatakan bahwa sanad hadits ini shahih.
20 HR. Bukhari no. 3569 dan Muslim no. 738.
21 HR. Bukhari no. 1138 dan Muslim no. 764.
22 HR. Muslim no. 765.
23 Lihat Al Muntaqo Syarh Al Muwatho‘, 1/280, Mawqi’ Al Islam.
24 HR. Muslim no. 767.
25 Al Minhaj Syarh Shahih Muslim bin Al Hajjaj, An Nawawi, 6/19, Dar Ihya’ At Turots Al Arobi Beirut, cetakan kedua, 1392.
26 At Tamhid, Ibnu ‘Abdil Barr, 21/69-70, Wizaroh Umum Al Awqof, 1387 dan Al Istidzkar, Ibnu ‘Abdil Barr, 2/98, Darul Kutub Al ‘Ilmiyyah, 1421 H.
27 HR. Bukhari no. 990 dan Muslim no. 749, dari Ibnu ‘Umar.
28 HR. Bukhari dan Muslim. Sudah lewat takhrijnya.
29 HR. Muslim no. 756, dari Jabir.
30 Lihat At Tarsyid, Syaikh Musthofa Al ‘Adawi, hal. 146-149, Dar Ad Diya’.
31 HR. Muslim no. 746.
32 HR. Muslim no. 747.
Print Friendly Version of this pagePrint Get a PDF version of this webpagePDF
READ MORE - Panduan Shalat Tahajud
Ronaldo Rozalino, S.Sn.,M.Pd
*TULISAN YANG SANGAT BAGUS UNTUK KITA SEMUA.......*

*TIDAK SEPANTASNYA KITA BERSELISIH....!!!*

Di saat seperti ini, bukan saatnya lagi kita berselisih, apakah harus tetap di rumah atau tetap ke masjid untuk shalat berjama'ah. Bukan, bukan itu pertanyaan besar yang harus kita tanyakan!

Seharusnya yang kita tanyakan, "Masih pantaskah kita berpecah belah di tengah meluasnya wabah?!"

Seharusnya yang kita tanyakan, "Masih harus kah kita bercerai berai di tengah banyaknya air mata yang terburai?!"

Wahai saudaraku, tak sadarkah kalian, bukan kalian saja yang bersedih hati! Kita semua merasakan kesedihan yang sama dalam masalah yang berbeda-beda.

~. *KAMI YANG TETAP KE MASJID*

Taukah kalian, bagi kami yang tetap melangkahkan kaki kami ke masjid, bukan semata-mata ingin melakukan ibadah dan mengikuti sunnah. Namun kami mencoba bermunajat bersama-sama demi diangkatnya musibah. Maka dari itulah, sebagian kami melakukan qunut nazilah saat shalat berjama'ah.

Bagi kami yang tetap ke masjid, kami bersedih karena rumah Kekasih kami perlahan menjadi sepi, padahal tempat-tempat hiburan di tengah kota seperti tempat Karaoke dan Bioskop, sebagiannya masih ramai dipadati. Padahal, tempat ibadah tentu lebih baik dan utama untuk dikunjungi. Kata teladan kami, Rasulullah ﷺ,

مِنْ حُسْنِ إِسْلَامِ الْمَرْءِ تَرْكُهُ مَا لَا يَعْنِيهِ

"Di antara tanda baiknya Islam seseorang, adalah meninggalkan hal-hal yang tak bermanfaat baginya." (HR. Tirmidzi no. 2239 dan Ibnu Majah no. 3966)

Sudahlah, hentikan memaki kami dengan hal-hal yang tak kalian mengerti. Karena cinta kami pada masjid, sudah sangat terpatri di hati.

Tak bolehkah kami mengikuti shahabat Nabi, Abu Ubaidah Al jarrah رضي اللّٰه تعالى عنه yang tetap bertahan hingga akhirnya mati syahid di tengah wabah yang ganas menjangkit?!

Karena, meski pun ada resiko kematian yang akan mengintai kami, namun tak bolehkah kami berharap mati syahid sebagaimana shahabat Rasulullah di atas?! Bukankah Rasulullah ﷺ bersabda,

مَا مِنْ عَبْدٍ يَكُونُ فِي بَلَدٍ يَكُونُ فِيهِ وَيَمْكُثُ فِيهِ لَا يَخْرُجُ مِنْ الْبَلَدِ صَابِرًا مُحْتَسِبًا يَعْلَمُ أَنَّهُ لَا يُصِيبُهُ إِلَّا مَا كَتَبَ اللَّهُ لَهُ إِلَّا كَانَ لَهُ مِثْلُ أَجْرِ شَهِيدٍ

“Dan tidaklah seorang hamba di suatu negeri yang terkena penyakit tha'un dan ia tinggal di sana, ia tidak mengungsi dari negeri itu dengan sabar dan mengharap pahala di sisi ALLAH, ia sadar bahwa tak akan menimpanya selain yang telah digariskan-NYA baginya, selain baginya pahala seperti pahala syahid." (HR. Bukhari no. 6129 dan Ahmad no. 24056)

Saya sangat berharap, bahwa kalian yang memilih tetap melaksanakan shalat berjama'ah dan shalat Jum'at di masjid, apabila ALLAH ﷻ menakdirkan bagi kalian wafat karena virus ini, mudah-mudahan kalian bisa mendapatkan predikat mati syahid.

~. *KAMI YANG MEMILIH SHALAT DI RUMAH*

Namun, taukah juga kalian, bukan pula berarti, bagi kami yang memilih untuk tetap di rumah selama masa inkubasi, artinya kami takut mati. Bukan berarti kami yang tetap di rumah selama masa inkubasi, artinya kami tak punya rasa sedih.

Kami yang memilih untuk tinggal di rumah, turut bersedih karena harus berpisah sementara dengan rumah Sang Kekasih sejati. Kami yang memilih tetap di rumah, turut bersedih karena harus menahan diri untuk tidak bertemu dengan sahabat-sahabat kami yang shalih.

Kami yang memilih tetap di rumah, mengupayakan agar virus ini tidak semakin mewabah. Karena kami peduli dengan kesehatan kalian semua, bukan semata ingin menyelamatkan diri sendiri. Begini lah yang dilakukan shahabat Amr bin Ash رضي اللّٰه تعالى عنه dan rakyat Syams ketika di masa kekhalifahan Umar bin Khaththab رضي اللّٰه تعالى عنه terjadi wabah tha’un yang menewaskan sekitar 20 ribu jiwa, hampir separuh dari jumlah penduduk Syams kala itu.

Kami yang memilih tetap di rumah, juga tetap bermunajat kepada ALLAH ﷻ agar segera menyudahi wabah ini, demi kebaikan kita bersama.

Jangan lah ada di dalam hati kalian rasa benci terhadap kami. Apalagi menuduh kami sebagai orang munafik dan antek PKI. Jelas ini adalah tuduhan yang amat keji. Apalagi mendoakan kami mati karena terjangkit virus ini. Alangkah lebih baiknya bagi kalian untuk senantiasa mendoakan kebaikan bagi semua. Karena doa kalian kepada saudara kalian, adalah doa kalian kepada diri kalian sendiri.

مَا مِنْ عَبْدٍ مُسْلِمٍ يَدْعُو لِأَخِيهِ بِظَهْرِ الْغَيْبِ إِلَّا قَالَ الْمَلَكُ وَلَكَ بِمِثْلٍ

“Tidak ada seorang muslim pun yang mendoakan kebaikan bagi saudaranya (sesama muslim) yang berjauhan, melainkan malaikat akan mendoakannya pula, 'Dan bagimu kebaikan yang sama.” (HR. Muslim no. 4912)

Tak bisa kah kalian berpikir positif bahwa kami hanya mengikuti ahli ilmu di antara kami, yang telah mengeluarkan fatwa tentang hal ini?! Sungguh Maha Benar ALLAH ﷻ yang telah berfirman,

فَاسْأَلُوا أَهْلَ الذِّكْرِ إِنْ كُنْتُمْ لَا تَعْلَمُونَ

"Maka bertanyalah pada ahli dzikir (ahli ilmu), jika kalian tidak mengetahui." (QS. Al Anbiya: 7)

Atau kalian tak punya rasa husnuzhan pada ulama dan menuduh mereka lebih takut pada Corona daripada kepada ALLAH ﷻ?! Padahal ALLAH sendiri telah berfirman,

إِنَّمَا يَخْشَى اللَّهَ مِنْ عِبَادِهِ الْعُلَمَاءُ

"Sesungguhnya yang paling takut kepada ALLAH di antara hamba-NYA adalah para ulama." (QS. Fathir: 28)

Jangan lah keangkuhan dan ketidaktahuan kita, membuat lisan kita mudah mencela. Jangan pula semangat kita dalam melawan ketakutan, membuat kita malah mudah memandang orang yang berbeda dengan pandangan yang rendah.

Kami yang berdiam di rumah, bukannya tidak mengetahui, bahwa,

صَلَاةُ الْجَمَاعَةِ تَفْضُلُ صَلَاةَ الْفَذِّ بِسَبْعٍ وَعِشْرِينَ دَرَجَةً

"Shalat berjama'ah itu lebih utama 27 derajat dari Shalat sendirian." (HR. Bukhari no. 609 dan Muslim no. 1038)

Namun Rasulullah ﷺ juga memerintahkan kita untuk berikhtiar menjauhi wabah sebisa mungkin. Makanya beliau bersabda,

و فِرَّ مِنَ المجذومِ كما تَفِرُّ مِنَ الأسدِ

"Dan larilah kalian dari kusta sebagaimana kalian lari dari singa!" (HR. Bukhari no. 5707)

Tawakkal itu bukan berarti kita bisa pasrah tanpa ada usaha. Dahulu di zaman Nabi ﷺ, ada seorang shahabat yang hendak meninggalkan untanya begitu saja tanpa diikat, dengan alasan untuk ber-tawakkal kepada ALLAH ﷻ. Namun Nabi ﷺ malah bersabda,

اعْقِلْهَا وَتَوَكَّلْ

"Ikatlah lalu ber-tawakkal lah! " (HR. At Tirmidzi no. 2441)

Tak bolehkah kami melakukan daya upaya demi menghindari bahaya yang lebih besar? Bukankah dalam kaidah fiqh disebutkan,

درأ المفاسد مقدم على جلب المصالح

"Menolak mafsadat lebih didahulukan dari mengambil manfaat."

Seandainya banyak di antara kami yang malah mati, bukankah masjid pun akan semakin sepi nanti?!

Kami tak lebih hanya mengikuti himbauan dari para pemimpin kami. Himbauan pemimpin kami yang mengikuti himbauan dari para ahlul 'ilmi. Bukan kah kata Imam Ibnul Qayyim Al Jauziyah رحمه اللّٰه تعالى,

فكما أن طاعة العلماء تبع لطاعة الرسول، فطاعة الأمراء تبع لطاعة العلماء، ولما كان قيام الإسلام بطائفتي العلماء والأمراء

"Sebagaimana menaati ulama mengikuti ketaatan pada Rasulullah, maka taat kepada umara' (pemerintah) mengikuti ketaatan kepada ulama. Dikarenakan penegakan Islam dilakukan oleh dua golongan yakni ulama dan umara'.” (I'lamul Muwaqqi'in 'an Rabbul 'aalamin: 2/16)

Maka sudahilah merendahkan dan meremehkan upaya kami. Jangan ada lagi yang menuduh kami menjauhi ALLAH ﷻ meski untuk sementara waktu, tidak lagi hadir di rumah-rumah-NYA yang mulia.

Jangan pula menuduh ulama kami bersepakat dalam kebathilan, karena apa yang mereka lakukan adalah ijtihad. Apabila ijitihad-nya benar, maka mereka akan mendapatkan dua pahala. Apabila mereka ijtihad-nya salah, mereka tetap mendapatkan satu pahala. Akan tetapi, apa yang akan kalian dapatkan dari cemoohan dan celaan kalian terhadap fatwa mereka, selain dosa?!

Saya sangat berharap, bagi kaum Muslimin yang memilih tidak ke masjid dalam beberapa waktu ke depan karena udzur ini, semoga ALLAH ﷻ senantiasa menjaga kalian dan kalian tetap bisa mendapatkan pahala yang sama sebagaimana dulunya kalian tetap ke masjid. Hal ini sesuai dengan apa yang Rasul-NYA sabdakan,

إِذَا مَرِضَ الْعَبْدُ أَوْ سَافَرَ كُتِبَ لَهُ مِثْلُ مَا كَانَ يَعْمَلُ مُقِيمًا صَحِيحًا

"Jika seorang hamba sakit atau bepergian (lalu beramal) ditulis baginya (pahala) seperti ketika dia beramal sebagai muqim dan dalam keadaan sehat." (HR. Bukhari no. 2774 dan Ahmad no. 18848)

~. *MEREKA YANG MASIH BEKERJA DI LUAR*

Ada di antara manusia yang masih berjuang demi kehidupan keluarganya dengan mempertaruhkan nyawanya sendiri. Yakni mereka yang masih mencari nafkah tanpa lagi peduli, bahwa virus Corona ini senantiasa mengintai di sekitar mereka.

Mereka tetap keluar mencari nafkah demi piring-piring nasi keluarganya yang harus mereka isi.

Tidakkah kalian berempati pada nasib mereka, yang apabila mereka tetap di rumah, bisa saja mereka selamat dari virus Corona, tapi apa mereka sanggup menahan perut-perut mereka yang terus meronta karena tak mendapat asupan makanan?!

Apalagi, sebagian dari mereka, menjual apa yang sehari-hari dibutuhkan masyarakat lainnya yang tetap di rumah. Mereka rela masih berjual-beli di kerumunan pasar, agar tetap ada suplai kebutuhan pokok kalian yang memilih tetap di rumah. Atas izin ALLAH ﷻ, keberadaan mereka di luar sana, bisa menjadi sebab kalian yang di rumah masih bisa memasak dan menikmati makanan untuk keberlangsungan hidup kalian.

Masih pantaskah kita berdebat tentang kondisi kita sendiri, sementara banyak di antara saudara kita yang bahkan konidisinya tak memungkinkan untuk hanya berdiam diri di dalam rumah?!

Belum lagi nasib petugas serta relawan kesehatan dan kemanusiaan. Mereka rela harus tetap berada di luar demi mengatasi wabah yang mendunia ini.

Mereka rela meluangkan banyak waktunya untuk menangani kebutuhan medis sebagian saudara kita yang terkena wabah.

Mereka rela berpisah sementara dari keluarga yang mereka sayangi, demi kita semua!

Mereka harus berani menghadapi resiko besar tertular virus dalam rangka menangani wabah mematikan ini.

Masih kah kita tega berdebat akan apa yang menjadi pilihan kita, sementara mereka yang menjadi garda terdepan dalam melawan virus ini, hampir-hampir kehilangan pilihan pribadinya?!

Mereka sedang berjuang untuk kita. Tak bisakah kita menahan lisan kita untuk tidak lagi saling menggunjing pilihan masing-masing dan turut fokus mendukung perjuangan mereka di luar sana?!

Mereka lebih layak takut daripada kita. Mereka lebih layak mendapatkan dukungan daripada kita. Mereka lebih layak dilindungi, didoakan dan dibantu. Mereka boleh jadi lebih mulia kedudukannya daripada kita. Namun mereka tak pernah memperdebatkan apa yang hari ini menjadikan hati kita berpecah serta menjadikan barisan kita melemah.

Saya berharap ALLAH ﷻ melapangkan rizqi mereka, memudahkan urusan-urusan mereka dan mengganjar mereka dengan pahala yang berlipat ganda.

*KABAR GEMBIRA UNTUK KAUM MUSLIMIN*

Hendaknya, ujian kali ini bisa menjadikan kita bersatu dalam berperan positif mencegah dan mengatasi penyebaran virus yang ada.

Dan jadikan moment ini sebagai moment untuk ber-muhasabah. Hisablah dosa-dosa kita sendiri. Jangan-jangan karena dosa dan maksiat kita sendiri lah, ujian ini melanda. ALLAH ﷻ berfirman,

وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ

“Dan apa saja musibah yang menimpa kamu maka adalah disebabkan oleh perbuatan tanganmu sendiri, dan ALLAH memaafkan sebagian besar (dari kesalahan-kesalahanmu).” (QS. Asy Syuraa: 30)

Perbanyaklah memohon ampunan kepada ALLAH ﷻ. Siapa tahu, dari istighfar dan taubat kita ini, ALLAH memberikan jalan keluar dari setiap masalah yang dihadapi, sebagaimana firman-NYA,

وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُعَذِّبَهُمْ وَأَنْتَ فِيهِمْ وَمَا كَانَ اللَّهُ مُعَذِّبَهُمْ وَهُمْ يَسْتَغْفِرُونَ

“Dan ALLAH sekali-kali tidak akan mengadzab mereka, sedang kamu berada di antara mereka. Dan tidaklah (pula) ALLAH akan mengazab mereka, sedang mereka meminta ampun.” (QS. Al-Anfal: 33)

Tak perlu takut berlebihan dan jangan juga meremehkan. Karena segala sesuatu tentu sudah diatur oleh-NYA. Ber-husnuzhan lah kepada ALLAH ﷻ, karena kata Nabi ﷺ,

مَا أَنْزَلَ اللَّهُ دَاءً إِلَّا أَنْزَلَ لَهُ شِفَاءً

"Tidaklah ALLAH menurunkan suatu penyakit, kecuali DIA pula yang menurunkan obatnya." (HR. Bukhari no. 5246, Abu Daud no. 3357 dan Ibnu Majah no. 3429)

Bersabarlah wahai saudara-saudaraku yang kucintai. Karena sesungguhnya setiap keadaan adalah baik bagi kaum Muslimin. Sesuai sabda Rasulullah صلى اللّٰه عليه و سلم,

عَجَبًا لِأَمْرِ الْمُؤْمِنِ إِنَّ أَمْرَهُ كُلَّهُ خَيْرٌ وَلَيْسَ ذَاكَ لِأَحَدٍ إِلَّا لِلْمُؤْمِنِ إِنْ أَصَابَتْهُ سَرَّاءُ شَكَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ وَإِنْ أَصَابَتْهُ ضَرَّاءُ صَبَرَ فَكَانَ خَيْرًا لَهُ

"Perkara orang mukmin itu mengagumkan, sesungguhnya semua keadaannya baik dan itu tidak dimiliki seorang pun selain orang mukmin. Bila tertimpa kesenangan, ia bersyukur dan syukur itu baik baginya dan bila tertimpa musibah, ia bersabar dan sabar itu baik baginya." (HR. Muslim)

Dan sesuai janji ALLAH ﷻ dalam firman-NYA,

يَٰٓأَيُّهَا ٱلَّذِينَ ءَامَنُوا۟ ٱسْتَعِينُوا۟ بِٱلصَّبْرِ وَٱلصَّلَوٰةِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ مَعَ ٱلصَّٰبِرِينَ

"Waha orang-orang beriman, mintalah pertolongan dengan sabar dan shalat, sesungguhnya ALLAH bersama orang-orang yang bersabar." (QS. Al Baqarah: 153)

Mari kita satukan kembali hati kita yang berserakan. Jauhkan diri dari rasa dengki dan benci. Kita sama-sama berupaya dengan segala sarana yang ALLAH telah jadikan sebab, sembari terus bertawakkal kepada-NYA. Kita melangkah bersama untuk mendukung setiap gerakan positif yang dilakukan saudara-saudara kita, demi kebaikan yang akan kita tuai bersama.

بارك اللّٰه فيكم جميعًا

Source: Grup WA

Salam Dakwah  & Syiar Islam
My  Website : ronaldorozalino.blogspot.com

READ MORE - *TULISAN YANG SANGAT BAGUS UNTUK KITA SEMUA.......* *TIDAK SEPANTASNYA KITA BERSELISIH....!!!*
Ronaldo Rozalino, S.Sn.,M.Pd
_Pemikiran Menarik.._
*MASJID STERIL COVID-19*
                   Oleh :
          *Hamka.Suyana,*
 Motivator ilmu Manajemen Sasyuik (sabar.syukur.ikhlas)

_Pro kontra penutupan masjid gara² wabah corona masih viral & jadi bahan pembicaraan. Masing² beradu dalil sbg dasar argumentasi._

_Pihak yg pro penutupan masjid beralasan utk berjaga² & waspada, tdk ingin masjid menjadi pusat penyebaran wabah corona. Sebaliknya, yg kontra menentang penutupan masjid krn alasan ibadah._

Saya tdk ingin menyoroti pro kontra tsb. Saya ingin mengungkapkan pemikiran yg saat ini jarang sekali dibahas yaitu: *"Benarkah masjid menjadi tempat RAWAN utk penularan covid 19 ? Atau justru sebaliknya ? Masjid menjadi tempat PALING AMAN utk penularan covid 19 ?"*

_Saya yakin seyakin²nya, bhw masjid menjadi TEMPAT.PALING.AMAN bagi penularan. Keyakinan saya ada dasarnya & sangat mendasar._

_*A. KEAJAIBAN MASJID*_
1. *Masjid disebut Rumah Allah*.
Org yg ke masjid utk beribadah disebut tamu Allah. Logikanya, sang tamu akan dijaga, diawasi, dilindungi oleh Sang Pemilik Rumah. Mustahil seorg tamu yg sdg bertamu ke rmh Allah dibiarkan celaka akibat serangan corona. Sang Pemilik Rumah Maha tahu & Maha Mengatur makhlukNya yg super nano bernama virus corona. Bagi Sang Pemilik Rumah tentu sangat mudah utk memerintah atau menahan virus corona agar tdk masuk Rumah Allah. Hal itu tentu sangat mudah bagi Allah. Lagi pula, mustahil Allah membiarkan para hamba yg menyembah kpdNya di Rmh Allah celaka terpapar corona. Apabila menggunakan bernalar menggunakan logika iman, pasti meyakini hal itu tdk mungkin hal itu terjadi.

*Lalu mengapa harus khawatir akan terpapar corona ? Itu sama artinya, sadar atau tdk, telah mencurigai Sang Pemilik Rumah tdk mampu melindungi & memberi rasa aman kepada para tamunya.*

2. *Tata tertib masuk Rumah Allah menjadikan virus corona sulit masuk masjid.* Tata tertibnya dmkn : Seblm masuk masjid, para tamu Allah pasti sdh dlm kondisi berwudhu. Itu artinya, andaikata ada virus yg menempel pd anggota badan yg harus diwudhui, niscaya si virus sdh hanyut terbawa limbah air wudhu. Misal ada yg bertanya dmkn. *Bgmn jk ada tamu Allah yg sdh terpapar corona ikut shalat berjamaah ?*
Janji Allah pd surah Ath.Thalaq : 2-3 pasti ditepati _*"Barangsiapa bertakwa kpd Allah niscaya Dia akan membukakan jalan keluar baginya & memberinya rezki dari arah yg tdk disangka²nya."*_
Janji Allah ini pasti ditepati utk memberi jalan keluar & memberi rezeki yg tak disangka²nya berupa KESEHATAN bagi hamba Nya yg barangkali sdh terpapar corona.

3. *Rahasia meluruskan & merapatkan barisan pd shalat jamaah.* Setiap perintah ibadah selain mengandung pahala, pasti ada rahasia kemanfaatan dlm kehidupan. Shaf yg lurus & rapat serta khusyuk pd masing² jamaah akan terjadi interaksi gelombang elektromagnetik ilahiyah yg panjang gelombangnya sangat pendek & saling mengait kmdn saling menguatkan utk memberi penguatan pd hati para jamaah. Dampaknya, para jamaah akan merasakan ketenteraman & tdk menutup kemungkinan akan muncul energi biolistrik yg akan menjadi obat penyembuh.

4. *Rumah Allah yg senantiasa dimakmurkan dgn salat berjamaah, dlm perlindungan Allah dari amukan bencana.* Menurut teori fisika kuantum ada yg disebut Hukum Tarik-Menarik (LOA) yg menyatakan, _*"Sesuatu akan menarik pd dirinya segala hal yg satu sifat dengannya."*_

Penjelasannya dmkn. Apabila ada yg takut terjangkit virus corona & ketakutan itu sdh memasuki alam bawah sadarnya, maka meski pun dia sdh menggunakan SOP pencegahan virus corona, pd suatu saat ketika tiba limit waktu *detik lengah* si dia pasti akan terpapar jg.

Sebaliknya, bila Anda dtg ke masjid merasa berada di tempat paling aman & haqul yakin, Allah pasti melindungi, maka hukum LOA akan berlaku. Andaikata Anda berada di episentrum corona, yakinlah covid 19 tak akan mencelakai Anda. Sebab, pd saat keyakinan hati mencapai kadar maksimal, hormon.endorfeen & serotonin diproduksi lebih banyak dari otak yg bermanfaat utk memperbanyak & memperkuat antibody makrofag & mikrofag. Antibody inilah yg akan memakan virus yg masuk ke tubuh, termasuk covid 19.

Dlm hadits qudsi, Allah berfirman, _*"Aku mengikuti sangkaan hambaKu kpdKu"*_
Sangka'an atau prasangka kpd Allah adlh aktivasi hati atau perasaan yakni *"Yg akan terjadi dlm kenyataan adlh YG DIRASAKAN ketika MEMIKIRKAN sesuatu."*

Kembali pd topik di atas ! Energi vibrasi ilahiyah yg dihasilkan dari ibadah khusyuk pd masjid yg makmur jamaahnya, tetap mengendap di masjid. Energi vibrasi ilahiyah inilah yg memancarkan keberkahan bagi lingkungan masjid & atas kehendak Allah akan dimunculkan menjadi pelindung & penyelamat masjid serta yg berada di dlmnya apabila terjadi bencana.

*Sdh tak terhitung bukti yg ditunjukkan Allah. Setiap terjadi bencana spt tsunami, muncul keajaiban yakni banyak masjid yg tetap berdiri kokoh, smntra semua bangunan di sekitarnya luluh lantak disapu bencana.*

Logika keimanan menghadapi wabah corona mestinya dmkn. Pd saat terjadi bencana dahsyat, Allah selalu menunjukkan Maha kuasanya melindungi masjid. Tentunya pd saat terjadi bencana corona, Allah pasti menyelamatkan masjid, agar menjd tempat aman & steril dari covid 19.

Namun yg terjadi saat ini adlh ironi. Pd saat terjadi bencana alam, umat manusia *lari menuju Rumah Allah utk berlindung.* Tapi kini, pd saat Allah memberikan peringatan terjadinya wabah corona, justru umat Islam mencurigai masjid, shg *lari menjauh dari Rumah Allah.*

_*B. KEAJAIBAN.WUDHU*_
Menurut teori kesehatan, covid 19 sebenarnya virus yg lemah. Virus ini mudah mati. Kena air es mati, kena air panas mati, kena sengatan sinar matahari mati, kena pembersih mati.
Kmdn cara masuk kedlm tubuh manusia cuma lewat mulut & hidung. Itupun tdk langsung masuk ke paru² akan bertahan di hidung hingga 3-4 jam. Tinggal di tenggorokan hingga beberapa hari. Kalaupun berhasil masuk ke sistem pernapasan jg tdk mesti berbahaya. Ia akan diserang & dimakan oleh anti.body yg bernama makro.fag & mikro.fag.

*Nah bgmn cara paling efektif utk mencegah virus corona masuk ke tubuh ?* Ajaran Islam luar biasa. Salah satunya adlh berwudhu. Ttg keutamaan wudhu ditinjau dari ilmu kesehatan sdh banyak disampaikan oleh para pakar di bidangnya.

Saya hanya akan menyampaikan keutamaan wudhu, sbg benteng paling ampuh utk menangkal masuknya virus corona.

Diantara sunah berwudhu adlh berkumur & menghirup air lewat hidung. Sungguh luar biasa hikmah kedua sunah tsb yg terbukti saat ini. Virus corona masuk ke dlm tubuh hanya melalui 2 lubang yaitu mulut & hidung. Sunah wudhu antara lain berkumur & menghirup air lewat hidung. Berarti 2 sunah tsb memiliki rahasia besar yg disiapkan Allah pd suatu saat akan menjadi penangkal masuknya virus yg berbahaya & kini rahasia itu dibuka oleh Allah lewat bencana corona.

Mengerjakan wudhu sesuai tuntunan, disebutkan oleh Rasulullah SAW kelak di akhirat akan menjadi pelindung dari jilatan api neraka.

Nah, berwudu waktu di dunia saja, buahnya bisa dipetik nun jauh di akhirat sana, yakni selamat dari jilatan api neraka. Tentunya manfaat itu diberikan pula skrg. Api neraka saja bisa dilindungi dgn wudhu, apalagi utk menghadapi serangan virus. Pastilah Allah memberikan bukti mamfaatnya secara kontan.

Kembali pada masjid. Heboh wabah corona, menurut pendpt saya adlh uji pembuktian cinta kpd masjid. Org yg sdh jatuh cinta pd sesuatu pasti akan berjuang bersanding dgn yg dicintai, walaupun kondisi yg dicintai sdg bermasalah. Dmkn jg dgn kecintaan kpd masjid. Masak cuma krn *BERPRASANGKA bhw masjid akan menjd tempat menyebarnya covid 19 kmdn meninggalkan Rumah Allah❗ Itukah yg disebut cinta sejati pd masjid ❓*

Adikarto, malam Jumat, 27-03-2020

_*✍ Hamka.Suyana*_
READ MORE - Pemikiran Menarik :MASJID STERIL COVID-19* Oleh : Hamka.Suyana
Ronaldo Rozalino, S.Sn.,M.Pd
PEMBAHASAN TERPERINCI TENTANG MAQASHID SYAR'I DAN HARAMNYA MENGHENTIKAN FUNGSI MASJID

Prof. Dr. Hakim Al-Mathiri


Pertanyaan:

Assalamu alaikum wa rahmatullah wa barakatuh

Syaikhana Al-Karim...

Terkait komentar Anda terhadap fatwa larangan shalat lima waktu di masjid-masjid dalam rangka mencegah persebaran virus, tidakkah fatwa-fatwa tersebut sesuai dengan kaidah "mencegah mafsadat lebih besar"? Terlebih, bisa jadi seseorang menjadi carier penyakit ini, namun tidak menyadarinya sehingga ia tetap shalat bersama masyarakat yang mana bisa menyebabkan tersebarnya virus?

Jawaban:

Wa alaikumus salam wa rahmatullah wa barakatuh

Hayyaakallah...

Siapa yang memahami hakikat Islam, Iman, dan Tauhid tentu mengerti kebatilan fatwa tentang penutupan masjid dan pelarangan shalat lima waktu karena kekhawatiran akan penyakit.

Ini tidak akan dibenarkan oleh siapa yang mengerti prinsip-prinsip ajaran Islam, apalagi hukum-hukum fikihnya! Fatwa tersebut terjadi karena pengaruh paradigma Barat yang sekuler dan materialistis, yang memandang manusia sebagai komoditas yang dikhawatirkan musnah serta kekhawatiran akan kerugian materi yang akan menjadi beban negara atas nama sosialisme atau paradigma yang menganggapnya sebagai tuhan selain Allah atas nama liberalisme. Akibatnya, bagi orang-orang seperti mereka itu, kehidupan dunia dan kemaslahatannya lebih penting daripada kemaslahatan  agama, iman, dan akhirat sebagaimana ditetapkan oleh Islam yang telah mensyariatkan jihad fi sabilillah untuk menegakkan hukum-hukumnya, meski dengan pengorbanan jiwa.

وقاتلوهم حتى لا تكون فتنة ويكون الدين كله لله

"Perangilah mereka sehingga tidak terjadi fitnah dan agama seluruhnya hanya milik Allah."

ومن أظلم ممن منع مساجد الله أن يذكر فيها اسمه

"Siapakah yang lebih zhalim daripada siapa yang melarang masjid-masjid Allah untuk digunakan berdzikir menyebut nama-Nya?"

Para fukaha bersepakat bahwa hifzhud din (menjaga agama) adalah dharuriyat yang paling utama, di antara lima dharuriyat. Baru sesudah itu hifzhun nafs (menjaga jiwa). Menjalankan hukum-hukum Islam merupakan prinsip agama walaupun harus dilakukan melalui jihad fi sabilillah yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa.

Salah satunya adalah melaksanakan zikrullah di masjid-masjid dan rumah-rumah Allah serta memakmurkannya dengan shalat fardhu lima waktu, shalat Jumat, dan shalat jamaah, baik dengan amalan-amalan fardhu ain maupun fardhu kifayah.

Ibnu Taimiyah berkata dalam Majmu'ul Fatawa XXXI/255 :

لا يحل إغلاق المساجد عما شرعت له.

"Haram menutup masjid-masjid untuk pelaksanaan amalan-amalan yang untuk itu disyariatkan pembangunan masjid."

Al-Aini berkata dalam Al-Binayah Syarhul Hidayah lil Marghinani fi Fiqhil Hanafiyah, II/470:

و يكره أن يغلق باب المسجد لأنه يشبه المنع من الصلاة

"Dimakruhkan mengunci pintu masjid karena seakan-akan itu merupakan larangan shalat."

Artinya, mengunci pintu masjid mirip dengan tindakan melarang, sehingga dimakruhkan. Berdasarkan firman Allah Ta'ala:

وَمَنْ أَظْلَمُ مِمَّن مَّنَعَ مَسَاجِدَ اللّهِ أَن يُذْكَرَ فِيهَا اسْمُهُ﴾..).

"Siapakah yang lebih zhalim daripada orang yang melarang berzikir mengingat Allah di masjid-masjid Allah?"

Pada tahun 1316, para ulama Mesir ditanya tentang hukum larangan beribadah haji dari Mesir dikarenakan adanya wabah penyakit di Hijaz. Mereka secara ijmak memfatwakan haramnya melarang pelaksanaan ibadah haji. Disebutkan dalam Majalah Al-Manar, II/30:

"Dewan Pertimbangan telah mengadakan pertemuan untuk membahas larangan berhaji yang menurut Dewan Kesehatan mendesak diberlakukan demi mencegah penularan wabah dari negeri Hijaz ke Mesir.

Berhubung larangan berhaji adalah larangan terhadap salah satu  pilar Islam yang sangat prinsipil maka Dewan Pertimbangan tidak akan memberlakukan usulan tersebut kecuali setelah meminta fatwa para ulama.

Oleh karena itu, Ketua Dewan Pertimbangan mengundang Yang Mulia Hakim Agung Mesir serta Syaikhul Azhar dan Mufti Negeri Mesir,  Syaikh Abdurrahman Nawawi Mufti Haqani, dan Syaikh Abdul  Qadir  Rafii Mantan Ketua Majelis Ilmu, untuk menghadiri pertemuan. Mereka pun hadir dan membahas persoalan ini dengan Dewan Pertimbangan.

Usai pertemuan, mereka berkumpul dan bersepakat untuk menulis dan mengirimkan fatwa berikut kepada Dewan Pertimbangan. Bunyi fatwa tersebut:

========================

الحمد لله وحده..

Tidak seorang pun ulama yang menyebutkan bahwa syarat wajibnya pelaksanaan haji adalah tidak adanya wabah penyakit di negeri Hijaz. Maka adanya wabah tidak menghalangi kewajiban melaksanakan haji bagi yang mampu. Atas dasar hal tersebut, tidak boleh memberlakukan larangan bagi siapa yang ingin berangkat haji ketika ada wabah penyakit selama ia mampu berhaji.

Adapun larangan datang ke kawasan yang terkena wabah sebagaimana terdapat dalam hadits harus dimaknai apabila tidak bertentangan dengan kepentingan yang lebih kuat, seperti melaksanakan amalan fardhu, sebagaimana hal tersebut bisa disimpulkan dari perkataan para ulama.

Selain itu, larangan masuk dan keluar mengikuti keyakinan orang yang ingin masuk dan keluar tersebut, sebagaimana bisa dipahami dari perkataan penulis kitab Tanwirul Abshar Matnu Ad-Durril Mukhtar. Ia mengatakan, "Apabila seseorang keluar dari sebuah negeri yang terkena wabah -jika ia mengetahui bahwa segala sesuatu terjadi dengan takdir Allah Ta'ala maka ia boleh keluar dan masuk. Tetapi jika ia merasa bahwa apabila ia keluar niscaya selamat dan apabila masuk niscaya terkena wabah, maka hal tersebut dimakruhkan sehingga ia tidak boleh masuk atau keluar."

Pernyataannya itu dikuatkan oleh pensyarahnya, yaitu As-Sindiy. Wallahu a'lam.

2 Dzulqa'dah 1316 H.

======================

Cara pandang Barat yang materialistis telah mendominasi dalam penyikapan terhadap wabah Korona dengan membatasi persoalan ini sebagai wilayah thibb thabi'i semata seperti upaya kehati-hatian, pencegahan, dan pengobatan. Namun di saat yang sama memutus hubungan dengan alam ghaib dan thibb imani yang mengharuskan bertaubat, berinabah, berdoa, dan bertawakal kepada Allah, bersabar terhadap ujian-Nya, ridha kepada takdir-Nya, serta kesadaran akan keagungan-Nya. Padahal, itu semua merupakan hakikat keimanan kepada Allah!

Beralasan dengan kaidah dar'ul mafasid (mencegah keburukan) dan mencegah penularan untuk menghentikan fungsi masjid dan melarang pelaksanaan ibadah fardhu merupakan salah satu contoh pandangan sekuler dan materialistis yang dikemas dengan fatwa keagamaan!

Adanya wabah bukanlah peristiwa baru sehingga kita membutuhkan ijtihad dan fatwa baru.

Wabah penyakit pernah terjadi di zaman Nabi Saw. dan beliau telah menjelaskan hukum-hukum yang berkaitan dengannya. Namun demikian, beliau sama sekali tidak pernah mengizinkan penutupan masjid dan dihentikannya shalat fardhu di dalamnya. Yang beliau larang adalah mendatangi kawasan yang di sana terjadi wabah atau keluar dari kawasan tersebut serta jangan sampai penderita sakit berbaur dengan yang sehat.

Bahkan, secara qath'i beliau menafikan penularan dengan menyampaikan alasan kongkrit. Beliau bersabda:

لا عدوى

"Tidak ada penularan."

Juga bersabda:

فمن أعدى الأول

"Lalu siapa yang menulari penderita pertama?"

Beliau bersabda;

لا يعدي شيء شيئا فقال أعرابي: يا رسول الله البعير الأجرب aفتجرب الإبل كلها. فقال رسول الله صلّى الله عليه وسلم: فمن أجرب الأول؟ لا عدوى ولا صفر، خلق الله كل نفس و كتب حياتها و رزقها و مصائبها.

"Tidak ada sesuatu yang menularkan kepada sesuatu yang lain." Maka ada seorang Badui berkata, "Wahai Rasulullah,  bukankah seekor unta yang kudisan menyebabkan semua unta menjadi kudisan?" Rasulullah Saw. pun bersabda: "Siapa yang menjadikan unta pertama kudisan? Tidak ada penularan, tidak ada shafar. Allah telah menciptakan setiap jiwa dan menetapkan kehidupan, rezeki, dan musibah-musibahnya."

Dalam Sahih Bukhari, diriwayatkan bahwa Ibnu Umar, ketika membeli seekor unta sakit yang dikhawatirkan bisa menular, berkata:

رضينا بقضاء رسول الله صلى الله عليه وسلم : لا عدوى

"Kami ridha dengan ketetapan Rasulullah Saw. 'Tidak ada penularan.'"

Hadits "tidak ada penularan" merupakan hadits mutawatir yang diriwayatkan oleh lebih dari sepuluh sahabat Ra. di antaranya: Abu Hurairah, Ibnu Umar, Jabir, dan Anas dalam Ash-Shahihain; Ibnu Abbas dalam Shahih Ibnu Hiban, Sa'ad bin Abi Waqash dalam Musnad Ahmad dan Ash-Shahihah Dhiya' Al-Maqdisi; Abdullah bin Amru bin Ash dan Ibnu Mas'ud dalam riwayat Tirmidzi dan Musnad Ahmad  dengan sanad-sanad yang hasan; Saib bin Yazid, Abu Umamah, dan Umair bin Sa'ad dalam Mu'jam Ath-Thabrani, serta Abu Sa'id Al-Khudri dalam riwayat Thahawi.

Al-Hafizh Ibnu Hajar berkata dalam Al-Fath, X/160:

"Hadits 'tidak ada penularan' telah diriwayatkan melalui jalur periwayatan yang kuat dari sahabat selain Abu Hurairah. Hadits tersebut diriwayatkan secara shahih dari Aisyah, Ibnu Umar, Sa'ad bin Abi Waqash, Jabir, dan lain-lain."

Nabi Saw. telah menampik adanya penularan, namun memerintahkan untuk menjaga kesehatan ketika terjadi wabah. Barang siapa memfatwakan dibolehkannya menutup masjid-masjid dan melarang orang-orang sehat melaksanakan shalat di dalamnya, shalat Jumat, dan shalat jamaah karena takut terjadinya penularan berarti ia telah menentang Allah dan Rasul-Nya, telah menegaskan keberadaan sesuatu yang telah ditampik oleh Nabi Saw., telah menjadikan hal tersebut sebagai alasan untuk menggugurkan syariat-Nya, telah menyelisihi nash dan ijmak, dan telah membuat sunnah sayyiah atau kebiasan buruk. Ia harus menanggung dosanya dan dosa orang-orang yang menjalankannya sampai Hari Kiamat. Ia telah membuka pintu tumbuhnya sikap "berani" menonaktifkan fungsi masjid dan menghentikan pelaksanaan amalan-amalan fardhu dengan adanya syubhat  saddu adz-dzari'ah bagi siapa saja yang ingin menutupnya dengan alasan khawatir terhadap keselamatan masyarakat. Padahal sebab-sebab kekhawatiran itu sangat banyak, seperti peperangan dan kekacauan internal. Alasan itu akan mendorong campur tangan negara untuk menutup masjid-masjid ketika menginginkannya dengan alasan demi kemaslahatan.

Alasan tindakan tersebut, yaitu terjadinya wabah penyakit, sudah ada di zaman Rasulullah Saw. Saat itu, di Madinah terjadi wabah penyakit yang mengenai siapa saja yang pertama kali memasukinya. Meskipun demikian, Nabi tidak memilih keputusan mengambil rukhshah untuk menghentikan shalat Jum'at dan shalat jamaah dengan alasan tersebut.

Dengan demikian, bisa diketahui secara meyakinkan kebatilan argumentasi dengan syubhat tersebut. Justru kaidah saddu adz-dzari'ah menuntut agar kita mencegah pemerintah dari "tindakan berani" menutup masjid dan meliburkan shalat Jumat, shalat jamaah, dan shalat lima waktu; menuntut agar kita mencegah pemerintah melakukan intervensi semacam itu terhadap masjid karena hal itu akan membuka pintu keburukan yang sangat besar.

Pemerintah mungkin bisa mengambil alternatif melarang orang keluar bepergian, bukan menutup masjid dan melarang shalat lima waktu di dalamnya. Keputusan itu bukanlah kewenangannya. Kewenangan negara terhadap masjid adalah memelihara dan mengatur, bukan melarang, menutup, dan meliburkan kegiatan.

Pernyataan Nabi Saw. yang telah menampik  prinsip penularan dan beralasan dengan argumentasi kongkrit dan logika, yaitu pertanyaan, "Siapakah yang menularkan kepada penderita pertama?" menegaskan bahwa wabah dan virus sudah kongkrit ada. Juga seseorang berisiko terpapar wabah dan virus tersebut dengan takdir Allah sebagaimana yang telah terjadi pada penderita pertama. Ia sakit karena kelemahan tubuh dan imunitasnya dalam menghadapinya. Bisa jadi pula, seseorang tidak jatuh sakit  karena kekuatan imunitasnya sebagaimana bisa kita saksikan.

Jadi, tidak semua yang berinteraksi dengan penderita akan jatuh sakit. Penyebab sakit juga bukan semata-mata penularan atau interaksi dengan penderita. Penyebabnya adalah penyakit plus kelemahan imunitas dalam menghadapinya. Karantina adalah upaya pencegahan penyakit. Namun, penularan bukanlah sebab dan penyakit. Nabi Saw. telah bersabda:

ما أنزل الله داء إلا أنزل له دواء

"Tidaklah Allah menurunkan penyakit kecuali juga obatnya."

Pada era pemerintahan Umar bin Khattab, telah terjadi wabah Thaun di Syam. Namun tidak ada riwayat bahwa para ulama dan pejabat meliburkan shalat Jumat dan shalat jamaah, atau melarang pelaksanaannya di masjid-masjid. Bahkan juga tidak ada larangan shalat jenazah. Padahal hukum shalat jenazah fardhu kifayah.

Disebutkan dalam Mushannaf Ibnu Abi Syaibah dari Amru bin Muhajir, ia berkata:

صليت مع واثلة بن الأسقع رضي الله عنه على ستين جنازة رجال ونساء فكبر أربع تكبيرات وسلم تسليمة.

"Aku pernah menyalatkan 60 jenazah laki-laki dan perempuan korban wabah Tha'un diimami oleh Watsilah bin Asqa' Ra. Ia bertakbir empat kali dan salam satu kali."

Sepanjang sejarah kaum muslimin tidak diketahui adanya larangan bidah seperti ini, meskipun Thaun jauh lebih berbahaya dibandingkan dengan Korona. Kematian dalam wabah Thaun kongkrit. Beda dengan wabah Korona yang persentase kematiannya 2%. Ini menampik anggapan bahwa ia merupakan penyakit berbahaya yang bisa dijadikan sebagai alasan untuk menonaktifkan fungsi masjid, melarang shalat Jumat dan jamaah bagi orang-orang yang sehat. Jutaan kaum muslimin seharusnya tidak dilarang ke masjid untuk melaksanakan amalan fardhu dan syiar agama semata-mata karena ada seratus atau dua ratus orang sakit. Bagaimana boleh begitu, sedangkan shalat adalah tiang agama Islam?

Orang yang berfatwa tentang penutupan masjid serta diliburkannya shalat Jumat dan jamaah tidak memiliki landasan nash, qias, atau fatwa ulama yang muktabar. Ia hanya mengikuti  nafsu politik yang menjadikan masjid dan shalat sebagai kehilangan paling remeh dalam kehidupan  seorang muslim hari ini. Oleh sebab itu, masjid-masjid bisa ditutup lebih dulu sebelum ditutupnya pusat-pusat perdagangan.

Upaya pencegahan penyakit sebenarnya bisa dilakukan dengan larangan berjalan-jalan, jika kondisi darurat menuntut. Juga dengan memerintahkan masyarakat tinggal di rumah. Tidak perlu menutup masjid-masjid. Tidak perlu mengeluarkan fatwa umum yang tidak disertai dalil dari Al-Qur'an dan As-Sunnah, serta pertimbangan mendalam yang melarang shalat Jumat dan shalat jamaah, satu hal yang belum ada seorang pun di masa lalu berani melakukannya.

Banyak negara bisa mengatasi penyakit ini dengan memasang alat deteksi dini di tempat-tempat berkumpulnya manusia, seperti di bandara dan sebagainya tanpa menutupnya. Maka hal serupa bisa dilakukan di pintu-pintu masjid jami' utama di setiap kota yang digunakan untuk pelaksanaan shalat Jumat dan jamaah. Bisa juga diterapkan prosedur-prosedur isolasi penyakit tanpa penutupan masjid dan tanpa diliburkannya shalat jamaah.

Mengenai argumentasi dengan hadits ash-shalaatu fir rihaal ketika cuaca sangat dingin dan angin kencang, maka shalat di rumah tidak berarti harus menutup masjid-masjid atau melarang orang yang beramal berdasarkan azimah (tidak menggunakan rukhshah -penerj.). Ketakutan bisa menggugurkan kewajiban Jumat dan jamaah bagi yang bersangkutan saja, tapi tidak berarti harus menutup masjid dan melarang orang yang tidak merasa ketakutan untuk melaksanakannya.

Dari dulu dan masih hingga sekarang, ketika terjadi wabah penyakit dan thaun, kaum muslimin segera mendatangi masjid-masjid untuk berdoa dan beristighfar, sebagaimana disunnahkan. Belum pernah disebutkan ada seorang ulama memfatwakan penutupan masjid-masjid dan pelarangan kaum muslimin melaksanakan shalat karena takut kepada wabah.

Para ulama Mazhab Hanafi beralasan dengan keumuman hadits:

إذا رأيتم من هذه الأفزاع فافزعوا إلى الصلاة

"Jika kalian melihat sebagian hal yang menakutkan ini maka bersegeralah menuju shalat."

Dalam Hasyiyah Ad-Durril Mukhtar, penulis mengatakan:

" Al-Faza' adalah rasa takut yang dominan pada dirimu terhadap musuh. Adapun perkataannya, 'antara lain doa agar dihilangkan wabah Thaun', yakni dari segala macam penyakit. Yang dimaksud dengan doa adalah shalat dalam rangka berdoa. Dalam An-Nahr, penulisnya berkata: 'Apabila masyarakat sudah berkumpul, masing-masing melaksanakan shalat dua rakaat dengan niat untuk memohon dihilangkannya wabah.'

Berdasarkan sabda Rasulullah Saw. :

إذا رأيتم من هذه الأفزاع فافزعوا إلى الصلاة

"Jika kalian melihat sebagian hal yang menakutkan ini maka bersegeralah menuju shalat."

Realisasi maqashid syar'i adalah dengan melaksanakan hukum-hukumnya, bukan mengabaikannya dengan alasan untuk merealisasikan maqashid. Tidak ada yang lebih mengetahui tentang Allah, kehendak-Nya, dan maqashid-Nya daripada Rasulullah Saw. Wabah pernah terjadi di zaman Nabi Saw. akan tetapi beliau tidak melarang kaum muslimin melaksanakan shalat Jumat dan jamaah, atau menutup masjid dengan alasan takut terjadinya penularan. Sebaliknya, beliau bersabda:

لا عدوى

"Tidak ada penularan."

Juga bersabda:

إذا وقع الطاعون في أرض و أنتم بها فلا تخرجوا منها

"Apabila terjadi thaun di suatu kawasan sedangkan kalian berada di kawasan tersebut maka jangan keluar darinya."

Fatwa pelarangan dibangun atas dasar kaidah saddu adz-dzari'ah, yang maknanya adalah mencegah sarana mubah apabila mengakibatkan terjadinya mafsadat. Contohnya mencegah penjualan anggur kepada orang yang akan membuatnya menjadi khamr, bukan melarang penjualan anggur secara mutlak atau melarang penanamannya karena syariat memang tidak melarangnya. Ini merupakan kaidah yang masih diperselisihkan. Meskipun demikian, ulama yang membenarkan kaidah ini tidak ada yang menggunakannya untuk meniadakan amalan-amalan fardhu ain maupun fardhu kifayah.

Komisi fatwa boleh memfatwakan tidak wajibnya shalat Jumat disebabkan ketakutan terhadap wabah. Namun, ia tidak boleh memfatwakan larangan shalat Jumat dan shalat jamaah. Itu berarti larangan untuk menyambut perintah Al-Qur'an:

إذا نودي للصلاة من يوم الجمعة فاسعوا إلى ذكر الله

"Apabila dikumandangkan panggilan shalat pada Hari Jumat maka bergegaslah menuju zikrullah."

Pemerintah tidak berhak melarang orang-orang yang sehat melaksanakan shalat Jumat, jika mereka memilih untuk mengambil azimah.

Saddu adz-dzari'ah tidak bisa digunakan untuk menghentikan pelaksanaan amalan fardhu. Pemerintah dalam kondisi darurat boleh melarang masyarakat berjalan-jalan tanpa harus menyentuh amalan-amalan yang tergolong hurumat dan qath'iyat dengan fatwa-fatwa politis.
READ MORE - PEMBAHASAN TERPERINCI TENTANG MAQASHID SYAR'I DAN HARAMNYA MENGHENTIKAN FUNGSI MASJID Oleh: Prof. Dr. Hakim Al-Mathiri
Ronaldo Rozalino, S.Sn.,M.Pd
HUKUM MENYANYI DAN MUSIK DALAM FIQIH ISLAM

Oleh : Dr. KH M. Sidiq, S.Si, MA

Pendahuluan
Keperihatinan yang dalam akan kita rasakan, kalau kita melihat ulah generasi muda Islam saat ini yang cenderung liar dalam bermain musik atau bernyanyi. Mungkin mereka berkiblat kepada penyanyi atau kelompok musik terkenal yang umumnya memang bermental bejat dan bobrok serta tidak berpegang dengan nilai-nilai Islam. Atau mungkin juga, mereka cukup sulit atau jarang mendapatkan teladan permainan musik dan nyanyian yang Islami di tengah suasana hedonistik yang mendominasi kehidupan saat ini. Walhasil, generasi muda Islam akhirnya cenderung membebek kepada para pemusik atau penyanyi sekuler yang sering mereka saksikan atau dengar di TV, radio, kaset, VCD, dan berbagai media lainnya. 
Tak dapat diingkari, kondisi memprihatinkan tersebut tercipta karena sistem kehidupan kita telah menganut paham sekularisme yang sangat bertentangan dengan Islam. Muhammad Quthb mengatakan sekularisme adalah iqamatul hayati ‘ala ghayri asasin minad dîn, artinya, mengatur kehidupan dengan tidak berasaskan agama (Islam). Atau dalam bahasa yang lebih tajam, sekularisme menurut Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani adalah memisahkan agama dari segala urusan kehidupan (fashl ad-din ‘an al-hayah) (Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Nizhâm Al-Islâm, hal. 25). Dengan demikian, sekularisme sebenarnya tidak sekedar terwujud dalam pemisahan agama dari dunia politik, tetapi juga nampak dalam pemisahan agama dari urusan seni budaya, termasuk seni musik dan seni vokal (nyanyian). 
Kondisi ini harus segera diakhiri dengan jalan mendobrak dan merobohkan sistem kehidupan sekuler yang ada, lalu di atas reruntuhannya kita bangun sistem kehidupan Islam, yaitu sebuah sistem kehidupan yang berasaskan semata pada Aqidah Islamiyah sebagaimana dicontohkan Rasulullah Saw dan para shahabatnya. Inilah solusi fundamental dan radikal terhadap kondisi kehidupan yang sangat rusak dan buruk sekarang ini, sebagai akibat penerapan paham sekulerisme yang kufur. Namun demikian, di tengah perjuangan kita mewujudkan kembali masyarakat Islami tersebut, bukan berarti kita saat ini tidak berbuat apa-apa dan hanya berpangku tangan menunggu perubahan. Tidak demikian. Kita tetap wajib melakukan Islamisasi pada hal-hal yang dapat kita jangkau dan dapat kita lakukan, seperti halnya bermain musik dan bernyanyi sesuai ketentuan Islam dalam ruang lingkup kampus kita atau lingkungan kita. 

Tulisan ini bertujuan menjelaskan secara ringkas hukum musik dan menyanyi dalam pandangan fiqih Islam. Diharapkan, norma-norma Islami yang disampaikan dalam makalah ini tidak hanya menjadi bahan perdebatan akademis atau menjadi wacana semata, tetapi juga menjadi acuan dasar untuk merumuskan bagaimana bermusik dan bernyanyi dalam perspektif Islam. Selain itu, tentu saja perumusan tersebut diharapkan akan bermuara pada pengamalan konkret di lapangan, berupa perilaku Islami yang nyata dalam aktivitas bermain musik atau melantunkan lagu. Minimal di kampus atau lingkungan kita. 
Definisi Seni 
 Karena bernyanyi dan bermain musik adalah bagian dari seni, maka kita akan meninjau lebih dahulu definisi seni, sebagai proses pendahuluan untuk memahami fakta (fahmul waqi’) yang menjadi objek penerapan hukum. Dalam Ensiklopedi Indonesia disebutkan bahwa seni adalah penjelmaan rasa indah yang terkandung dalam jiwa manusia, yang dilahirkan dengan perantaraan alat komunikasi ke dalam bentuk yang dapat ditangkap oleh indera pendengar (seni suara), indera pendengar (seni lukis), atau dilahirkan dengan perantaraan gerak (seni tari, drama) (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 13).
Adapun seni musik (instrumental art) adalah seni yang berhubungan dengan alat-alat musik dan irama yang keluar dari alat-alat musik tersebut. Seni musik membahas antara lain cara memainkan instrumen musik, cara membuat not, dan studi bermacam-macam aliran musik. Seni musik ini bentuknya dapat berdiri sendiri sebagai seni instrumentalia (tanpa vokal) dan dapat juga disatukan dengan seni vokal. Seni instrumentalia, seperti telah dijelaskan di muka, adalah seni yang diperdengarkan melalui media alat-alat musik. Sedang seni vokal, adalah seni yang diungkapkan dengan cara melagukan syair melalui perantaraan oral (suara saja) tanpa iringan instrumen musik. Seni vokal tersebut dapat digabungkan dengan alat-alat musik tunggal (gitar, biola, piano, dan lain-lain) atau dengan alat-alat musik majemuk seperti band, orkes simfoni, karawitan, dan sebagainya (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 13-14). Inilah sekilas penjelasan fakta seni musik dan seni vokal yang menjadi topik pembahasan. 
Tinjauan Fiqih Islam 
Dalam pembahasan hukum musik dan menyanyi ini, penulis melakukan pemilahan hukum berdasarkan variasi dan kompleksitas fakta yang ada dalam aktivitas bermusik dan menyanyi. Menurut penulis, terlalu sederhana jika hukumnya hanya digolongkan menjadi dua, yaitu hukum memainkan musik dan hukum menyanyi. Sebab fakta yang ada, lebih beranekaragam dari dua aktivitas tersebut. Maka dari itu, paling tidak, ada 4 (empat) hukum fiqih yang berkaitan dengan aktivitas bermain musik dan menyanyi, yaitu: 


Pertama, hukum melantunkan nyanyian (ghina’). 
Kedua, hukum mendengarkan nyanyian. 
Ketiga, hukum memainkan alat musik. 
Keempat, hukum mendengarkan musik. 
Di samping pembahasan ini, akan disajikan juga tinjauan fiqih Islam berupa kaidah-kaidah atau patokan-patokan umum, agar aktivitas bermain musik dan bernyanyi tidak tercampur dengan kemaksiatan atau keharaman. 
Ada baiknya penulis sampaikan, bahwa hukum menyanyi dan bermain musik bukan hukum yang disepakati oleh para fuqaha, melainkan hukum yang termasuk dalam masalah khilafiyah. Jadi para ulama mempunyai pendapat berbeda-beda dalam masalah ini (Syaikh Abdurrahman al-Jaziri, Kitab al-Fiqh ‘Ala al-Madzahib al-Arba’ah, hal. 41-42; Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 96; Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 21-25; Toha Yahya Omar, Hukum Seni Musik, Seni Suara, Dan Seni Tari Dalam Islam, hal. 3). Karena itu, boleh jadi pendirian penulis dalam tulisan ini akan berbeda dengan pendapat sebagian fuqaha atau ulama lainnya. Pendapat-pendapat Islami seputar musik dan menyanyi yang berbeda dengan pendapat penulis, tetap penulis hormati. 
Hukum Melantunkan Nyanyian (al-Ghina’ / at-Taghanni) 
Para ulama berbeda pendapat mengenai hukum menyanyi (al-ghina’ / at-taghanni). Sebagian mengharamkan nyanyian dan sebagian lainnya menghalalkan. Masing-masing mempunyai dalilnya sendiri-sendiri. Berikut sebagian dalil masing-masing, seperti diuraikan oleh al-Ustadz Muhammad al-Marzuq Bin Abdul Mu’min al-Fallaty mengemukakan dalam kitabnya Saiful Qathi’i lin-Niza’ bab Fi Bayani Tahrimi al-Ghina’ wa Tahrim Istima’ Lahu (Musik. http://www.ashifnet.tripod.com),/ juga oleh Dr. Abdurrahman al-Baghdadi dalam bukunya Seni dalam Pandangan Islam (hal. 27-38), dan Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki dalam Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas (hal. 97-101): 
  1. Dalil-Dalil Yang Mengharamkan Nyanyian: 
  2. Berdasarkan firman Allah: 
“Dan di antara manusia ada orang yang mempergunakan perkataan yang tidak berguna (lahwal hadits) untuk menyesatkan manusia dari jalan Allah tanpa pengetahuan dan menjadikan jalan Allah itu ejekan. Mereka itu akan memperoleh adzab yang menghinakan.” (Qs. Luqmân [31]: 6) Beberapa ulama menafsirkan maksud lahwal hadits ini sebagai nyanyian, musik atau lagu, di antaranya al-Hasan, al-Qurthubi, Ibnu Abbas dan Ibnu Mas’ud. Ayat-ayat lain yang dijadikan dalil pengharaman nyanyian adalah Qs. an-Najm [53]: 59-61; dan Qs. al-Isrâ’ [17]: 64 (Abi Bakar Jabir al-Jazairi, Haramkah Musik Dan Lagu? (al-I’lam bi Anna al-‘Azif wa al-Ghina Haram), hal. 20-22). 
  1. Hadits Abu Malik Al-Asy’ari ra bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya akan ada di kalangan umatku golongan yang menghalalkan zina, sutera, arak, dan alat-alat musik (al-ma’azif).” [HR. Bukhari, Shahih Bukhari, hadits no. 5590]. 
  2. Hadits Aisyah ra Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya Allah mengharamkan nyanyian-nyanyian (qoynah) dan menjualbelikannya, mempelajarinya atau mendengar-kannya.” Kemudian beliau membacakan ayat di atas. [HR. Ibnu Abi Dunya dan Ibnu Mardawaih]. 
  3. Hadits dari Ibnu Mas’ud ra, Rasulullah Saw bersabda: “Nyanyian itu bisa menimbulkan nifaq, seperti air menumbuhkan kembang.” [HR. Ibnu Abi Dunya dan al-Baihaqi, hadits mauquf]. 
  4. Hadits dari Abu Umamah ra, Rasulullah Saw bersabda: “Orang yang bernyanyi, maka Allah SWT mengutus padanya dua syaitan yang menunggangi dua pundaknya dan memukul-mukul tumitnya pada dada si penyanyi sampai dia berhenti.” [HR. Ibnu Abid Dunya.]. 
  5. Hadits yang diriwayatkan oleh Ibnu ‘Auf ra bahwa Rasulullah Saw bersabda: “Sesungguhnya aku dilarang dari suara yang hina dan sesat, yaitu: 1. Alunan suara nyanyian yang melalaikan dengan iringan seruling syaitan (mazamirus syaithan). 2. Ratapan seorang ketika mendapat musibah sehingga menampar wajahnya sendiri dan merobek pakaiannya dengan ratapan syetan (rannatus syaithan).” 
  1. Dalil-Dalil Yang Menghalalkan Nyanyian: 
  2. Firman Allah SWT: 
“Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu dan janganlah kamu melampaui batas, sesungguhnya Allah tidak menyukai orang yang melampaui batas.” (Qs. al-Mâ’idah [5]: 87). 
  1. Hadits dari Nafi’ ra, katanya: Aku berjalan bersama Abdullah Bin Umar ra. Dalam perjalanan kami mendengar suara seruling, maka dia menutup telinganya dengan telunjuknya terus berjalan sambil berkata; “Hai Nafi, masihkah kau dengar suara itu?” sampai aku menjawab tidak. Kemudian dia lepaskan jarinya dan berkata; “Demikianlah yang dilakukan Rasulullah Saw.” [HR. Ibnu Abid Dunya dan al-Baihaqi]. 
  2. Ruba’i Binti Mu’awwidz Bin Afra berkata: Nabi Saw mendatangi pesta perkawinanku, lalu beliau duduk di atas dipan seperti dudukmu denganku, lalu mulailah beberapa orang hamba perempuan kami memukul gendang dan mereka menyanyi dengan memuji orang yang mati syahid pada perang Badar. Tiba-tiba salah seorang di antara mereka berkata: “Di antara kita ada Nabi Saw yang mengetahui apa yang akan terjadi kemudian.” Maka Nabi Saw bersabda: “Tinggalkan omongan itu. Teruskanlah apa yang kamu (nyanyikan) tadi.” [HR. Bukhari, dalam Fâth al-Bârî, juz. III, hal. 113, dari Aisyah ra]. 
  3. Dari Aisyah ra; dia pernah menikahkan seorang wanita kepada pemuda Anshar. Tiba-tiba Rasulullah Saw bersabda: “Mengapa tidak kalian adakan permainan karena orang Anshar itu suka pada permainan.” [HR. Bukhari]. 
  4. Dari Abu Hurairah ra, sesungguhnya Umar melewati shahabat Hasan sedangkan ia sedang melantunkan syi’ir di masjid. Maka Umar memicingkan mata tidak setuju. Lalu Hasan berkata: “Aku pernah bersyi’ir di masjid dan di sana ada orang yang lebih mulia daripadamu (yaitu Rasulullah Saw)” [HR. Muslim, juz II, hal. 485]. 
  1. Pandangan Penulis 
Dengan menelaah dalil-dalil tersebut di atas (dan dalil-dalil lainnya), akan nampak adanya kontradiksi (ta’arudh) satu dalil dengan dalil lainnya. Karena itu kita perlu melihat kaidah-kaidah ushul fiqih yang sudah masyhur di kalangan ulama untuk menyikapi secara bijaksana berbagai dalil yang nampak bertentangan itu. 
Imam asy-Syafi’i mengatakan bahwa tidak dibenarkan dari Nabi Saw ada dua hadits shahih yang saling bertentangan, di mana salah satunya menafikan apa yang ditetapkan yang lainnya, kecuali dua hadits ini dapat dipahami salah satunya berupa hukum khusus sedang lainnya hukum umum, atau salah satunya global (ijmal) sedang lainnya adalah penjelasan (tafsir). Pertentangan hanya terjadi jika terjadi nasakh (penghapusan hukum), meskipun mujtahid belum menjumpai nasakh itu (Imam asy-Syaukani, Irsyadul Fuhul Ila Tahqiq al-Haq min ‘Ilm al-Ushul, hal. 275). 
Karena itu, jika ada dua kelompok dalil hadits yang nampak bertentangan, maka sikap yang lebih tepat adalah melakukan kompromi (jama’) di antara keduanya, bukan menolak salah satunya. Jadi kedua dalil yang nampak bertentangan itu semuanya diamalkan dan diberi pengertian yang memungkinkan sesuai proporsinya. Itu lebih baik daripada melakukan tarjih, yakni menguatkan salah satunya dengan menolak yang lainnya. Dalam hal ini Syaikh Dr. Muhammad Husain Abdullah menetapkan kaidah ushul fiqih: 
Al-‘amal bi ad-dalilaini —walaw min wajhin— awlâ min ihmali ahadihima “Mengamalkan dua dalil —walau pun hanya dari satu segi pengertian— lebih utama daripada meninggalkan salah satunya.” (Syaikh Dr. Muhammad Husain Abdullah, Al-Wadhih fi Ushul Al-Fiqh, hal. 390). 
Prinsip yang demikian itu dikarenakan pada dasarnya suatu dalil itu adalah untuk diamalkan, bukan untuk ditanggalkan (tak diamalkan). Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani menyatakan: 
Al-ashlu fi ad-dalil al-i’mal lâ al-ihmal “Pada dasarnya dalil itu adalah untuk diamalkan, bukan untuk ditanggalkan.” (Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Asy-Syakhshiyah al-Islamiyah, juz 1, hal. 239). 
Atas dasar itu, kedua dalil yang seolah bertentangan di atas dapat dipahami sebagai berikut : bahwa dalil yang mengharamkan menunjukkan hukum umum nyanyian. Sedang dalil yang membolehkan, menunjukkan hukum khusus, atau perkecualian (takhsis), yaitu bolehnya nyanyian pada tempat, kondisi, atau peristiwa tertentu yang dibolehkan syara’, seperti pada hari raya. Atau dapat pula dipahami bahwa dalil yang mengharamkan menunjukkan keharaman nyanyian secara mutlak. Sedang dalil yang menghalalkan, menunjukkan bolehnya nyanyian secara muqayyad (ada batasan atau kriterianya) (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 63-64; Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 102-103). 
Dari sini kita dapat memahami bahwa nyanyian ada yang diharamkan, dan ada yang dihalalkan. Nyanyian haram didasarkan pada dalil-dalil yang mengharamkan nyanyian, yaitu nyanyian yang disertai dengan kemaksiatan atau kemunkaran, baik berupa perkataan (qaul), perbuatan (fi’il), atau sarana (asy-yâ’), misalnya disertai khamr, zina, penampakan aurat, ikhtilath (campur baur pria–wanita), atau syairnya yang bertentangan dengan syara’, misalnya mengajak pacaran, mendukung pergaulan bebas, mempropagandakan sekularisme, liberalisme, nasionalisme, dan sebagainya. Nyanyian halal didasarkan pada dalil-dalil yang menghalalkan, yaitu nyanyian yang kriterianya adalah bersih dari unsur kemaksiatan atau kemunkaran. Misalnya nyanyian yang syairnya memuji sifat-sifat Allah SWT, mendorong orang meneladani Rasul, mengajak taubat dari judi, mengajak menuntut ilmu, menceritakan keindahan alam semesta, dan semisalnya (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 64-65; Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 103). 
Hukum Mendengarkan Nyanyian 
  1. Hukum Mendengarkan Nyanyian (Sama’ al-Ghina’) 
Hukum menyanyi tidak dapat disamakan dengan hukum mendengarkan nyanyian. Sebab memang ada perbedaan antara melantunkan lagu (at-taghanni bi al-ghina’) dengan mendengar lagu (sama’ al-ghina’). Hukum melantunkan lagu termasuk dalam hukum af-‘âl (perbuatan) yang hukum asalnya wajib terikat dengan hukum syara’ (at-taqayyud bi al-hukm asy-syar’i). Sedangkan mendengarkan lagu, termasuk dalam hukum af-‘âl jibiliyah, yang hukum asalnya mubah. Af-‘âl jibiliyyah adalah perbuatan-perbuatan alamiah manusia, yang muncul dari penciptaan manusia, seperti berjalan, duduk, tidur, menggerakkan kaki, menggerakkan tangan, makan, minum, melihat, membaui, mendengar, dan sebagainya. Perbuatan-perbuatan yang tergolong kepada af-‘âl jibiliyyah ini hukum asalnya adalah mubah, kecuali adfa dalil yang mengharamkan. Kaidah syariah menetapkan: 
Al-ashlu fi al-af’âl al-jibiliyah al-ibahah “Hukum asal perbuatan-perbuatan jibiliyyah, adalah mubah.” (Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 96). 
Maka dari itu, melihat —sebagai perbuatan jibiliyyah— hukum asalnya adalah boleh (ibahah). Jadi, melihat apa saja adalah boleh, apakah melihat gunung, pohon, batu, kerikil, mobil, dan seterusnya. Masing-masing ini tidak memerlukan dalil khusus untuk membolehkannya, sebab melihat itu sendiri adalah boleh menurut syara’. Hanya saja jika ada dalil khusus yang mengaramkan melihat sesuatu, misalnya melihat aurat wanita, maka pada saat itu melihat hukumnya haram. 

Demikian pula mendengar. Perbuatan mendengar termasuk perbuatan jibiliyyah, sehingga hukum asalnya adalah boleh. Mendengar suara apa saja boleh, apakah suara gemericik air, suara halilintar, suara binatang, juga suara manusia termasuk di dalamnya nyanyian. Hanya saja di sini ada sedikit catatan. Jika suara yang terdengar berisi suatu aktivitas maksiat, maka meskipun mendengarnya mubah, ada kewajiban amar ma’ruf nahi munkar, dan tidak boleh mendiamkannya. Misalnya kita mendengar seseorang mengatakan, “Saya akan membunuh si Fulan!” Membunuh memang haram. Tapi perbuatan kita mendengar perkataan orang tadi, sebenarnya adalah mubah, tidak haram. Hanya saja kita berkewajiban melakukan amar ma’ruf nahi munkar terhadap orang tersebut dan kita diharamkan mendiamkannya. 
Demikian pula hukum mendengar nyanyian. Sekedar mendengarkan nyanyian adalah mubah, bagaimanapun juga nyanyian itu. Sebab mendengar adalah perbuatan jibiliyyah yang hukum asalnya mubah. Tetapi jika isi atau syair nyanyian itu mengandung kemungkaran, kita tidak dibolehkan berdiam diri dan wajib melakukan amar ma’ruf nahi munkar. Nabi Saw bersabda: 
“Siapa saja di antara kalian melihat kemungkaran, ubahlah kemungkaran itu dengan tangannya (kekuatan fisik). Jika tidak mampu, ubahlah dengan lisannya (ucapannya). Jika tidak mampu, ubahlah dengan hatinya (dengan tidak meridhai). Dan itu adalah selemah-lemah iman.” [HR. Imam Muslim, an-Nasa’i, Abu Dawud dan Ibnu Majah]. 
  1. Hukum Mendengar Nyanyian Secara Interaktif (Istima’ al-Ghina’) 
Penjelasan sebelumnya adalah hukum mendengar nyanyian (sama’ al-ghina’). Ada hukum lain, yaitu mendengarkan nyanyian secara interaktif (istima’ li al-ghina’). Dalam bahasa Arab, ada perbedaan antara mendengar (as-sama’) dengan mendengar-interaktif (istima’). Mendengar nyanyian (sama’ al-ghina’) adalah sekedar mendengar, tanpa ada interaksi misalnya ikut hadir dalam proses menyanyinya seseorang. Sedangkan istima’ li al-ghina’, adalah lebih dari sekedar mendengar, yaitu ada tambahannya berupa interaksi dengan penyanyi, yaitu duduk bersama sang penyanyi, berada dalam satu forum, berdiam di sana, dan kemudian mendengarkan nyanyian sang penyanyi (Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 104). Jadi kalau mendengar nyanyian (sama’ al-ghina’) adalah perbuatan jibiliyyah, sedang mendengar-menghadiri nyanyian (istima’ al-ghina’) bukan perbuatan jibiliyyah. 
Jika seseorang mendengarkan nyanyian secara interaktif, dan nyanyian serta kondisi yang melingkupinya sama sekali tidak mengandung unsur kemaksiatan atau kemungkaran, maka orang itu boleh mendengarkan nyanyian tersebut. Adapun jika seseorang mendengar nyanyian secara interaktif (istima’ al-ghina’) dan nyanyiannya adalah nyanyian haram, atau kondisi yang melingkupinya haram (misalnya ada ikhthilat) karena disertai dengan kemaksiatan atau kemunkaran, maka aktivitasnya itu adalah haram (Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki, Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 104). Allah SWT berfirman: 

“Maka janganlah kamu duduk bersama mereka hingga mereka beralih pada pembicaraan yang lainnya.” (Qs. an-Nisâ’ [4]: 140). 
“…Maka janganlah kamu duduk bersama kaum yang zhalim setelah (mereka) diberi peringatan.” (Qs. al-An’âm [6]: 68).
Hukum Memainkan Alat Musik 
Bagaimanakah hukum memainkan alat musik, seperti gitar, piano, rebana, dan sebagainya? Jawabannya adalah, secara tekstual (nash), ada satu jenis alat musik yang dengan jelas diterangkan kebolehannya dalam hadits, yaitu ad-duff atau al-ghirbal, atau rebana. Sabda Nabi Saw: 
“Umumkanlah pernikahan dan tabuhkanlah untuknya rebana (ghirbal).” [HR. Ibnu Majah] ( Abi Bakar Jabir al-Jazairi, Haramkah Musik Dan Lagu? (Al-I’lam bi Anna al-‘Azif wa al-Ghina Haram), hal. 52; Toha Yahya Omar, Hukum Seni Musik, Seni Suara, Dan Seni Tari Dalam Islam, hal. 24). 
Adapun selain alat musik ad-duff / al-ghirbal, maka ulama berbeda pendapat. Ada yang mengharamkan dan ada pula yang menghalalkan. Dalam hal ini penulis cenderung kepada pendapat Syaikh Nashiruddin al-Albani. Menurut Syaikh Nashiruddin al-Albani hadits-hadits yang mengharamkan alat-alat musik seperti seruling, gendang, dan sejenisnya, seluruhnya dha’if. Memang ada beberapa ahli hadits yang memandang shahih, seperti Ibnu Shalah dalam Muqaddimah ‘Ulumul Hadits, Imam an-Nawawi dalam Al-Irsyad, Imam Ibnu Katsir dalam Ikhtishar ‘Ulumul Hadits, Imam Ibnu Hajar dalam Taghliqul Ta’liq, as-Sakhawy dalam Fathul Mugits, ash-Shan’ani dalam Tanqihul Afkar dan Taudlihul Afkar juga Syaikh al-Islam Ibnu Taimiyah dan Imam Ibnul Qayyim dan masih banyak lagi. Akan tetapi Syaikh Nashiruddin al-Albani dalam kitabnya Dha’if al-Adab al-Mufrad setuju dengan pendapat Ibnu Hazm dalam Al-Muhalla bahwa hadits yang mengharamkan alat-alat musik adalah Munqathi’ (Syaikh Nashiruddin Al-Albani, Dha’if al-Adab al-Mufrad, hal. 14-16). 
Imam Ibnu Hazm dalam kitabnya Al-Muhalla, juz VI, hal. 59 mengatakan: “Jika belum ada perincian dari Allah SWT maupun Rasul-Nya tentang sesuatu yang kita perbincangkan di sini [dalam hal ini adalah nyanyian dan memainkan alat-alat musik], maka telah terbukti bahwa ia halal atau boleh secara mutlak.” (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 57). 
Kesimpulannya, memainkan alat musik apa pun, adalah mubah. Inilah hukum dasarnya. Kecuali jika ada dalil tertentu yang mengharamkan, maka pada saat itu suatu alat musik tertentu adalah haram. Jika tidak ada dalil yang mengharamkan, kembali kepada hukum asalnya, yaitu mubah. 


Hukum Mendengarkan Musik
  1. Mendengarkan Musik Secara Langsung (Live) 
Pada dasarnya mendengarkan musik (atau dapat juga digabung dengan vokal) secara langsung, seperti show di panggung pertunjukkan, di GOR, lapangan, dan semisalnya, hukumnya sama dengan mendengarkan nyanyian secara interaktif. Patokannya adalah tergantung ada tidaknya unsur kemaksiatan atau kemungkaran dalam pelaksanaannya. 
Jika terdapat unsur kemaksiatan atau kemungkaran, misalnya syairnya tidak Islami, atau terjadi ikhthilat, atau terjadi penampakan aurat, maka hukumnya haram. 
Jika tidak terdapat unsur kemaksiatan atau kemungkaran, maka hukumnya adalah mubah (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 74). 
  1. Mendengarkan Musik 
Di Radio, TV, Dan Semisalnya Menurut Dr. Abdurrahman al-Baghdadi (Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 74-76) dan Syaikh Muhammad asy-Syuwaiki (Al-Khalash wa Ikhtilaf an-Nas, hal. 107-108) hukum mendengarkan musik melalui media TV, radio, dan semisalnya, tidak sama dengan hukum mendengarkan musik secara langsung sepereti show di panggung pertunjukkan. Hukum asalnya adalah mubah (ibahah), bagaimana pun juga bentuk musik atau nyanyian yang ada dalam media tersebut. 
Kemubahannya didasarkan pada hukum asal pemanfaatan benda (asy-yâ’) —dalam hal ini TV, kaset, VCD, dan semisalnya— yaitu mubah. Kaidah syar’iyah mengenai hukum asal pemanfaatan benda menyebutkan: Al-ashlu fi al-asy-yâ’ al-ibahah ma lam yarid dalilu at-tahrim “Hukum asal benda-benda, adalah boleh, selama tidak terdapat dalil yang mengharamkannya.” (Dr. Abdurrahman al-Baghdadi, Seni Dalam Pandangan Islam, hal. 76). 
Namun demikian, meskipun asalnya adalah mubah, hukumnya dapat menjadi haram, bila diduga kuat akan mengantarkan pada perbuatan haram, atau mengakibatkan dilalaikannya kewajiban. Kaidah syar’iyah menetapkan: 
Al-wasilah ila al-haram haram “Segala sesuatu perantaraan kepada yang haram, hukumnya haram juga.” (Syaikh Taqiyuddin an-Nabhani, Muqaddimah ad-Dustur, hal. 86). 
Pedoman Umum Nyanyian Dan Musik Islami 
Setelah menerangkan berbagai hukum di atas, penulis ingin membuat suatu pedoman umum tentang nyanyian dan musik yang Islami, dalam bentuk yang lebih rinci dan operasional. Pedoman ini disusun atas di prinsip dasar, bahwa nyanyian dan musik Islami wajib bersih dari segala unsur kemaksiatan atau kemungkaran, seperti diuraikan di atas. Setidaknya ada 4 (empat) komponen pokok yang harus diislamisasikan, hingga tersuguh sebuah nyanyian atau alunan musik yang indah (Islami): 
  1. Musisi/Penyanyi. 
  2. Instrumen (alat musik). 
  3. Sya’ir dalam bait lagu. 
  4. Waktu dan Tempat. Berikut sekilas uraiannya: 

1). Musisi/Penyanyi 
  1. a) Bertujuan menghibur dan menggairahkan perbuatan baik (khayr / ma’ruf) dan menghapus kemaksiatan, kemungkaran, dan kezhaliman. Misalnya, mengajak jihad fi sabilillah, mengajak mendirikan masyarakat Islam. Atau menentang judi, menentang pergaulan bebas, menentang pacaran, menentang kezaliman penguasa sekuler. 
  1. b) Tidak ada unsur tasyabuh bil-kuffar (meniru orang kafir dalam masalah yang bersangkutpaut dengan sifat khas kekufurannya) baik dalam penampilan maupun dalam berpakaian. Misalnya, mengenakan kalung salib, berpakaian ala pastor atau bhiksu, dan sejenisnya. 
  1. c) Tidak menyalahi ketentuan syara’, seperti wanita tampil menampakkan aurat, berpakaian ketat dan transparan, bergoyang pinggul, dan sejenisnya. Atau yang laki-laki memakai pakaian dan/atau asesoris wanita, atau sebaliknya, yang wanita memakai pakaian dan/atau asesoris pria. Ini semua haram. 
2). Instrumen/Alat Musik 
Dengan memperhatikan instrumen atau alat musik yang digunakan para shahabat, maka di antara yang mendekati kesamaan bentuk dan sifat adalah: 
  1. a) Memberi kemaslahatan bagi pemain ataupun pendengarnya. Salah satu bentuknya seperti genderang untuk membangkitkan semangat. 
  1. b) Tidak ada unsur tasyabuh bil-kuffar dengan alat musik atau bunyi instrumen yang biasa dijadikan sarana upacara non muslim. Dalam hal ini, instrumen yang digunakan sangat relatif tergantung maksud si pemakainya. Dan perlu diingat, hukum asal alat musik adalah mubah, kecuali ada dalil yang mengharamkannya. 
3). Sya’ir Berisi: 
  1. a) Amar ma’ruf (menuntut keadilan, perdamaian, kebenaran dan sebagainya) dan nahi munkar (menghujat kedzaliman, memberantas kemaksiatan, dan sebagainya) 
  2. b) Memuji Allah, Rasul-Nya dan ciptaan-Nya. 
  3. c) Berisi ‘ibrah dan menggugah kesadaran manusia. 
  4. d) Tidak menggunakan ungkapan yang dicela oleh agama. 
  5. e) Hal-hal mubah yang tidak bertentangan dengan aqidah dan syariah Islam. 
Tidak berisi: 
  1. a) Amar munkar (mengajak pacaran, dan sebagainya) dan nahi ma’ruf (mencela jilbab,dsb). 
  2. b) Mencela Allah, Rasul-Nya, al-Qur’an. 
  3. c) Berisi “bius” yang menghilangkan kesadaran manusia sebagai hamba Allah. 
  4. d) Ungkapan yang tercela menurut syara’ (porno, tak tahu malu, dan sebagainya). 
  5. e) Segala hal yang bertentangan dengan aqidah dan syariah Islam. 
4). Waktu Dan Tempat 
  1. a) Waktu mendapatkan kebahagiaan (waqtu sururin) seperti pesta pernikahan, hari raya, kedatangan saudara, mendapatkan rizki, dan sebagainya. 
  2. b) Tidak melalaikan atau menyita waktu beribadah (yang wajib). 
  3. c) Tidak mengganggu orang lain (baik dari segi waktu maupun tempat). 
  4. d) Pria dan wanita wajib ditempatkan terpisah (infishal) tidak boleh ikhtilat (campur baur). 
Penutup 
Demikianlah kiranya apa yang dapat penulis sampaikan mengenai hukum menyanyi dan bermusik dalam pandangan Islam. Tentu saja tulisan ini terlalu sederhana jika dikatakan sempurna. Maka dari itu, dialog dan kritik konstruktif sangat diperlukan guna penyempurnaan dan koreksi. 
Penulis sadari bahwa permasalahan yang dibahas ini adalah permasalahan khilafiyah. Mungkin sebagian pembaca ada yang berbeda pandangan dalam menentukan status hukum menyanyi dan musik ini, dan perbedaan itu sangat penulis hormati. 
Semua ini mudah-mudahan dapat menjadi kontribusi —walau pun cuma secuil— dalam upaya melepaskan diri dari masyarakat sekuler yang bobrok, yang menjadi pendahuluan untuk membangun peradaban dan masyarakat Islam yang kita idam-idamkan bersama, yaitu masyarakat Islam di bawah naungan Laa ilaaha illallah Muhammadur Rasulullah. Amin. Wallahu a’lam bi ash-showab.



READ MORE - HUKUM MENYANYI DAN MUSIK DALAM FIQIH ISLAM Oleh : Dr. KH M. Sidiq, S.Si, MA

Kategori

.Kab. Kuansing .Komunitas BP .Leader Sanggar Seni Kuantan Mekar .Mengulang Kaji .Pengenalan LMS .Sanggar Seni Kuantan Mekar (AI) (Kepala MAN 1 Kuantan Singingi 2012 2023 2024 3 Bentuk Kesabaran Kepada Allah_Ustadz H. Suhelmon 3 Kunci Sukses 5 Aplikasi 7 TANDA BATINMU LELAH Agama Agama Islam Agen AI Aib Aisyah Akhir Zaman Akhirat Akhlak Akhlak Mulia Akreditasi Akrostik Aksi Nyata Al Qur'an Alami Alat Musik Keyboad Allah Maha Baik Alumni Alumni Pondok Pesantren Alumni SMAN Pintar Alumni SMKN 1 Teluk Kuantan Alumni STM/SMKN 1 Teluk Kuantan Amal Jariyah Amalan Pembuka Pintu Rezeki Amanah Amanat Amanat Upacara Anak Anak Anak Anak Anakku Anak Olah Raga Anak Shaleh Anak Sholeh Anak Yatim Anak-Anakku Ane Ahira Aneh Angkatan 1 Anisa Skin Care Annisa Skin Care Anti Virus Arahan Arangger Arminareka Perdana Arrangger Artificial Intelligence Artikel artikel agama Artikel Agama Islam ARTIKEL ANNE AHIRA Artikel Bisnis Artikel Bisnis BP Artikel BP Artikel Edukasi Artikel Islam Artikel Islami Artikel Kehidupan Artikel Keluarga Artikel Motivasi Artikel Musik Artikel Nasihat Artikel Pendidikan Artikel Psikologi Artikel Seni Asesmen Asesmen Pembelajaran Asli Attitude Award Ayah Ayah Edy Ayah Sholeh Baca Doa Bahagia Guru Bahan Ajar Bahan Ajar Seni Musik Bahan Ajar Seni Teater Bahasa Arab Sehari-Hari Bahasa Inggris Bahasa Jerman Baik Baitullah Band Bangga Banner Bapak BEBERAPA FAKTOR AGAR DO'A TERWUJUD Belajar Belajar Agama Belajar Agama Islam Belajar Bahasa Arab Belajar Bisnis Belajar Praktek Belgie Eye Belgie Pro Belgie Pro. Benai Benar Bendera Bengkalis Berbasis Teknologi Berbasis Teknologi Informasi Komputer Berita Berita Duka Berita Sekolah Berjamaah Berkah Berkah Berlimpah Berkarya Berkemajuan Berkualitas Bermanfaat Bernyanyi Bernyanyi Unisono Berpikir Positif Berpikiran Positif Bertabur Pahala Berteman Best Practice Bijak Bijak Merdia Sosial BIMTEK SENI Biografi Bisnis Bisnis BP Bisnis Dari Rumah Bisnis Kekinian Bisnis Online Bisnis Online Succes Bisnis Owner Bisnis Pasangan Bisnis Paten Bisnis Percepatan Bisnis Rumahan Bisnis Tanpa Ruko Blog Blogger BNN Kab. Kuansing BOS BP BP Grup BP Proaktif Brasic Pro Brassic Pro Britis Propolis British Propolis BROADCASTING Budaya Budaya Kuansing Budaya Menulis Buku Buku Antologi Buku Berkualitas Buku Solo Bulan Ramadhan Bully Bullying Bunda Bupati Kuansing Bussiness Owner Leader Buya Yahya Calon Pengusaha Calon Pengusaha Pecinta Qur'an Candi Borobudur Cara Bernyanyi Menggunakan Diafragma Cara Memainkan Catatan Penting Cello Yenroza Putra Ceramah Ceramah Agama Ceramah Agama Islam Cerita Cerita Islami Cerita Motivasi Ceritaku Certified CGP 10 CGP A.10 Cinta Cipta Lagu Cipta Puisi Ciptaan Ismail Marzuki Coaching Coffe Jenna Competence Composser Computer Contoh Corona Covid-19 Curiculum Vitae Dagang Dakwah dan Inovatif dan Mengenal Akor dan Rubrik pelaksanaan observasi kelas Kegiatan Pendahuluan Dari Rumah Bisa Bisnis Daring Debat Dejavu + Band dengan Dermawan Design Blog Design Kostum Dewasa di SMA Digital Digital Marketing Diklat Nasional Dinas Kebudayaan Dan Pariwisata Kab. Kuantan Singingi Dinas Pendidikan Kuansing Disbud Par Kuansing DKC DKC Kuantan Tengah DKKS DMI Kuansing Doa Doa Anak Anak Doa Apresiasi Seni Doa Ibu Doa Istri Doaku Doktor Dokumentasi Dosen Download Duka E-KIN E-KTP Educator Edukasi Edukasi Islam EKIN Ekspose Elly Risman Emak Encore Entrepreneur Entrepreneur BP Entrpreneur Etika Even Nasional Facebook Family BP Fasilitator Fast Class FB Festival Guru Film Pendek Fiqih FLS2N FLS2N SMA FLS2N SMA KUANSING FLS2N SMA/MA Fokus Formasi CPNS Formulir Pendaftaran Forum Guru Seni SMP SMA Provinsi Riau Forum Literasi Kuansing Founder BP Founder Madu Vicella Full Day Futsal Gadget Gaji Gambar Gelar Gembira Datangnya Ramadhan_Ustadz Lasmiadi Gerakan Literasi Kuansing Gerakan Subuh Berjamaah Gitar Solo Google Green Teacher Grup Band Grup Musik Kuansing Guru Guru Bahasa Inggris Guru Berkarya Guru Literasi Guru Literat Guru Menulis Guru Musik Guru Pembelajar Guru Penggerak Guru Pengusaha Guru Penulis Guru Proaktif Guru Seni Budaya Guru Seni Musik Guruku Guruku Mulia Guruku Terbaik H. Sukarmis Haji Plus Halal Halal Mart Happy Anivesary Happy Anniversary Harapan Hari Besar Hari Guru Nasional Hari Pertama Hari Ulang Tahun Pernikahan Harta Hati Hebat Herbal Hidup Sukses Hijrah HNI HPAI Hukum Humas Humas SMAN 1 Sentajo Raya Humas SMAN Pintar Hut HUT GURU HUT Pernikahan HUT RI Hutang Hymne Ibrah Ibu Idul Adha IG IGI iGI Riau IHT Ikatan Alumni Pascasarjana UM Sumbar di Kuansing Ikhlas Ilmiah Ilmu Ilmu Agama Ilmu Agama Islam Ilmu Pengetahuan Ilmu Pengetahuan Agama Imam Al Gazali Imam Syafi'i Iman Imtaq Indah Indonesia Indonesia Pusaka Info Bisnis Info Indonesia Inggris Inspirasi Inspiratif Ciptakan Instropeksi Instropeksi Diri Instrument Inti dan Penutup Ippho Santosa IQRO' ISI Padangpanjang Islam Islam Agamaku Islami ISMUBA Isra Mi'raj Istiqamah istri Rasulullah Istri Sholehah IT Jaga Anak Anak Jaga Kesehatan Jakarta JALUR Jembatan Merah Jembatan Merah Music Dance Course Jembatan Merah Shop JM 83 STUDIO JM Musik n Sport JM Studio JMMDC Juara Juara 1 Juara Design Juara SMAN Pintar Jujur Jurnal Jurnalis Kab. Kuansing Kab.Kuansing Kabupaten Kuantan Singingi Kadis Pendidikan Kajian Kajian Ilmiah Islam Kampus Terbaik Di Sumatera Barat Kantor Perwakilan Teluk Kuantan Karakter Karya Buku Karya Cipta Karya Literasi Karyaku Kaya Kayuah Keagamaan Kebaikan Kecerdasan Kegiatan Jum'at Kegiatan Keagamaan Kegiatan Seni Kegiatan SMAN Pintar Kehidupan Kejahatan Sekolah Kekayaan Hati Kelas Kelas X Kelas XI Kelas XII Keluarga Keluarga BP Keluarga Tercinta Keluargaku Kemitraan Kepala Sekolah Kepemipinan Kesehatan Keseruan dalam Pembelajaran Keteladanan Keterampilan Guru Ketua Ketua Kombel Kayuah Narsum BNN Kab. Kuansing Tentang Literasi Digital P4GN KH. Ahmad Dahlan Khatib Jumat Khutbah Jum'at Khutbah Jumat Kisah Kisah Hikmah Kisah Motivasi Kisah Nabi Kisah Nyata Kisah Para Alim Kisah Sukses Kisah Ulama Kolaborasi Komisi Budaya Islam Komite Komposser Arangger Komunitas Belajar Komunitas Bisnis Komunitas Bisnis BP Komunitas BP Komunitas BP MOST SBM Komunitas Guru Penggerak Provinsi Riau Komunitas Kuansing Komunitas MOST BP Komunitas Proaktif BP Komunitas Quizizz Riau Koordinator Kopdar Kopdar BP Kopi Kopi Rempah Koreksi Diri Kosmetik Herbal Kostum Tari Kota Taluk Kuantan Kuansing Kreatifitas Seni Kreatiftas Seni KS TV (KUANSING TV) KTP Elektronik Kualitas Kuansing Kuansing Terkini Kuantan Hilir Kuantan Mekar Kuantan Singingi Kuantan Singingi. Kuansing Kuantan Tanah Tumpah Kuantan Tengah Kuliah Daring Kuliah Online Kultum KUMPULAN LINK TUGAS LMS PMM CGP Kunci Sukses Kurator Kurikulum Merdeka Kurikulum Merdeka Belajar Kursus Musik Kursus Tari Labersa Waterpark Lagi Viral langkah Latihan LATIHAN SOAL KELAS X ASESMEN SUMATIF SEMESTER GANJIL TAHUN PELAJARAN 2023/2024 SMA NEGERI SENTAJO RAYA LATIHAN SOAL KELAS XI ASESMEN SUMATIF SEMESTER GANJIL TAHUN PELAJARAN 2023/2024 SMA NEGERI SENTAJO RAYA LATIHAN SOAL KELAS XII ASESMEN SUMATIF SEMESTER GANJIL TAHUN PELAJARAN 2023/2024 SMA NEGERI SENTAJO RAYA Leader Leadership Learning Daring Lebaran Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab Lembaga Seni Budaya LIPIA Lirik Lagu Literasi Literasi Digital Literasi Digital dalam Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika dengan Keterkaitan Social Media LMS Logika Logo Lomba Menulis Lomba Seni Musik Lomba Tari Kreasi Berkelompok LPMP Riau M.Pd M.Pd (Dosen UNIKS dan Pengurus MUI Kab. Kuansing) MA Madinah Madinah Al Munawarah Mading Online Madu Madu Asli Madu Hutan Madu Hutan Murni Madu Murni Madu Murni dan Asli Madu Vicella Majlis Ilmu Majlis Subuh Majlis Subuh_Karakter Ajaran Islam Makalah Makkah Al Mukaramah Mama Manajemen Manajemen Pertunjukan Mande Manfaat Manfaat Program Pendidikan Guru Penggerak Manganyam Manusia Marketing Mars Masa Anak-Anakku Masa Orientasi Siswa masjid Masjid Raya Masjid Raya Pasar Taluk Kuantan Masjidil Haram Master BP Master Of Selling Master Selling Of Team Masyarakat Tanpa Riba Materi Materi Musik Vokal Materi Pembelajaran Materi Seni Budaya Materi tentang belajar vokal Maulid Nabi SAW Media Media Inovatif di Media Sosial Mekah Mekkah Membaca Membangun Membuat Buku membuat Website menginput 3 Aspek perilaku Menjadi Guru Mentor 5 Benua Menulis Menulis Buku Merdeka Belajar MERDEKA MENGAJAR Mesjid MGMP Seni Budaya SMA MGMP Seni Budaya SMA Kab. Kuansing MGMP Seni Budaya SMA/SMK/MA se Riau MH Mid Semester Milyarder MIM Teluk Kuantan Minangkabau Mindset Bisnis Mitra BP Mitra Ippho Santosa Modul Modul Projek Mompreneur MOS MOST MOST BP Mother Motivasi Motivasi Agama Motivasi Bisnis Motivasi Diri Motivasi Hidup Motivasi Islami Motivasi Kehidupan Motivasi Pendidikan Motivasi Sukses Motivator Motivator Literasi Motivator Literation Motivpreneur Muanfik Mudah Muhammadiyah Muhammadiyah Gerakanku Muhammadiyah Kuansing Muhasabah Muhasabah Diri MUI MUI Kab. Kuantan Singingi) MUI Kuansing Murid Musik musik klasik Musik Rarak Godang Musik Tradisional Musik Vokal Muslim Musyda Muhammdiyah MVKS Nabi Muhammad SAW Narasumber Narkoba Nasihat Nasihat Agama Nasihat Diri Nasihat Kehidupan Nasional New Normal Ngopi Paste Nilai Kebaikan Non Akademik Non Copy Paste Notasi Objek Olah Raga Olimpiade Sains Nasional Olimpiade Sains Nasional Kabupaten Olimpiade Sains Nasional Provinsi Ongky Hajanto Online Online Berbasis IT Optimalisasi Orang Bijak Orang Tua Orchestra Indonesia Orflame Oriflame Original OSIS OSN Owner P4GN P4TK Seni Budaya P5 Pacu Jalur Paduan Suara Pagaleran Karya Seni Tari Pahala Paham PAI PAKASERI PAKASERU Pameran Pameran Karya Seni Rupa Pandemi PANPEL FLS2N SMA Panti Asuhan Papa Parenting Pariwiasata Pascasarjana Pascasarjana UM Sumatera Barat Pascasarjana UM Sumatra Barat Pascasarjanna Paskibraka Paskibraka 2010 Pawai Budaya PD Muhammadiyah Kuansing PDM Kuansing Pebisnis Pebisnis Indonesia Pecinta Shalawat Pedagang Pedagang BP Pekanbaru Pelatihan Musik Peluang Bisnis Peluang Usaha Peluang Usaha. Pemakmur Masjid PembaTIK 2023 Pembelajar Pembelajaran Daring pembelajaran RPP/Modul Ajar Pembelajaran Tanpa Batas Pembina Pembinaan BP Pemburu Sertifikat Pemikiran Pemimpin Pemuda Pemula Pencegahan dan Pemberantasan Penyalahgunaan dan Peredaran Gelap Narkotika Pencerah Pencetak Pengusaha Pencinta Qur'an Pendidik Pendidik Penggiat Literasi Indonesia Pendidikan Pendidikan Agama Islam Pendidikan Guru Penggerak Penegak Penerbit Pengajar Praktik Pengalaman Pengawas Pengembanga Diri Pengembangan Diri Pengembangan Kompetensi Pengenalan Alat Musik Keyboard Penggiat Literasi Kuansing Penggiat Tanpa Riba Penghargaan Penguatan Pengukuhan Pengumuman Pengurus Pengusah BP Pengusaha Pengusaha BP Pengusaha Indonesia Pengusaha Muslim Indonesia Pengusaha Muslim Sukses Pengusaha Sukses PENSIBU 2022 Pensiun Penulis Penulis Mega Best Seller Perguruan Tinggi Negeri Perjuangan Persahabatan Pertemanan Pertunjukan Pertunjukan Seni Perubahan Inilah Wajah baru Pengelolaan Kinerja di Aplikasi PMM ini terjadi mulai tanggal 1 Februari 2024 Peserta Didik PGP Angkatan 10 PGRI PGRI Kuansing Photo Photograpy PIN Pisah Sambut PM PMM PNS PON Pondok Pesantren Pondok Pesantren Syafaaturrasul Putra 2 Pondok Pesantren Syafaaturrasul Putra 2 Teratak Portal Online Positif Thingking Postingan Pp Syafaaturrasul PPDB PPDB SMAN PINTAR 2013 PPPK Pps UMSB Praktik Baik Pramuka Prestasi Prestasi Seni Prestasi SMAN Pintar Prestasi SMAN Pintar 2011 Proaktif Proaktif Milyarder Produk Produktif Profesor Profil Profil Pelajar Pancasila (P5) Profil Singkat PROFIL SMAN FINTAR Projek Penguatan Profil Pelajar Pancasila (P5) PROMOSI Provinsi Riau PSAJ Psikis Psikologi PT. Arminareka Perdana Puasa Publice Speaking Publikasi Puisi Purna Pustaka Pribadi Qouplepreneur Raimunas Raimunas 2023 Ramadhan Randai Rasulullah Regenerasi Tangguh Rektor UM Sumatra Barat Religi Religius Rendah Hati Renungan Renungan Hidup Reseller Rezeki RHK Riau Riaupos Riba Ronaldo Rozalino Ronaldo Rozalino. S.Sn. RPD RSUD Rumah Allah S 2 S.Ag. S.Pd.I S.Pd.I. S.Sn. Sabar Sahabat Sahur Sambutan Sang Juara Sang Perintis Sanggar Seni Sanggar Seni Kuantan Mekar Sanggar Seni Kuantan Mekar - SSKM Sanggar Seni Kuantan Mekar (SSKM) Sanggar Seni Seraja Kuantan Sanggar Seni Seroja Sanggar Tari Santr Mandiri Santri Santri Berkarakter Santri Cerdas Santri Hebat Santri Keren Santri Mandiri Sarang Lebah Hutan Sastra Sayyidah Aisyah SBM Sedekah Sejarah SMKN 1 Teluk Kuantan Sejarah STM Sekolah Sekretaris Umum Semangat Seminar Seminar Bisnis Seminar BP Seminar Pendidikan seni Seni Budaya SENI BUDAYA ISLAM Seni Film Seni Musik Seni Musik Islami Seni Rupa Seni Sastra Seni Tari Seni Teater Senim] Seniman Senin Sentajo Raya SEO Sertifikat Shalat Shalat Subuh Shaleh Silaturahiim Silaturahmi Sistem Bleanded Learning Siswa Siswa Baru SMAN Pintar Siswa SMAN Pintar SK SKP 2024 SMA SMA N 1 Sentajo Raya SMA Negeri 1 Sentajo Raya SMA Pintar SMAN 1 Sentajo Raya SMAN 1 Sentajo Raya Juara 1 SMAN 2 Teluk Kuantan SMAN Kuansing SMAN Pintar SMK Bisa SMK Hebat SMKN 1 Teluk Kuantan SMPN 2 Teluk Kuantan SMS Gratis SMS Ramadhan Soal Soal Latihan Soal Musik Social Media Society 5.0 Software Solusi Kesehatan Solusi Usaha Sosial Budaya Sosmed Sosok Spirit Spirit Kemajuan SSKM STM Stock Center Strategi Studio Musik Suami Suara Manusia Sukses Sumatera Barat Sumber Digital Super Canggih Suplemen Kesehatan Surat Surat Keputusan Syiar Islam Tahajud Tahun Baru Tanah Tanah Suci Tangga Lagu Tari Tauhid Tausiyah Tausiyah Agama Tausiyah Islam Modern Tausiyah Singkat Teacherpreneur Teacherpreuner teknik bernyanyi yang baik dan benar dan kenapa perlunya belajar vokal di kelas X SMA Teknik Vokal Teluik Kuantan Teluk Kuantan Tema. Baik Teman Tenaga Pendidik tentang Hidup Berkelanjutan Selaras dengan Alam Teratak Terima Kasih Terus Maju Dalam Berusaha Thoyib THR Tiktok Tips Tips Sehat Tips Trik TMII Toko TOKO JEMBATAN MERAH Toko Vicella Media TP. 2023/2024 Tradisi Kuansing Tradisional Treads Tua Tugas Tugas Pokok Fungsi Tujuan Program Pendidikan Guru Penggerak Tulisan Tulisan Bisnis Tulisan Ippho Santosa Tulisanku Twitter Uang Uang Tambahan UAS Ucapan Ujian Nasional Ujian Semester Ulama Ulang Tahun Pernikahan UM Sumatera Barat Umroh Umroh & Haji Plus Umroh Haji Plus UMSB Unik Universitas Universitas Muhammadiyah Sumatera Barat Upacara Upacara Bendera Upacara Bendera Senin Usaha Sampingan Usia Senja Ustadz Ustadz H. Bahrul Aswandi Ustadz Lidus Yardi Ustadz PDM Muhammadiyah Vicella Madu Vicella Media Family Vicella Media Shop Video Video Pemanfaatan Quizizz Viola Viola Utari Putri Violino Ridho P Violino Ridho Putra Virual Virus Corona Visi Misi Vokal Vokal Solo Wabah Corona Waspada Webinar Webinar Nasional Weblog Website Wendi Abdillah Wisata Kuantan Singingi Wisata Riau Wisuda S2 Workshop Writerpreneur Writter Wrtitter yang Merdeka Yasinan Yayasan Yayasan Mesjid Raya Teluk Kuantan Yeyen Febrina YeyenFebrina Yogyakarta YouTube

Best Friend