JAGA PERASAAN ODP DAN TETAP WASPADA COVID-19
Orang yang baru keluar negeri, terutama dari negara yang terjangkit
Covid-19, dalam penanganan kasus Covid-19 disebut oleh pemerintah dengan
istilah ODP, alias Orang Dalam Pemantauan. Data ODP didapat pemerintah
dari pihak imigrasi.
Kalau ODP ini menunjukkan gejala sakit
seperti batuk, flu atau badan panas, maka ia harus diperiksa atau
memeriksakan diri dan statusnya naik menjadi PDP, alias Pasien Dalam
Pengawasan.
Baik ODP maupun PDP harus diisolasi atau
mengisolasikan diri. ODP bisa isolasi mandiri, alias berdiam diri di
rumah selama 14 hari. Sedangkan isolasi bagi PDP sebaiknya di rumah
sakit, juga selama 14 hari.
Mengapa harus 14 hari? Karena selama
14 hari itulah diyakini oleh dunia kesehatan waktu inkubasi
(berkembangnya) virus dan waktu yang tepat untuk memutus mata rantai
sebaran Covid-19 tersebut.
Jika status PDP dalam rentang 14 hari
tersebut sakitnya semakin parah, menunjukkan gejala terpapar virus dan
diduga kuat terkena Covid-19, maka statusnya naik menjadi istilah
suspect. Dengan pemeriksaan yang intensif, maka dokterlah yang kemudian
menetapkan PDP yang suspect virus Corona ini positif atau negatif
terkena Covid-19.
Nah, persoalannya, sikap sebagian kita di
tengah masyarakat terhadap ODP maupun PDP seringkali berlebihan dengan
menganggap mereka telah positif Covid-19. Mereka dighibahin bahkan
difitnah tanpa sadar sebagai korban positif Covid-19. Jangankan ODP dan
PDP, pihak keluarga pun merasa tidak nyaman dengan kondisi tersebut.
Padahal, dokter atau tim medis belum menyimpulkan mereka positif
Covid-19.
Tidak dapat dipungkiri, kewaspadaan kita sebagai
anggota masyarakat terhadap bahaya Covid-19 memang semakin tinggi dan
sikap kita semakin sensitif terhadap orang lain. Di satu sisi ini tentu
tak mengapa bahkan dianjurkan, terutama kepada orang yang memang
menunjukkan gejala terpapar Covid-19. Namun, sebaiknya kita tetap saling
menjaga perasaan antara satu dengan lainnya.
Jangan ada orang
batuk sedikit saja atau flu, pandangan kita sudah sinis, tatapan mata
kita sudah tajam kepadanya, prasangka kita sudah buruk, bahkan tiba-tiba
lari menjauhinya. Sebaiknya, jangan berlebihan seperti itu. Waspada,
tentu, tapi 'dipercantik' atau halus caranya.
Kita pun tau, orang
yang tidak menunjukkan bahkan tidak merasakan apa-apa dengan gejala
Covid-19 ternyata juga bisa dinyatakan positif Covid-19. Dan orang
seperti itu pun tidak harus dari luar negeri. Artinya, orang yang kita
anggap aman di dekat kita belum tentu aman buat kita. Begitu pula
sebaliknya. Atau, jangan-jangan tanpa disadari, kita sendirilah yang
sedang terpapar Covid-19.
Bahkan, penyebaran Covid-19 ini dinilai
yang paling berbahaya justru bukan yang dinyatakan telah positif, tapi
carrier (pembawa) yang belum diketahui dan berkeliaran tanpa yang
bersangkutan dan sekitarnya tahu, yang fisiknya kuat tapi tidak
menunjukkan gejala apa-apa. Padahal, sebenarnya ia positif Covid-19.
Bagi orang yang memang punya riwayat alergi dengan kondisi tertentu
yang biasa membuatnya batuk dan flu, untuk tidak mendatangkan
kekhawatiran dan prasangka buruk bagi orang lain, memang sebaiknya pula
berada di rumah. Tidak mendekati banyak orang jika kondisi tidak
terpaksa. Dan kita sama-sama mematuhi himbauan umara dan ulama untuk
banyak waktu di rumah. Belajarlah dari kasus Italia.
Semoga kita
diselamatkan dari wabah virus Corona yang mematikan ini, tetap waspada,
jaga sikap dan perasaan kita dengan yang lain, dan kepada Allah saja
segala urusan ini kita kembalikan.
Allahul musta'an...
@Lidus Yardi