5 cara M U D A H Menulis Buku
Baik, terimakasih kepada semua yang sudah ngirim tulisannya.
buat yg belum sempat, mhn bersabar ya :)
Sekarang kita masuk materi cara M-U-D-A-H nulis buku.
M = Menulis apa pun,
tanpa tapi!
Sudah saya kasih waktu 2 menit, hasilnya beda-beda. Ada yang
banyak, ada yang sedikit, ada yang sedikit banget. Eh, kayaknya ada yang sibuk
bengong sampai belum sempat nulis.
Apa kendalanya?
Malu, takut dibilang nrak, gak nyambung dll.
Mau nulis, tapi….
Tapi takut jelek.
Takut gak bagus
Tapi gak puitis
Tapi gak nyambung dari kata ke kata. Dari kalimat ke
kalimat. Dll lah.
Itu semua penyakit.
Sebagai pemula, kita harus terhindar dari peyakit di atas.
Menulis itu bertumbuh dan bertahap.
Kalau kata mas Rifai, penulis lebih dari 100 buku yang
kebanyakan best seller di Gramedia, tahapan menulis itu ada 3 :
1. Yang
penting nulis
2. Yang
penting terbit
3. Yang
penting best seller
Nah tahapan kita di mana?
Kalau pemula, berarti sekarang yang penting nulis. Jangan
terlalu ambisi dengan kualitas, meski tidak bleh diabaikan tentunya.Namun,
jangan sampai karena alasan kualitas, lalu gak nulis-nulis. Sama rang yang
nyari calon pasangan, maunya yang sempurna. Akhirnya gak dapet-dapet. Mungkin
dia lupa. Hidup ini bukan untuk nyari yang sepurna, melainkan saling
menyempurnakan.
Sepakat?
Begitu juga menulis; ia proses perbaikan. Jangan terlalu nafsu tentang kulaitas yang
tinggi biar dapat berjuta puji, yang akhirnya malu untuk nulis. Gak berani
ngeshare tulisan karena takut dikritik. Ujung-ujungnya gak jadi jadi
tulisannya, apalagi jadi buku. Kan nyesek.
Sekelas Ustadz Salim A. Fillah, yang kini bukunya banyak
best seller bahkan dipesan ribuan pembaca sebelum bukunya terbit, awalnya juga
nulis buku yang versi beliau bahwa kualitas dan desain sangat biasa. Bahkan
sempat minder karena merasa belum layak terbit. Namun begitu diterbitkan, bisa
direvisi untuk perbaikan. Yang hingga kini, buku pertama yang berjudul
nikmatnya pacaran setelah pernikahan itu masih banyak dicari orang.
Andai dulu gengsi, merasa kurang berkualitas lalu gak nulis
buku, maka sampai sekarang bisajadi tak ada orang yang menganal nama Salim A.
Fillah.
“Kapan ya Bang waktu yang tepat untuk memulai nulis?”
Sekarang. Karena kalau besok, kita belum tentu masih ada.
“Bagi-bagi tips agar mudah nulis dong, Bang. hehe”
Baik, dalam e-book saya yang berjudul “Jurus Manis Agar Bisa Langsung Nulis”, saya
mengutip apa yang disampaikan Ustadz M. Fauzil Adhim, seorang penulis buku-buku
motivai, pernikahan, parenting dan sebagainya yang banyak best seller. Apa tips
nulis dari beliau?
“Tuangkan saja,”
Artinya, tahap awal adalah tahapan menuangkan semua isi
kepala ke dalam tulisan, selanjutnya tahap edit, kemudian sebarkan.
Dalam e-book yang berjudul “Jurus Jitu Nulis Buku”, saya
menyampaikan tentang menulis buku dengan “Jurus Nulis Bebas”. Karena buku saya
“Saatnya Kemilau Bukan Galau” yang beredar di Gramedia sejak 2016 menggunakan
“Jurus Nulis Bebas”.
Sederhananya gini, kita nulis apa pun, gak harus satu tema,
lalu setelah banyak kita pilah-pilah dan dikumpulkan ke berbagai kelompok. Dari
kelompk itulah kita menjadikan bab buku maupun menjadi buku.
Makanya kalau bisa kita punya buku catatan khusus untuk
menuangkan ide dan tulisan. Yang itu sebagai bank ide kita. Mungkin isinya
macam-macam; materi kajian, kutipan dari buku, hasil diskusi dan lain-lain.
Dari catatan itulah dulu saya menulis menjadi buku. Artinya dari tulisan apa
pun, bisa menjadi bekal buku. Kuncinya nulis apa pun, tanpa tapi. Termasuk
teori-teori kepenulisan. Lupakan semua itu, lalu menulislah.
“Kalau mau menulis, jangan pakai ilmu yang aneh-aneh. Tulis
saja,” begitu pesan Bang Andrea Hirata, Penulis novel “Laskar Pelangi”.
Selanjutnya yang ke - 2
U = Usaha perbaikan
Masih ingat kan tentang UStadz Salim A. Fillah, yang buku
pertamanya biasa saja. Tapi ada revisi alias perbaikan. Akhirnya best seller
juga. Andai beliau gak mau melakukan perbaikan, mungkin akan dikalahkan dengan
buku setema yang lebih baik.
Sebutlah JK. Rowling; awal mula ia menulis, berkali kali
ditolak penerbit. Tapi saat ini menjadi salah satu buku yang mendunia. Kenapa?
Karena ada perbaikan.
Nah kita pelan-pelan berusaha untuk itu. mulai ikut seminar
kepenulisan, atau sharing-sharing kepenulisan seperti sekarang ini, training,
dan lain-lain yang bisa ningkatin perbaikan kita dalam menulis, gas saja. Harus
berani berkorban.
Saya dulu juga begitu. Ketika ada kesempatan seminar,
sharing, bahkan training dan nulis kolabrasi, saya usaakan ikut. Termasuk beli
buku. Ini juga untuk perbaikan. Baik dari segi referensi secara isi maupun cara
menulinya. Kita bisa pelajari buku-buku yang ada. Maksimalkan perpus gratis.
Kalau mau punya sendiri, beli, biar bisa dicoret sana sini.
Ya, untuk beli buku saya gak harus memkasa untuk beli di Toko Buku LITERA kan?
Ya meskipun LITERA melayani online dan siap kirim se-Indonesia. Kalau saya
maksa ntar bisa masuk penjara. Haha. Ya tapi kalau mau beli di @tokobukulitera
saya ikut senang. Karena toko itu dikelola istri saya. Bahkan siap menerim
reseller dari mana pun.
Kembali ke tema, bahwa kita harus melakukan perbaikan.
Karena tanpa perbaikan kita akan tertinggal. Sebab
kompetitor kita di luar sana juga terus meningkatkan kapasitas. Kejamnya dunia,
dia hanya memilih yang paling baik di antara yang baik. Artinya, gak cukup
karya kita baik, tapi diusahakan jadi yang terbaik.
Asma Nadia pernah menyarankan, sebagai penulis selayaknya
juga berperan sebagai editor. Sehingga karya kita nol kesalahan. Meski itu
tidak mungkin, namun ada semangat untuk memperbaiki naskah dengan
sebaik-baiknya. Hingga seolah editor tak perlu ngedit lagi.
Intinya, perbaikan itu adalah kebutuhan. Karena kualitas itu
yang akan dicari orang. Makanya saya senang ketika ada hastag #AyoLebihBaik.
Pernah liat?
Smg kita menjadi penulis yang dari hari ke hari semakin
lebih baik. Aamiin.
Sekarang yang ke-3
3. D = Do’a
Sebagai makhluk, jangan pernah sombong kepada Sang Pencipta.
Karena Dialah yang mengatur hidup kita. Salah satu kesombongan ketika kita tak
lagi berdoa dan meminta kepada-Nya.
Menulis itu perjuangan panjang. Perlu energi cukup besar.
Tanpa diiringi doa kepada Sang Pencipta, kita bisa stress. Putus asa.
Do’a adaah senjata. Ketika ingin berkarya, jangan lupa
berdoa. Insyallah, Allah akan menunjukkan jalan terbaik agar kita bisa
berkarya. Selagi kita mau berdo’a, kita akan selalu punya kekuatan untuk menulis.
insyaAllah.
Karena sesuai pengalaman, saya ngedit naskah buku bisa
sampai dini hari. Dan pernah sesekali saya sampaikan ke temen; kalau mau
berkarya pilihannya ada 2: antara tidur jam 2 dini hari atau bangun jam 2 dini
hari. Tanpa itu berat karya kita akan selesai.
Sekarang yang ke-4
4. A = Amati
Cek buku-buku yang ada. Cari yang mirip dengan buku yang mau
kita tulis. Amati Tiru Modifikasi (ATM).
Ke toko buku atau perpus, cari buku yang paling tipis,
paling kecil, paling biasa, kasarnya buku paling jelek lah. Terus bilang ke
diri sendiri :
- Masa aku
gak bisa buat kayak gini?
- Harusnya
aku bisa buat yang lebih baik dari ini!
Jadi biar kita gak merasa berat saat mau nulis buku. Kalau
belum apa-apa sudah lihat yang buagus, best seller, takutnya kita ngedrop dan
merasa :
- Wah
kalau kayak gini aku gak sanggup
- Aku gak
layak nulis buku
- Ilmuku
gak ada apa apanya. Malu kalau harus nulis buku
- Dan
peresepsi negatif lainnya
Inilah pembunuh. Bukan karena kita gak bisa nulis, tapi
karena kita takut dibilang karyanya gak mutu. Gak berkualitas. Gak bagus.
Jadi kita berkarya seolah harus langsung keren. Padahal
penulis yang sekarang karyanya pada best seller itu dulu mereka siapa? Orang
biasa juga.
Saya dulu juga mengamati buku-buku yang menurut saya “wah
kalau ini saya bisa”, akhirnya makin semangat buat nulis.
Terakhir, yang ke-5
H = Harus terbit
Ustadz Salim A. Fillah, sebagaimana yang saya sampaikan di
atas, buku pertamanya adalah buku yang hari ini telah direvisi. Karena menurut
beliau, saat terbit dulu ‘seolah’ belum layak terbit. Baik dari isi maupun
lainnya.
Namun karena semangat berbagi dan niat meluaskan kebaikan,
bukunya harus diterbitkan. Dan hari ini, Ustadz Salim telah menulis banyak buku
yang best seller. Bahkan belum dicetak sudah banyak yang pesen.
Andai dulu Ustadz Salim lebih memilih untuk gak nerbitin
karena merasa gak layak terbit, mana mungkin sekarang bisa best seller?
Best seller itu adalah tahap selanjutnya. Sedangkan hari
ini, kita perlu menapaki tangga pertama; nulis dulu apa pun dan harus terbit
dengan kualitas bagaimana pun. Tentunya sudah terbaik versi kita. Soal nanti
ada yang harus diperbaiki, santai saja, bisa direvisi kok.
Undang-undang yang dibuat dan diputuskan para ahli dan orang
hebat saja banyak yang direvisi, apalagi karya kita. Jadi santuy saja. Bukankah
pernah kita temui buku yang bertanda “edisi revisi”? tandanya buku itu ada
perbaikan dari terbitan sebelumnya. Nah buku kita juga bisa gitu; terbit saja
dulu. Revisi kemudian.
Saat ini sudah banyak cara untuk menerbitkan buku. Jika
sudah punya naskah siap terbit, insyaAllah @penerbitgenpro siap bantu sampai
terbit tanpa seleksi.
Oh ya, cara cepat dan mudah nulis buku adalah nulis
kolaborasi. Saya nulis buku “Kalau Cinta Jangan Nanggung” sekitar 2 bulan. Buku
“Guru Jalan Juangku” bersama para Guru SMP IT Al-Manar Pangkalan Bun,
sekitar 1-2 Bulanan. Bahkan nulis buku
“Memaknai Kesucian Cinta” kolaborasi dengan istri selesai dalam waktu 13 hari.
Makanya untuk mempermudah siapa pun nulis dan diterbitkan
jadi buku, Madani Training meluncurkan program @nuliskolaborasi insyaAllah
setiap bulan. Sekedar info, pendaftaran bulan Mei kemarin terpaksa harus
ditutup sebelum genap satu hari. Kenapa? Karena kuotanya sudah full, yakni Cuma
25 orang untuk satu buku.
Nah, untuk yang bulan juni, sementara belum dirilis. Ikuti
saja instagram @madanitraining dan @nuliskolaborasi biar tidak ketinggalan
info.
ya sementara untuk sharing malam ini, selebihnya kita bisa
diskusi.
Jadi ada 5 cara :
M : Menulis apa pun,
tanpa tapi
U : Usaha Perbaikan
D : Do’a Tanpa Henti
A : Amati Buku Sejenis
H : Harus Diterbitkan
Disingkat M-U-D-A-H.
Demikian, terimakasih. Saya kembalikan kepada moderator.
Disampaikan Oleh
Zailani BQ
(Penulis
Buku & Pendamping Program @nuliskolabrasi)
di Sharing Kepenulisan Grup WA