ini Yang Membuat Lelah Secara Mental
Ada tipe orang yang setiap kali muncul di hidup kita—baik offline maupun di media sosial—selalu membawa energi yang menguras emosi. Mereka bukan berbahaya secara fisik, tetapi secara psikologis, mereka membuat kita cepat penat. Penyebabnya sederhana: mereka haus pengakuan. Apa pun yang mereka lakukan, dari cerita sehari-hari sampai pencapaian kecil, selalu dikemas untuk memancing pujian, simpati, atau perhatian. Dalam jangka panjang, berinteraksi dengan orang seperti ini bisa membuat mental kita terkuras tanpa kita sadari.
Secara psikologis, kebutuhan berlebihan untuk diakui sering berangkat dari rasa tidak aman yang tidak diselesaikan. Mereka terus mencari “cermin eksternal” untuk memastikan keberadaan diri mereka berarti. Masalahnya, ketika seseorang menggantungkan harga dirinya pada perhatian orang lain, mereka akan menuntut energi emosional dari lingkungan. Kita yang berada di sekitarnya menjadi tempat pendaratan kebutuhan itu. Dan jika terlalu sering, itu melelahkan. Kita harus terus memberi respons, menghibur, mengonfirmasi, atau menahan diri agar tidak terseret dramanya.
Berikut tanda-tanda kenapa orang haus pengakuan begitu melelahkan secara mental:
1. Mereka Membuat Kita Merasa Harus Selalu Merespons
Orang yang haus pengakuan tidak cukup dengan satu komentar atau satu kalimat dukungan. Mereka ingin terus-menerus diyakinkan bahwa apa yang mereka lakukan layak dirayakan. Akibatnya, kita terdorong untuk terus membalas pesan, memberi reaksi, atau menunjukkan bahwa kita “ikut hadir.” Lama-lama ini terasa seperti kewajiban emosional, bukan interaksi sehat.
Di level bawah sadar, kita merasa bersalah jika tidak merespons. Padahal beban itu tidak berasal dari kita, tetapi dari kebutuhan mereka yang berlebihan. Dan rasa “harus hadir terus” adalah salah satu penyebab kelelahan mental paling umum.
2. Mereka Membuat Setiap Percakapan Berputar Mengarah ke Diri Mereka
Tidak peduli apa topik awalnya, mereka selalu bisa memutar pembicaraan agar kembali ke hidupnya, pencapaiannya, keluhannya, atau dramanya. Pembicaraan yang tadinya netral berubah jadi monolog panjang tentang betapa pentingnya mereka.
Interaksi yang tidak seimbang seperti ini membuat otak kita bekerja lebih keras. Kita harus mendengarkan, mengatur emosi, dan menahan diri agar tidak frustrasi. Dan itu jelas menguras energi.
3. Mereka Sensitif terhadap Kritik dan Membuat Kita Harus Berhati-Hati
Orang yang haus pengakuan cenderung rapuh pada kritik. Sedikit komentar bisa dianggap serangan. Akibatnya, kita merasa harus memilih kata dengan sangat hati-hati setiap kali berinteraksi. Kita takut salah bicara, takut mereka tersinggung, atau takut drama yang tidak perlu muncul.
Perasaan “jalan di atas kaca” seperti ini adalah salah satu bentuk kelelahan mental paling halus. Kita tidak bisa jujur, tidak bisa santai, dan harus terus mengatur ekspresi. Itu bukan hubungan sehat.
4. Mereka Mudah Membuat Drama untuk Menarik Perhatian
Ketika tidak mendapat respons, mereka bisa menciptakan konflik kecil agar diperhatikan. Mulai dari unggahan pasif-agresif, cerita dramatis, hingga cerita “aku korban.” Pola ini membuat kita terseret ke dalam emosi yang bukan milik kita.
Energi mental habis bukan karena konflik itu penting, tetapi karena kita dipaksa memikirkan hal yang sebenarnya tidak perlu.
5. Mereka Menggunakan Pujian atau Keluhan untuk Menjaga Dominasi Emosional
Kadang mereka memuji berlebihan agar kita merasa “berhutang” perhatian. Kadang mereka mengeluh agar kita merasa wajib menghibur. Kedua pola ini memanfaatkan emosi kita sebagai alat untuk memvalidasi ego mereka.
Lama-lama kita merasa terkuras: bukan karena mereka jahat, tetapi karena mereka tidak mampu berdiri secara emosional tanpa bantuan orang lain.
6. Mereka Membuat Kita Merasa Tidak Pernah Cukup
Berapa pun perhatian yang diberikan, rasanya tidak pernah memuaskan mereka. Mereka selalu punya cerita baru yang butuh tanggapan atau pencapaian baru yang harus kita rayakan. Ini menciptakan pola hubungan yang tidak berujung.
Kelelahan muncul saat kita sadar bahwa apa pun yang kita lakukan tidak akan pernah membuat mereka berhenti menuntut.
7. Mereka Menggantungkan Kebahagiaan pada Reaksi dari Luar—Termasuk dari Kita
Ketika seseorang mengandalkan validasi eksternal untuk merasa berharga, orang di sekitarnya otomatis dijadikan sumber kebahagiaan. Dan menjadi sumber kebahagiaan orang lain adalah tanggung jawab yang berat dan tidak realistis.
Pada akhirnya, kita merasa seperti sedang mengisi ember bocor: seberapa banyak pun kita tuang, tidak akan pernah penuh.
Source: Benua Sabda
________
Kelelahan emosional yang muncul dari menghadapi orang haus pengakuan bukan berarti kita lemah, melainkan tanda bahwa energi kita sedang dikuras secara perlahan. Menjaga jarak, menetapkan batas, dan tidak selalu terpancing memberi pengakuan adalah bentuk proteksi mental yang penting. Dunia digital sudah cukup riuh—kita tidak wajib menjadi penopang ego siapa pun.

Posting Komentar
Komentar ya