PANGEAN ONLINE, Budaya.
Oleh: Junedi
Pangean adalah suatu kecamatan yang berada di wilayah Kabupaten Kuantan Singingi Propinsi Riau. Pada awal era otonomi daerah, Pangean merupakan sebuah kecamatan hasil pemekaran dari Kecamatan Kuantan Hilir. Seiring dengan perkembangan zaman dan perjalanan waktu Pangean menjadi kecamatan dianggap layak untuk menjadi sebuah kecamatan yang definitif dan berhak
menyelenggarakan pemerintahannya sendiri.
Satu hal yang tak bisa dipisahkan dengan Pangean adalah “Silat Pangean”. Silat pangean merupakan sebuah seni bela diri yang lahir dan dipopulerkan secara turun temurun oleh guru-guru besar silat pangean (yang biasa dikenal dengan Induak Barompek) zaman dahulu, seni beladiri yang dikenal dengan gerakannya yang lembut dan gemulai namun
menyimpan akibat yang mematikan ini telah tersohor keseantero pelosok negeri baik didalam maupun diluar Propinsi Riau. Hal ini menjadikan silat pangean menjadi sebuah seni beladiri yang sangat diminati untuk dipelajari oleh pemuda-pemuda yang berasal dari Pangean itu sendiri maupun yang berasal dari luar Pangean. Sebelum mendapatkan pelajaran pertama dari seni bela diri silat pangean ini terlebih dahulu calon murid harus mengikuti suatu seremoni yang biasa dikenal dengan “Maracik Limau”. Secara umum silat pangean dapat dikelompokkan atas 1. Silek Tangan (silat tangan kosong) 2. Silek Podang (silat dengan menggunakan senjata pedang) 3. Silek Parisai (silat yang menggunakan senjata pedang dan perisai)
Disamping itu Pangean juga dikenal dengan makanan tradisionalnya yang mengundang selera. Sebut saja Lopek luo dan Lopek jantan (semacam nagasari), Puluik kucuang (ketan yang dibungkus dengan daun pisang), Lomang (ketan yang dimasak didalam bambu), plus Cangkuak durian (durian yang diasamkan), Puti Mandi, dan Sarang Panyongek. serta banyak lagi makanan khas dari Pangean ini.
Tradisi turun mandi atau dalam bahasa lain disebut “bacungak” ini sudah menjadi sebuah tradisi yang turun temurun dan bahkan sudah ratusan tahun yang lalu yang dilakukan kepada bayi yang baru lahir. Tujuan dari turun mandi atau bacungak ini untuk “meresmikan” si bayi ini dan ibu bayi ini untuk bisa mandi ke sungai dan keluar rumah dengan “bebas” yang sebelumnya karena bayi masih kecil dan ibunya masih dalam proses pemulihan tidak diperbolehkan keluar rumah ataupun pergi mandi ke sungai.
Sebelum sang bayi ini dimandikan oleh dukun beranak (yang istilahnya dukun kampung) ada banyak hal yang mesti dipersiapkan dan diperhitungkan, pertama adalah hari pelaksanaanturun mandi, jika bayi laki-laki maka acara turun mandi dilaksanakan pada hari ganji yaitu hari Ke 9, 11, 13, 15 dan 17 dari hari kelahiran sang bayi dan jika bayinya perempuan maka hari turun mandinya adalah hari ke 6, 8, 10, 12, 14 dan 16. penentuan hari pelaksanaan tersebut tergantung kepada kesiapan dan tali pusat sang bayi sudah lepas.
bintang limau
Sehari sebelum pelaksanaan prosesi turun mandi tersebut hal-hal yang mesti dipersiapkan oleh tuan rumah (orang tua sang bayi) berupa Karambial Satali (2 buah kelapa yang belum dikupas kulitnya dan diambil sedikit kulitnya dan diikat satu sama lain), sakampial bore (beras yang dimasukkan kedalam kantong yang terbuat dari daun pandan kering), satu ekor ayam toge (maksudnya disini adalah bukan sejenis makanan, tetapi seekor ayam kampung yang beratnya sekitar 7-9 ons), limau mandi (buah jeruk purut yang direbus bersama dengan akar bunga siak-siak, sejenis bunga hutan yang mempunya akar yang wangi), katupek (ketupat yang terbuat dari beras pulut), satu buah cermin kecil, sisir, bedak dan minyak kelapa.
Setelah semua bahan dipersiapkan maka sang dukun bayi memulai prosesi turun mandi yang dimulai dengan memberikan/memasang colak (colak terbuat dari ramuan arang kayu dan jaring laba-laba yang berwarna hitam pekat) kepada bayi yang telah dia persiapkan sebelumnya dari rumah dengan menggunakan kuas bulu ayam, ini dipasang ke alis mata sang bayi dengan disertai mantera-mantera. Limau mandi, katupek, cermin kecil, sisir, bedak, minyak kelapa dimasukkan kedalam sebuah nampan besar yang biasa disebut talam, yang biasanya dikenal dengan sebutan bintang limau
Setelah itu sang bayi dan ibunya dibawa keluar rumah menuju sungai Batang Kuantan /tempat pemandian, sang dukun yang menggendong bayi tersebut menggunakan payung dan memegang parasopan (puntung kayu bakar) yang diiringi dengan rarak calempong, bayi ini terlebih dahulu dibawa bersilat di halaman rumah oleh sang dukun sebelum menuju sungai dan diringi dengan membawa bintang limau dan ayam toge.
diatas ayam toge
Sesampainya di tepian sungai, sang dukun bayi memulai prosesi turun mandi ini dengan beragam cara dan makna yang luas, diantaranya adalah sebelum mandi ke sungai sang bayi ini dipasangkan colak yang terbuat dari ramuan arang kayu dan sarang laba-laba, sarang laba-laba mempunyai makna kelak sang bayi ini sudah dewasa ia akan sama seperti laba-laba yang rajin mencari nafkah, mendudukan bayi diatas ayam, ini melambangkan kendaraan bagi sang bayi kelak, artinya sang bayi ini jika sudah dewasa akan mencari nafkah, menghanyutkan bara kayu ke sungai mempunyai makna melepaskan segala beban ataupun masalah terhadap bayi ini, menghadapkan sang bayi ke cermin setelah dibedaki ini mempunyai makna kelak dia akan memperhatikan penampilannya (lai manggaya), setelah selesai mandi balimau, ketupat yang ada didalam bintang limau tadi diperebutkan oleh para penonton yang bermakna ketupat ini adalah pemberian/sedekah dari bayi kepada orang lain dan ada juga yang menyebutkan kalau kelak nanti setelah dewasa dia akan menjadi primadona / rebutan oleh wanita jika bayi laki-laki dan sebaliknya.
Sesampainya dirumah sang bayi dimasukkan kedalam ayunan yang terlebih dahulu dibuat dengan menggunakan kain sarung yang juga dibawahnya diletakkan parasopan (asap yang ditimbulkan oleh sabut kepala yang dibakar) dengan diiringi menbaca doa oleh dukun bayi. Setelah hitungan ayunan dinilai tepat oleh sang dukun maka sang bayi ini ditidurkan di tempat tidurnya, ini menandakan prosesi turun mandi bagi sang bayi telah selesai,
Acara selanjutnya adalah makan bersama, ibu bayi dan seluruh keluarga serta para undangan makan bersama, yang menarik disini adalah ibu sang bayi dipersilahkan untuk memilih makanan apa saja yang ia sukai, setelah diletakkan dipiring maka sang dukun bayi membacakan sesuatu dan sang ibu bayi boleh makan sepuasnya tanpa harus memperhatikan pantangan yang sebelumnya memang sangat ketat bagi ibu bayi ini, tapi jangan coba untuk makan semaunya jika belum ditawari oleh dukun bayi .
Jika acara turun mandi ini dilakukan dengan meriah, maka tak ketinggalan sisampek yang sebelumnya dibuat oleh bako dari keluarga bapak sang bayi ini diperebutkan, acara ini sangat dinanti-nanti oleh anak-anak dan pengunjung lainnya karena selain seru mereka memperebutkan makanan yang digantungkan di sisampek tersebut.
Sisampek adalah terbuat dari rangka bambu atau batang pisang yang dihiasi dengan bunga-bunga yang ditusuk dengan lidi daun kelapa yang diselipkan dengan kue-kue dan penganan kecil. Bermacam model sisampek dibuat, ada yang berbentuk kapal, pesawat terbang dan lain-lain.
Setelah rentetan acara selesai maka sang dukun bayi pulang dengan membawa 1 rantang makanan, ayam toge dan karambial satali.
Demikian sedikit informasi tentang prosesi turun mandi ini yang penulis sampaikan, sumber informasi ini penulis dapatkan langsung dari dukun bayi yang kebetulan melaksanakan acara turun mandi ini terhadap anak penulis sendiri. Semoga dapat menambah pengetahuan para pembaca terhadap kebudayaan asli daerah Pangean ini, terima kasih. Source:pangean.wordpress.com
Posting Komentar
Komentar ya