Kata Merekaโ. . . celupkan ujung batang korek ke dalam madu, lalu gesekkan sepintas ke permukaan belerang pada korek api. Jika api menyala, maka itu adalah madu asli, karena bersifat mudah terbakar. Sedangkan pada madu palsu, api tidak akan menyala karena kandungan airnya tinggi.โ

Ini adalah cara pengujian paling dungu diantara semua eksperimen populer lainnya.
Pada percobaan tersebut, api bisa saja menyala atau tidak tergantung seberapa lama Anda mencelupkan ujung batang korek api ke dalam madu atau seberapa lama batang korek api terekspos oleh api, tidak peduli madu tersebut asli atau bukan. Sehingga hasil pengujian inipun juga tidak bisa dipercaya.
Jika Anda mencobanya di rumah, cara ini mungkin saja bekerja untuk satu atau dua kali percobaan, tapi hasilnya tidak akan konsisten untuk semua jenis madu dari sumber flora berbeda. Lagi-lagi itu dipengaruhi oleh kadar air pada madu tersebut. Artinya, sifat fisika mudah terbakar tidak mutlak menjadi penanda dari kemurnian madu tersebut.
Bagaimanapun, madu murni tetaplah memilki kandungan air di dalamnya, yang mana pada beberapa jenis madu dengan kandungan air yang cukup tinggi tidak akan mudah terbakar. Sebagai contoh, madu hutan, misalnya, yang teksturnya encer (karena kandungan airnya cukup banyak) akan gagal melewati serangkaian tes ini.
Perlu diingat bahwa kelembaban relatif (Rh) udara di Indonesia cukup tinggi, yaitu berkisar antara 60% hingga 90%. Sifat madu yang higroskopis akan menarik air dari lingkungan sekitar, sehingga menghasilkan madu dengan kandungan air cukup tinggi, yaitu sekitar 18,3% sampai 33,1%. Madu dengan kandungan air diatas 20% sudah bisa dikatakan encer, sehingga akan mematikan api yang dimasukkan ke dalamnya.
Jadi, jenis-jenis madu murni yang berasal dari nektar tanaman berbeda akan memberikan jangkauan karakteristik yang luas untuk kepadatan, kekentalan, sifat mudah terbakar, rasa manis, dan karakteristik lainnya.
Posting Komentar
Komentar ya