APA BENAR ZAMAN SEKARANG GAK PERLU PINTAR?
"Bun, zaman sekarang tuh kayanya orang kalau mau kaya gak perlu pintar, ya?" Tiba-tiba si sulung mengajukan pertanyaan yang bikin saya terhenyak. Kok bisa anak saya kepikiran seperti itu?
"Eh gimana maksudnya, Bang?" Khawatir salah tangkap, saya tanya ulang. Memastikan. Jangan sampai udah ngomel ternyata beda persepsi. Kan runyam.
"Bunda liat deh, banyak banget YouTuber kaya yang kontennya biasa aja. Macem kartun-kartun geje yang gambarnya tuh gak bagus. Jauh lah sama macem Nussa atau Riko gitu. Ada juga joget-joget alay atau yang main games gitu. Itu kan gak perlu pintar yang sampai jadi sarjana atau bahkan profesor. Tapi viewers-nya ribuan, subscribers-nya juga bahkan ada yang sejuta lebih. Kebayang gak penghasilannya?"
"Ya, dengan kemampuan pas-pasan aja bisa bikin konten macam itu, Bang. Apalagi kalau pintar, pasti lebih bagus kontennya." Ayahnya nyeletuk.
"Belum tentu. Buktinya channel yang suka bebikinan yang suka Gaza tonton, viewers sama subscribers-nya lebih sedikit dari konten-konten yang tadi itu."
"Bebikinan apa?"
"Itu loh yang kreasi barang dari kardus, robotik, tips tentang HP macam kalau nge-hang dan sebagainya. Viewers-nya ada yang cuma ratusan. Subscribers-nya juga. Padahal Gaza yakin itu bikinnya pake mikir, belajar dulu, nyobain dulu. Gak bisa sembarangan. Bandingin sama yang tinggal joget alay atau ngomentarin games, 'Hey gaes, sekarang kita mau bla bla bla ...' gitu, Bun. Lebih susah yang kreasi-kreasi, kan?"
Saya terdiam. Apa yang dia bilang memang benar. Realitanya seperti itu.
"Bunda inget Odading Mang Oleh? Itu malah asal mangap, mana ngomongnya kasar, bisa viral banget. Liat viewers-nya. Buanyaak!"
"Trus kamu tambahin banyak dengan ditonton terus?"
"Eh ya enggak lah. Gaza cuma penasaran aja, kenapa yang kaya gitu laku banget, tapi kalau konten bagus gak terlalu laku?"
Hmm ... Andai anak sulung saya tahu, bahwa hal ini juga terjadi di dunia kepenulisan yang digeluti oleh ibunya. Dimana tema-tema 'enggak banget' macam 'Mertua Jahat', 'Menantu Gak Tahu Diri', 'Pelakor Genit' atau 'Suami Selingkuh' bisa menuai respon menjulang, sementara tulisan berkualitas seringkali sepi pengunjung.
Kenapa? Entah, masih misteri. Mungkin karena minat baca sebagian masyarakat masih rendah. Atau bisa jadi karena beban hidup yang semakin berat. Jadi saat mencari bacaan, judul yang berat auto tak dilirik karena dikhawatirkan bisa bikin tensi naik atau kewarasan menurun.
Sekali lagi ini mungkin, lho. Belum ada penelitian dengan validitas dan reliabilitas signifikan soal ini.
Balik lagi ke pertanyaan anak saya. Lelaki yang tepat berusia sebelas besok itu menunggu. Menunggu ibunya menjawab tanya mengenai konten alay yang mudah viral, sebaliknya konten berkualitas yang tenggelam. Lebih dari itu, ia mulai berpikir bahwa tak penting untuk menjadi pintar jika ingin kaya di zaman sekarang.
Ya Allah jangan sampai ... Duh nyebutnya aja saya gak sampai hati. Nauzubillaahimindzalik!
"Bang ..." Akhirnya saya bersuara.
Dia menyimak.
"Kamu tau nggak, bahwa apapun yang kita lalukan selama hidup ini kelak harus dipertanggungjawabkan di akhirat?"
Dia mengangguk.
"Gak bakal ada yang luput, Bang. Orang yang nyatet malaikat di kanan kiri lho. Mana ada malaikat pelupa. Pasti semuanya lengkap."
Saya minum dulu. Enggak haus amat, sih. Biar dramatis aja.
"Apapun yang kita lakukan, kita bikin baik itu konten video ataupun tulisan, kelak tangan ini akan bersaksi lho. 'Dulu aku dipakai nyuri, ya Allah. Dulu aku dipakai bikin konten jelek ya Allah. Dipakai maksiat, ya Allah,' begitu mereka bersaksi. Dan mulut ini udah gak bisa membela diri."
Saya minum lagi. Kali ini beneran haus.
"Lebih dari itu, semua ini bisa jadi pahala atau dosa jariyah, yang akan terus ngalir meski kita udah meninggal."
"Caranya gimana?"
"Misalnya ada orang bikin konten jelek, trus dia meninggal. Nah kontennya kan masih ada. Kalau viewers-nya ngikutin berbuat buruk seperti apa yang dia lakukan, itu dia juga kebagian dosanya. Sebaliknya, kalau semasa hidupnya seseorang suka bikin konten bagus. Misalnya dia meninggal. Setelah dia nggak ada, orang masih nonton kontennya dan terinspirasi. Berubah jadi lebih baik karena dia. Nah ini akan jadi pahala yang terus mengalir meski dia udah nggak ada. Paham?"
"Paham, Bun." Eh malah adiknya yang balita yang menimpali. Dia cuma ngangguk.
Kan saya jadi pengen minum lagi. Tapi taunya udah abis.
"Hidup itu bukan cuma untuk nyari harta, Bang. Tapi juga memperbaiki adab dan menambah ilmu. Kaya raya kalau gak punya adab dan ilmu, percuma. Bisa-bisa hartanya abis buat maksiat, judi misalnya. Atau memproduksi barang-barang haram macam narkoba, yang dijual ke anak-anak. Beda kalau orang baik dan pintar yang kaya. Mereka pasti mempergunakan uangnya untuk hal-hal baik. Banyak bersedekah lah paling gaknya. Atau bikin fasilitas yang bisa dinikmati oleh orang banyak."
"Kaya sumurnya Utsman bin Affan?"
"Aah bener! Itu sumur gak perlu viral, tapi manfaatnya masyaaAllah. Bisa nambahin pahala terus-menerus selama masih bermanfaat.
Anak itu ngangguk-ngangguk. Ish ngeselin gak sih, ngasih pertanyaan susah tapi pas dijawab malah diem aja? Tapi semoga sih dia paham. Soalnya habis itu gak nanya-nanya lagi, sibuk merakit robot hadiah ulangtahun dari nenek dan tantenya.
Tinggal ibunya yang bersiap tidur dengan pertanyaan menggantung, apakah tulisannya selama ini berpotensi menghasilkan pahala?
#copas
Posting Komentar
Komentar ya