3.1.j.1. Blog Rangkuman Koneksi Antar Materi - Modul 3.1
Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin
Ronaldo
Rozalino, S.Sn.,M.Pd, CGP Angkatan 10, Kab. Kuansing, Prov. Riau
SMAN
1 Sentajo Raya, Kab. Kuanising, Prov.Riau
Bismillah. Alhamdulillah. Waktu
terus berjalan tak terasa perjalanan guru penggerak angkatan 10 ini sudah
sampai pada modul 3.1 yaitu Pengambilan Keputusan
Berbasis Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin. Sudah begitu banyak materi
dan ilmu-ilmu baru yang dipelajari mulai dari modul 1.1 sampai 3.1 ini.
Tentunya semua ilmu-ilmu yang sudah didapat tersebut akan sangat berguna dan
bermanfaat untuk mewujudkan merdeka belajar.
Izinkan saya dalam kesempatan ini
membahas tentang Tugas Koneksi Antar Materi Modul 3.1 Modul 3.1Pengambilan
Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin. Dalam Tugas ini terdapat 14
pertanyaan yang akan saya coba membahasnya satu per satu.
Bagaimana filosofi Ki Hajar
Dewantara dengan Pratap Triloka memiliki kaitan dengan
penerapan pengambilan keputusan sebagai seorang pemimpin?
Pandangan filosofis Pratap Triloka
Ki Hajar Dewantara harus menjadi teladan bagi seluruh siswanya (Ing Ngarso
Sungtulada). Teladan dalam kepemimpinan yang disipliner, komunikatif, proaktif,
kolaboratif, dan memajukan sekolah. Dengan cara yang sama, guru bertindak
sebagai pemimpin bagi anak-anak didiknya. Dalam implementasi tingkat satuan
pendidikan, guru kadang-kadang perlu berada di tengah-tengah anak-anak didiknya
untuk menjadi anggota komunitas sekolah (Ing Madya Mangun Karsa) untuk
memberikan dorongan dan pemahaman agar "seluruh siswa / anggota kelompok
merasa terlibat secara aktif dalam setiap tahap perkembangan atau pertumbuhan
kelompok, agar setiap anak didiknya merasakan dirinya sebagai bagian dari
kelompok dan bukan orang asing dalam proses pendidikan."
Dengan menerapkan filosofi Ki Hadjar Dewantara di tingkat
satuan pendidikan dengan guru dan pendidik berperan sebagai pemimpin
pembelajaran, diharapkan akan tercipta siswa yang mencerminkan nilai-nilai
Pancasila dalam berpikir dan bertindak. Ini dikenal sebagai "profil siswa
Pancasila". Selain itu, hasil pendidikan siswa Pancasila dapat digambarkan
dalam 6 (enam) karakteristik utama: 1) Beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha
Esa, dan berakhlak mulia, 2) Mandiri, 3) Berpikir kritis, 4) Kreatif, 5)
Bergotong-royong, dan 6) Berkebhinekaan global.
Bagaimana nilai-nilai yang tertanam
dalam diri kita, berpengaruh kepada prinsip-prinsip yang kita ambil dalam
pengambilan suatu keputusan?
Prinsip-prinsip
yang digunakan dalam pengambilan keputusan dipengaruhi oleh nilai-nilai
internal. Ini dapat diartikan bahwa materi tentang 4 paradigma, 3 prinsip, dan
9 langkah pengambilan keputusan adalah titik awal dalam melatih kemampuan
mengambil keputusan. Selanjutnya, nilai-nilai diri pendidik akan sangat
berpengaruh dalam pengambilan keputusan tersebut. Konsep pengambilan keputusan
menguatkan nilai-nilai positif dalam diri sebagai petunjuk dalam pengambilan
keputusan.
Pada akhirnya, keputusan yang dibuat
oleh guru dan pendidik sesungguhnya mencerminkan nilai-nilai dan kemampuan yang
ada pada masing-masing individu, sehingga mereka dapat membuat keputusan yang
bertanggung jawab dan menguntungkan murid-murid mereka dengan melihat dari dua
perspektif, yaitu bujukan moral dan dilema etika.
Bagaimana materi pengambilan keputusan
berkaitan dengan kegiatan ‘coaching’ (bimbingan) yang diberikan
pendamping atau fasilitator dalam perjalanan proses pembelajaran kita, terutama
dalam pengujian pengambilan keputusan yang telah kita ambil? Apakah
pengambilan keputusan tersebut telah efektif, masihkah ada
pertanyaan-pertanyaan dalam diri kita atas pengambilan keputusan
tersebut? Hal-hal ini tentunya bisa dibantu oleh sesi ‘coaching’
yang telah dibahas pada sebelumnya.
Ada
hubungan antara materi coaching dan materi pengambilan keputusan. Menurut Grant
(1999), coaching didefinisikan sebagai sebuah proses sistematis dan kolaboratif
yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil, dan di mana instruktur
membantu peserta didik untuk meningkatkan performa kerja mereka, pengalaman
hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi mereka sendiri. Coaching
dapat dilakukan melalui pemodelan, seperti T-I-R-T-A, atau melalui diskusi
berdasarkan nilai-nilai coaching. Yang terakhir adalah metode yang dikenal
sebagai sistem among/guide. Dengan cara yang sama, pengambilan keputusan juga
memiliki pola yang terdiri dari sejumlah parameter atau indikator yang
digunakan untuk menguji seberapa yakin kita dalam membuat keputusan dengan
berbagai argumen logis. Model analisis pengambilan keputusan seperti coaching
menggunakan analisis empat paradigma, tiga prinsip, dan sembilan langkah.
Pengujian pengambilan keputusan
melalui empat paradigma, tiga prinsip, dan sembilan langkah akan menghasilkan
hasil keputusan yang bijaksana. Dengan kata lain, keduanya, pengambilan
keputusan dengan pola 4 paradigma, 3 prinsip, dan 9 langkah, dan coaching
dengan pola T-I-R-T-A, keduanya merupakan pola yang menjadi rujukan untuk
membantu dalam pengambilan keputusan. Pola analisis, 4 paradigma, 3 prinsip,
dan 9 langkah, merupakan parameter yang secara konsisten dan bertahap dijadikan
rujukan dalam konsep berpikir untuk pengambilan keputusan.
Coaching dengan pola T-I-R-T-A, di
sisi lain, mengacu pada keterampilan dialogis yang dimiliki seorang coachee
untuk menyelesaikan masalah dengan berfokus pada solusi, berorientasi pada
hasil, dan sistematis. Metode ini memungkinkan coachee untuk meningkatkan
pengalaman hidup, performa kerja, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi.
Bagaimana kemampuan guru dalam
mengelola dan menyadari aspek sosial emosionalnya akan berpengaruh terhadap
pengambilan suatu keputusan khususnya masalah dilema etika?
Kemampuan
seorang guru untuk mengendalikan dan memahami aspek sosial emosionalnya akan
berdampak pada proses pengambilan keputusan mereka. Ini berarti bahwa ketika
seorang guru memiliki keterampilan sosial emosional yang lebih baik, mereka
lebih baik dalam mengambil keputusan. Mereka menggunakan empat paradigma, tiga
prinsip, dan sembilan langkah untuk membuat keputusan yang bijak. Ketika saya
menghadapi berbagai masalah atau dilema, saya menyadari, merasakan, dan
mengalami bahwa kemampuan sosial emosional yang baik dapat membantu saya
berpikir lebih jelas dan berpikir lebih jauh. Keterampilan sosial dan emosional
sangat diperlukan untuk membuat keputusan dengan tenang dan sistematis yang
mengadopsi empat paradigma, tiga prinsip, dan sembilan langkah pengambilan
keputusan.
Saya melihat keterampilan sosial dan
emosional sebagai proses di mana orang dewasa dan anak-anak memperoleh dan
menerapkan pengetahuan, sikap, dan keterampilan yang diperlukan untuk memahami
dan mengelola emosi, menetapkan dan mencapai tujuan positif, merasakan dan
menunjukkan empati terhadap orang lain, membangun dan mempertahankan hubungan
yang positif, dan membuat keputusan yang bertanggung jawab. Salah satu faktor
keberhasilan dalam pekerjaan guru adalah kompetensi sosial dan emosional, yang
memungkinkan mereka mengajar siswanya tentang kesadaran diri, pengelolaan diri,
kesadaran sosial, keterampilan berelasi, dan pengambilan keputusan yang
bertanggung jawab.
Bagaimana pembahasan studi kasus yang
fokus pada masalah moral atau etika kembali kepada nilai-nilai yang dianut
seorang pendidik?
Studi
kasus yang berfokus pada masalah moral atau etika kembali ke prinsip pendidik. Ini
berkaitan dengan kemampuan dan prinsip yang dianut oleh seorang pendidik.
Dengan kata lain, keputusan yang dibuat oleh seorang pendidik akan dipengaruhi
oleh prinsip-prinsip mereka. Saya percaya bahwa sebuah akhir dari pengambilan
keputusan mencerminkan nilai-nilai yang diyakini itu sendiri. Jika keputusan
itu dibuat oleh seseorang, maka hasilnya mencerminkan nilai-nilai individu
tersebut. Di sisi lain, keputusan yang dibuat oleh kelompok orang, seperti
menentukan tingkat satuan pendidikan, mencerminkan nilai-nilai orang-orang
dalam kelompok tersebut.
Selain itu, kemampuan pengambilan
keputusan tidak cukup dipelajari secara teoritis; sebaliknya, kemampuan ini
harus dipraktikkan melalui studi kasus yang relevan dengan kehidupan
sehari-hari. Contoh studi kasus yang saya pelajari sebagian besar terjadi pada
tingkat individu dan kelompok tingkat satuan pendidikan.
Studi kasus tentang pelatihan
keterampilan juga baik dilakukan dalam tim. Ini memungkinkan orang lain
melihat, mendengar, dan merasakan proses pengambilan keputusan yang bertanggung
jawab. Dalam proses ini, orang-orang yang tergabung dalam kelompok membahas
sebuah studi kasus dari sudut pandang yang berbeda atau mungkin sama. Namun,
perbedaan atau kesamaan dalam cara orang melihat kasus dalam proses mengasah
keterampilan pengambilan keputusan akan saling menguatkan dan dapat menjadi
pelajaran.
Bagaimana pengambilan keputusan yang
tepat, tentunya berdampak pada terciptanya lingkungan yang positif, kondusif,
aman dan nyaman.
Pengambilan
keputusan yang tepat berdampak pada pembentukan lingkungan yang positif,
kondusif, aman, dan nyaman. Dengan terus berlatih menggunakan pola 4 paradigma,
3 prinsip, dan 9 langkah pengambilan keputusan, sangat mungkin untuk membuat
keputusan seperti ini. Namun, pola pengambilan keputusan harus didukung oleh
keterampilan sosial emosional setiap orang yang membuat keputusan. Ketika
seseorang membuat keputusan, baik secara mandiri atau dalam kelompok,
nilai-nilai mereka dipengaruhi oleh keyakinan dan nilai-nilai mereka sendiri.
Selanjutnya, keyakinan dan nilai-nilai kelompok tersebut akan mewarnai
keyakinan dan nilai-nilai kelompok tersebut saat mengambil keputusan.
Pada akhirnya, jika seseorang atau
kelompoknya berpegang teguh pada nilai-nilai kebajikan universal dan berpikir
untuk membuat keputusan yang bertanggung jawab dan berpihak pada siswa, maka
keputusan yang tepat akan dibuat. Keputusan ini akan menghasilkan lingkungan
yang positif, menyenangkan, aman, dan nyaman yang didasarkan pada nilai-nilai
kebajikan universal.
Apakah tantangan-tantangan di
lingkungan Anda untuk dapat menjalankan pengambilan keputusan terhadap
kasus-kasus dilema etika ini? Adakah kaitannya dengan perubahan paradigma
di lingkungan Anda?
Secara keseluruhan, pengambilan
keputusan dalam kasus dilema etika terkait perubahan paradigma di lingkungan
kerja tidak terlalu sulit. Pada lingkungan kerja, komunikasi yang efektif dan
saling memberdayakan adalah kunci untuk mengembangkan prinsip kebajikan
universal. Selain itu, pengambilan keputusan yang berkaitan dengan dilema etika
sangat dipengaruhi oleh kepemimpinan yang kuat.
Namun demikian, tentu saja ada
orang-orang dalam sebuah komunitas yang masih menghadapi kesulitan untuk
berubah menjadi guru dan pendidik di dunia pendidikan. Namun, dengan
kepemimpinan yang kuat dari kepala sekolah, tantangan seperti dilema etika
dapat diatasi dengan baik dan mencerminkan nilai-nilai kebajikan universal dan
membantu anak.
Apakah pengaruh pengambilan keputusan
yang kita ambil ini dengan pengajaran yang memerdekakan murid-murid kita?
Bagaimana kita memutuskan pembelajaran yang tepat untuk potensi murid kita
yang berbeda-beda?
Pengaruh pengajaran yang membebaskan
siswa untuk membuat keputusan. Pendidikan yang benar-benar memerdekakan siswa
dimulai dari guru dan pendidik yang merdeka. Dengan kata lain, saya percaya
bahwa seorang guru tidak mungkin memerdekakan siswanya. Oleh karena itu,
satu-satunya orang yang dapat memberikan kemerdekaan pembelajaran kepada
murid-murid mereka adalah guru atau pendidik yang sudah bebas secara pribadi.
Pendidik harus memahami konsep dan
internalisasi filosofis pendidikan, baik secara langsung maupun tidak langsung,
sebagai bagian dari nilai kebajikan diri universal, agar mereka dapat membuat
keputusan yang bermanfaat bagi siswa mereka. Filosofi Pratap Triloka, bersama
dengan Ing Ngarso Sungtulada, Ing Madya Mangun Karsa, dan Tutwuri Handayani,
biasanya lebih diterima dalam konteks budaya Indonesia.
Selain itu, pengambilan keputusan
yang memerdekakan murid-murid dapat dicapai oleh guru dan pendidik yang
memiliki kompetensi sosial emosional yang baik. Kemampuan ini memungkinkan
mereka menjalankan pekerjaan mereka dengan membantu murid-murid mereka belajar
tentang kesadaran diri, pengelolaan diri, kesadaran sosial, keterampilan
berelasi, dan pada akhirnya membuat keputusan yang bertanggung jawab.
Bagaimana seorang pemimpin pembelajaran
dalam mengambil keputusan dapat mempengaruhi kehidupan atau masa depan
murid-muridnya?
Cara seorang pemimpin pembelajaran
membuat keputusan dapat memengaruhi kehidupan atau masa depan murid. Pemimpin
pembelajaran adalah sosok guru, yang digugu dan ditiru. Ini berarti bahwa guru
sangat penting dalam proses pendidikan untuk menanamkan nilai-nilai kebajikan
universal yang akan menjadi dasar karakter anak-anak selama masa depa mereka.
Dengan kata lain, kegagalan untuk menanamkan nilai-nilai karakter pada anak
adalah kegagalan untuk menyiapkan generasi muda dengan mentalitas yang kuat dan
tangguh yang berasal dari kebajikan universal.
Selain itu, dapat dikatakan bahwa
nilai-nilai yang dipegang oleh seorang guru atau pendidik secara bertahap dan
bertahap akan membentuk nilai-nilai mereka pada anak-anak seiring berjalannya
waktu. Ini terjadi karena guru atau pendidik secara langsung atau tidak
langsung memberikan contoh kepada anak-anak selama mereka menempuh pendidikan
di bawah pengasuhan mereka baik di lembaga formal maupun informal. Dengan
demikian, seiring berjalannya waktu, nilai-nilai yang dipegang oleh guru atau
pendidik secara bertahap
Oleh karena itu, sebagai pemimpin
pembelajaran, pendidik harus membuat keputusan dengan memperhatikan murid dan
berpegang teguh pada prinsip kebajikan universal sebagai ruh dalam setiap
keputusan mereka. Mereka juga harus mengutamakan sistem among, proses arahan,
dan pengembangan budaya yang positif. Pada akhirnya, anak-anak akan berkembang
dalam proses pendidikan yang memerdekakan mereka untuk keselamatan hidup
mereka, melalui proses pendidikan baik formal maupun informal, di bawah
bimbingan pendidik. Seorang pemimpin pelajaran adalah orang yang memiliki
keyakinan dan terbukti melakukannya, mengedepankan budaya yang positif,
berpihak pada murid, memiliki kemampuan sosial emosional dan komunikasi yang
baik, dan mampu berkomunikasi dengan baik.
Apakah kesimpulan akhir yang
dapat Anda tarik dari pembelajaran modul materi ini dan keterkaitannya dengan
modul-modul sebelumnya?
Hasil belajar dari modul ini dan
hubungannya dengan modul sebelumnya adalah:
Guru harus memiliki kemampuan pengambilan keputusan, yang berbasis pada
filosofi Ki Hajar Dewantara tentang pemimpin pembelajaran.
Berdasarkan budaya yang positif, pengambilan keputusan harus dilakukan dengan
menggunakan alur BAGJA, yang akan menghasilkan lingkungan yang positif,
kondusif, aman, dan nyaman (kesehatan).
Dalam proses pengambilan keputusan,
seorang guru harus memiliki kesadaran penuh, atau kesadaran, untuk mengarahkan
siswanya ke profil siswa pancasila.
Dalam profil siswa pancasila, terdapat banyak dilema moral dan bujukan etika.
Akibatnya, untuk menyelesaikan dan menyelesaikan masalah dengan cara yang
menguntungkan siswa, proses pengambilan keputusan dan pengujian sembilan
langkah diperlukan.
Sejauh mana pemahaman Anda tentang
konsep-konsep yang telah Anda pelajari di modul ini, yaitu: dilema etika dan
bujukan moral, 4 paradigma pengambilan keputusan, 3 prinsip pengambilan
keputusan, dan 9 langkah pengambilan dan pengujian keputusan. Adakah hal-hal
yang menurut Anda di luar dugaan?
Konsep dilema etika dan bujukan
moral adalah ide-ide yang berguna dalam kehidupan nyata. Mereka berkaitan
dengan membuat keputusan sebagai seorang pemimpin berdasarkan nilai kebajikan.
Untuk memanfaatkannya, identifikasi yang jeli, jelas, dan mendetail diperlukan
untuk kedua hal ini. Fokus identifikasi mendalam adalah empat paradigma
masalah, tiga prinsip mengatasi masalah, dan sembilan langkah pengujian
keputusan. Diluar dugaan, ternyata hal itu telah dilakukan dalam kehidupan
sehari-hari, tetapi tidak secara menyeluruh dan sistematis. Akibatnya, terkadang
masih ada masalah dalam pelaksanaannya.
Sebelum mempelajari modul ini,
pernahkah Anda menerapkan pengambilan keputusan sebagai pemimpin dalam situasi
moral dilema? Bilamana pernah, apa bedanya dengan apa yang Anda pelajari di
modul ini?
Sebelum mempelajari modul ini, kami
secara tidak sadar telah menerapkan proses pengambilan keputusan sebagai
pemimpin dalam situasi dilema etika. Namun, kami tidak menerapkan empat
paradigma, tiga prinsip, dan sembilan langkah pengujian keputusan.
Bagaimana dampak mempelajari konsep
ini buat Anda, perubahan apa yang terjadi pada cara Anda dalam mengambil
keputusan sebelum dan sesudah mengikuti pembelajaran modul ini?
Mempelajari modul ini akan sangat
bermanfaat karena akan membantu kita mengidentifikasi dilema moral dan bujukan
etika dan mengatasinya.
Seberapa penting mempelajari topik
modul ini bagi Anda sebagai seorang individu dan Anda sebagai seorang pemimpin?
Materi ini sangat penting untuk
dipelajari baik sebagai individu maupun sebagai pemimpin karena sangat penting
bagi calon calon pemimpin.
hasil yang dapat diambil dari
pembelajaran modul materi ini dan hubungannya dengan modul sebelumnya. Ini
dapat digambarkan dalam konteks pengambilan keputusan sebagai cermin dari nilai
diri yang diyakini oleh individu yang mencerminkan nilai-nilai tersebut.
Berdasarkan filosofi pendidikan Ki Hajar Dewantara, Kompetensi Sosial Emosional
(KSE), ini bertujuan untuk menciptakan budaya yang positif yang membantu
anak-anak, yang pada gilirannya akan mendorong setiap individu untuk menjadi
bagian dari komunitas. Dengan kata lain, nilai-nilai komunitas terdiri dari
nilai-nilai individu yang tergabung dalam komunitas dan nilai-nilai individu
yang berasal dari komunitas tersebut.
Keputusan sebagai hasil akhir
mencerminkan nilai-nilai diri atau kelompok, tidak lepas dari sudut pandang
individu atau kelompok itu sendiri. Ini dilakukan dalam konteks pemimpin
pembelajaran terhadap nilai-nilai filosofis pendidikan Ki Hajar Dewantara,
kompetensi sosial emosional, implementasi budaya positif, dan kesadaran diri
akan nilai kebajikan universal dan penerapan mereka dalam tata pergaulan
masyarakat.
Demikian koneksi antar materi modul 3.1. Pengambilan Keputusan Berbasis Nilai-nilai Kebajikan sebagai Pemimpin , semoga bermanfaat.
Keren pak, terimakasih ilmunya..