MUHAMMADIYAH DAN NU BERKHIDMAT UNTUK NEGERI
Oleh : *Ariadi MSi*
Publik tahu Muhammadiyah itu organisasi kaya raya. Kekayaan Muhammadiyah diperkirakan mencapai 400 triliun. Kekayaan itu diantaranya terdiri dari aset tanah, bangunan dankendaraan kata Ketua Bidang Ekonomi Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Anwar Abbas.
Muhammadiyah punya 28.000 lembaga pendidikan. Ada 170 universitas, 400 rumah sakit, dan 340 pesantren. Muhammadiyah jugalah punya banyak panti asuhan.
Bagaimana dengan kekayaan NU, organisasi Islam terbesar di Indonesia. Warga NU punya puluhan ribu madrasah. Khususnya madrasah ibtidaiyah (setingkat SD). Hanya saja, belum diwakafkan atas nama NU. Mungkinkah kedepan madrasah-madrasah tersebut akan diwakafkan atas nama NU? Sangat mungkin. Meskipun tidak semuanya, tapi peluang itu ada. Kenapa mungkin? Karena tanah dan bangunan madrasah-madrasah itu umumnya adalah aset wakaf yang diserahkan kepada masyarakat dan menjadi milik umum. Dimana Kebetulan pihak pemberi wakaf dan pihak masyarakat penerima wakaf sama-sama warga NU. Otomatis madrasah punya kurikulum dan sistem pengajaran ala NU.
Hampir setiap desa ada madrasah ibtidaiyah hasil "wakaf kolektif" warga NU. Kalau ini diatas namakan organisasi NU, maka akan menjadi aset NU. Mau gak? Kapan dimulai?
Konsekuensinya, NU harus menertibkan dan menseragamkan seluruh madrasah yang beralih hak wakafnya kepada NU. Baik struktur kepengurusan, tenaga pengajar, manajemen hingga administrasi dan keuangan.
Kecuali pesantren. Pesantren, hak wakafnya kepada perseorangan yang biasanya dikelola oleh keluarga pengasuh secara turun temurun. Meski demikian, NU bisa mulai membangun pesantren atas nama organisasi. Tidak diatas namakan pribadi-pribadi. Ini bisa menjadi pilot project dan percontohan agar kedepan banyak pesantren atas nama NU. Bukan milik warga NU secara perseorangan, tapi milik organisasi NU. Apalagi sejak era reformasi, NU semakin besar aksesnya untuk mendapatkan dukungan dan bantuan dari banyak pihak, termasuk pemerintah. Ini bisa dimanfaatkan secara maksimal oleh NU, dalam arti organisasi bukan individu, untuk menggenjot kemajuan NU sebagai organisasi.
NU memang memiliki perguruan tinggi. Namun jumlah dan fasilitasnya masih sangat terbatas, Jauh bila dibandingkan dengan Perguruan Tinggi Muhammadiyah, namun tak sulit bagi NU mendirikan PTS, dengan 50 juta warga NU bila berinfaq Rp.10.000,- perorang setiap bulan, maka setiap bulan NU bisa membangun universitas atau rumah sakit. Dahsyat bukan?
Muktamar NU tanggal 23-25 desember nanti bisa jadi momentum untuk melahirkan pemimpin NU yang diharapkan mampu melakukan terobosan-terobosan cemerlang. Pemimpin yang berpikir "out of the box". Tidak lininer dan normatif. Bukan pemimpin seperti biasanya. Betul-betul exceptional person. Pemimpin yang mau melakukan perubahan drastis dan fundamental terhadap NU. Terutama dari aspek majemen, pendidikan dan kesehatan.
Tapi, jika pemimpin dan pengurus PBNU selalu melibatkan diri terlalu jauh dan sibuk di politik praktis, maka gagasan dan kerja besar tak akan bisa diharapkan terjadi di tubuh NU. NU akan seperti itu-itu aja, gak berkembang dan gak akan mengalami kemajuan yang berarti.
Yang perlu selalu diingatkan adalah bahwa NU bukan lahan mencari nafkah, bukan lokomotif meniti karir, bukan panggung tiatrikal untuk memproduksi hal-hal kontroversial. Tapi, NU adalah organisasi besar yang dilahirkan Mbah Yai Hasyim Asy'ari dan Mbah Yai Hasbullah untuk tujuan mengabdi kepada Islam dan Indonesia. NU rahmatan Lil-alamin betul-betul harus mampu menjadi lokomotif perubahan/ kemajuan umat dan berkhidmat untuk negeri.
Dalam berfastabikul Khoirot/berlomba lomba dalam kebaikan kedua Organisasi Islam ini dalam dakwah, pendidikan, kesehatan tidak diragukan lagi kemampuannya. Publik berharap dengan Kekayaan sumber daya manusia dan sumber daya dana/ keuangan yang dimiliki Muhammadiyah dan NU bisa merambah kesektor ekonomi khususnya bermain disektor hulu karena ditunjang pangsa pasar yang besar dan sangat menjanjikan/prospektif. Prospektif berdasar pembanding yang telah dilakukan oleh "Global Ikhwan SBN/Al Arqom " Organisasi Islam Malaysia, sewaktu penulis studi banding ke Malaysia.
Hal ini berkorelasi informasi dari beberapa Pengamat Ekonomi termasuk Ekonom Senior senang mendengar Rencana Muhammadiyah mendirikan minimarket - Logmart atau Bulog Muhammadiyah Mart dengan tujuan memutus mata rantai distribusi barang yang tidak adil.
Dari diskusi kami dengan teman teman Ekonom/ Pengamat Ekonomi Politik sekitar dua dan tiga tahun yang lalu berdirinya 212 Mart, bisnis retail/distribusi barang kebutuhan meniru Indo Mart, Alfa Mart sejenisnya milik Taipan.
Bermain di sektor hilir bagus. Tapi seharusnya dengan dana raksasa seperti yang dimiliki oleh Muhammadiyah dan NU seharusnya lebih fokus bermain di Hulu. Biarlah sektor hilir masuk dalam pembinaan. Maksud saya memberdayakan warung-warung tradisional milik masyarakat. Kalau di Kota besar, ada 212 Mart dan sejenisnya.
Justru sektor hulu yang selama ini seperti dimonopoli oleh para Cukong. Yang saya maksud sektor hulu adalah Pabrik atau Importir Besar yang memasukkan barang. Sebut saja barang-barang "fast moving" semacam Sabun, Detergen, Odol, Sikat, Shampo, Pembalut, Snack, dan sejenisnya.
Para Cukong bisa memonopoli sektor hulu karena mereka memiliki modal. Untuk bermain di hulu harus memiliki modal raksasa. Dan untuk saat ini, hanya Ormas Muhammadiyah dan NU yang mampu menyaingi besarnya modal para Cukong di Negeri ini.
Jadi alangkah lebih baik kalau Muhammadiyah dan NU mempertimbangkan membangun Pabrik Sabun, Pabrik Detergen, Pabrik Odol dan lainnya.
Untuk sektor distribusi atau menjualnya, banyak Warung-warung rakyat kecil yang selama ini justru dianak tirikan oleh para Kapitalis bisa diberdayakan (harga di anumart mereka jauh lebih murah daripada yang bisa dibeli masyarakat pemilik warung biasa).
Atas dasar ini, Muhammadiyah dan NU harus memiliki cita-cita membangun/membeli Pabrik-pabrik yang memproduksi kebutuhan sehari-hari masyarakat. Cuma NAHDLATUL ULAMA dan MUHAMMADIYAH yang diharapkan oleh ummat untuk memulai bisnis retail disektor hulu yang memiliki prospek ini.
Dengan munculnya wacana Perserikatan Muhammadiyah dan NU yang hendak melebarkan "sayap jihad ekonominya", saya merasa harapan dan keinginan ummat mendapat jawaban.
SEMOGA SAJA TULISAN INI SAMPAI KE BAPAK-BAPAK PEMEGANG KEPUTUSAN DI Perserikatan MUHAMMADIYAH dan NU.
Tidak perlu Muhammadiyah semakin mempersulit warung-warung rakyat kecil yang selama ini sudah "ngos-ngosan" melawan "anumart" dan "nganumart". Lebih baik "head to head" melawan dominasi bahkan monopoli para Kapitalis di sektor hulu.
Posting Komentar
Komentar ya